Pengamat: Pemerintah dan Danantara Tak Perlu Terlibat Aksi Korporasi GOTO-Grab
PT Gojek Tokopedia (GOTO)(DOKUMENTASI GOTO)
14:32
11 November 2025

Pengamat: Pemerintah dan Danantara Tak Perlu Terlibat Aksi Korporasi GOTO-Grab

- Rencana pemerintah yang dinilai proaktif dalam mendorong penggabungan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dengan PT Grab Teknologi Indonesia (Grab) menuai kritik.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai langkah tersebut sudah keluar dari peran pemerintah.

“Langkah pemerintah itu sudah offside. Seharusnya pemerintah tidak perlu ikut campur dalam aksi korporasi yang dilakukan dua aplikator, apalagi sahamnya sebagian besar dikuasai investor asing,” ujar Trubus dalam keterangannya, Selasa (11/11/2025).

Ia bahkan mencurigai adanya kepentingan tertentu di balik dorongan pemerintah tersebut. “Saya curiga, jangan-jangan ada kepentingan tertentu sehingga pemerintah mendorong terjadinya merger ini. Saya menduga ada pihak yang diuntungkan jika merger Grab dan Gojek ini terjadi,” kata Trubus.

Trubus juga mengkritik rencana pelibatan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dalam aksi korporasi tersebut. Menurut dia, karena sumber dana Danantara berasal dari dividen BUMN, penggunaