Perempuan dan Literasi Keuangan: Kunci Kelola Risiko di Era Digital
- Di banyak rumah tangga Indonesia, perempuan kerap memegang “kas keluarga”. Perempuan mengatur belanja harian, biaya sekolah, cicilan, hingga dana darurat.
Namun, di saat yang sama, lanskap keuangan berubah cepat. Pembayaran serbadigital, investasi makin mudah diakses lewat aplikasi, dan pinjaman daring (pindar) alias pinjaman online (pinjol) tersedia 24 jam.
Kecepatan ini membuka peluang, tetapi juga memperlebar risiko bagi siapa pun yang belum punya bekal literasi keuangan yang memadai.
Ilustrasi mengatur keuangan, membuat resolusi keuangan. Freelancer kerap berhadapan dengan penghasilan naik-turun. Lalu, bagaimana cara agar keuangan tetap stabil tanpa gaji tetap? Berikut tips dan triknya
Gambaran nasionalnya terlihat dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Indeks literasi keuangan nasional tercatat 66,46 persen, sementara indeks inklusi keuangan 80,51 persen.
Ketika dibedah menurut gender, literasi keuangan perempuan tercatat 65,58 persen, lebih rendah dibanding laki-laki 67,32 persen. Sementara itu, inklusi keuangan relatif sebanding, yakni perempuan 80,28 persen dan laki-laki 80,73 persen.
Kesenjangan ini penting dicermati. Akses (inklusi) yang sudah tinggi tidak otomatis berarti pemahaman (literasi) yang kuat.
Dalam praktiknya, seseorang bisa punya rekening, bisa memakai aplikasi pembayaran atau pinjaman, tetapi belum tentu memahami bunga, biaya tersembunyi, risiko penipuan, atau cara menilai produk investasi.
Ketika akses sudah terbuka, risiko juga ikut masuk
Masuknya layanan keuangan ke genggaman tangan memudahkan perempuan mengelola usaha, menabung, atau berinvestasi.
Ilustrasi pinjaman online, Berkaca dari Kasus Sarwendah, Apa yang Harus Dilakukan jika Debt Collector Datang ke Rumah tapi Tak Berutang?
Akan tetapi, sisi gelapnya adalah maraknya entitas ilegal dan penipuan transaksi keuangan yang menjadikan masyarakat, termasuk perempuan, sebagai sasaran.
Data berbasis periode Januari sampai November 2025 menunjukkan skala persoalan ini. OJK melaporkan telah memblokir 2.617 entitas keuangan ilegal sepanjang Januari hingga November 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyampaikan, dari total 2.617 entitas ilegal selama Januari sampai 30 November 2025), terdapat 354 investasi ilegal dan 2.263 pinjaman online ilegal.
Masalahnya bukan hanya jumlah entitas ilegal, tetapi juga derasnya arus korban.
Dikutip dari Antara, Analis Eksekutif Senior Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Hudiyanto, mengungkapkan rata-rata laporan masyarakat terkait kasus penipuan transaksi keuangan yang diterima Satgas PASTI dan Tim IASC mencapai 700 hingga 800 laporan setiap hari.
Pada titik inilah literasi keuangan menjadi pelindung pertama. Kemampuan membedakan layanan legal dan ilegal, memahami konsekuensi utang, hingga mengenali pola penipuan yang memanfaatkan kedaruratan kebutuhan rumah tangga.
Perempuan dan peran ekonomi: besar, tapi tidak selalu dibarengi bekal finansial
Dorongan memperkuat literasi keuangan perempuan juga terkait erat dengan besarnya peran perempuan dalam ekonomi.
Pemerintah, misalnya, berulang kali menekankan pentingnya peningkatan kesejahteraan ekonomi perempuan dan perluasan partisipasi kerja perempuan sebagai bagian dari agenda jangka panjang.
Dalam siaran pers Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) pada 6 November 2025, disebutkan target RPJPN 2025–2045 untuk mendorong TPAK perempuan mencapai 70 persen, serta kebutuhan mendorong sekitar 750.000 perempuan masuk dunia kerja setiap tahun (dengan asumsi tidak ada yang keluar dari pasar kerja).
Ilustrasi UMKM kuliner.
Di lapangan, peran ekonomi perempuan juga terlihat dari kontribusi mereka di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pemerintah menyebut sekitar 64,5 persen UMKM dikelola oleh perempuan.
Namun, besarnya peran itu tidak selalu setara dengan kualitas pemahaman finansial. SNLIK 2025 memberi sinyal bahwa perempuan masih tertinggal tipis dalam literasi dibanding laki-laki, meski aksesnya nyaris setara.
Artinya, jutaan perempuan yang menjadi pengelola kas keluarga sekaligus pelaku usaha dapat berhadapan dengan produk keuangan, seperti tabungan, kredit, asuransi, investasi, tanpa pemahaman yang cukup dalam soal risiko, hak konsumen, maupun cara mengelola arus kas.
Mengapa literasi keuangan perempuan menjadi isu ekonomi, bukan sekadar urusan rumah tangga
Literasi keuangan perempuan berdampak luas karena keputusan finansial harian sering berada di tangan perempuan: belanja pangan, pendidikan, kesehatan, hingga dana sosial.
Ketika keputusan-keputusan itu dilakukan dengan bekal perencanaan dan pemahaman risiko, stabilitas keluarga ikut menguat.
Sebaliknya, jika keputusan diambil dalam tekanan, misalnya kebutuhan mendesak, tanpa memahami konsekuensi biaya dan bunga, kerentanan finansial bisa meningkat.
Dalam konteks risiko penipuan dan entitas ilegal yang marak, literasi keuangan juga berkaitan dengan perlindungan konsumen.
Ketika laporan penipuan bisa mencapai ratusan per hari, kemampuan memverifikasi legalitas platform dan memahami mekanisme transaksi menjadi kebutuhan dasar.
Ilustrasi ibu rumah tangga
Karena itu, program literasi keuangan yang menyasar perempuan sering dirancang berbasis komunitas dan rumah tangga, dengan asumsi perempuan dapat menjadi “pengungkit” pengetahuan di keluarga dan lingkungan terdekat.
Program literasi yang menyasar perempuan: pendekatan komunitas dan peran ibu
OJK mengembangkan sejumlah program edukasi yang menempatkan perempuan sebagai sasaran strategis.
OJK menilai ibu-ibu menjadi target yang tepat untuk literasi dan inklusi karena perannya di keluarga.
“Kita menganggap ibu-ibu menjadi sasaran yang tepat untuk dilakukan literasi dan inklusi dengan membekali informasi-informasi dan pengetahuan tentang keuangan secara benar," kata Friderica.
Salah satu pendekatan yang dijalankan adalah memperluas literasi keuangan syariah melalui program Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah (SICANTIKS).
OJK mendorong peningkatan literasi keuangan syariah bagi pengusaha mikro, khususnya perempuan prasejahtera, melalui program tersebut.
Friderica juga menekankan fokus pada edukasi keuangan untuk perempuan dan pemahaman literasi keuangan syariah yang dapat “menciptakan generasi masa depan melek keuangan.”
“Saya ingin titip tiga hal. Pertama, edukasi keuangan untuk perempuan,” ujar Friderica.
Di tingkat kebijakan, OJK juga menautkan agenda literasi dan inklusi keuangan dengan peta jalan dan rencana pembangunan.
OJK menyatakan fokus meningkatkan literasi dan inklusi keuangan tertuang dalam Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen 2023–2027 serta dokumen perencanaan nasional.
Literasi bukan hanya “tahu produk”, tetapi juga “tahu risiko”
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi
SNLIK 2025 memperlihatkan indeks literasi keuangan berbeda menurut pendidikan, wilayah, dan pekerjaan.
Kelompok berpendidikan perguruan tinggi memiliki indeks literasi jauh lebih tinggi dibanding kelompok tidak/belum sekolah. Begitu juga wilayah perkotaan lebih tinggi daripada perdesaan.
Konteks ini penting untuk program literasi perempuan, karena perempuan berada pada spektrum kondisi sosial-ekonomi yang sangat beragam, seperti pekerja formal, pekerja informal, wirausaha mikro, hingga ibu rumah tangga di pedesaan yang mungkin punya akses digital tetapi terbatas akses edukasinya.
Dalam praktiknya, literasi keuangan mencakup kemampuan yang konkret, misalnya:
- Menyusun anggaran rumah tangga dan usaha
- Menghitung kemampuan membayar utang dan cicilan
- Memahami bunga, biaya layanan, dan konsekuensi keterlambatan
- Membedakan investasi berizin dan yang ilegal
- Memahami manfaat dan batasan asuransi
- Menjaga keamanan data pribadi, OTP, dan tautan transaksi.
Di tengah maraknya entitas ilegal, aspek “tahu risiko” menjadi krusial.
Ketika OJK dan Satgas PASTI memblokir ribuan entitas ilegal sepanjang Januari hingga November 2025, pesan utamanya jelas: ekosistem digital yang terbuka membuat masyarakat harus punya kemampuan saring sebelum memilih layanan.
Tag: #perempuan #literasi #keuangan #kunci #kelola #risiko #digital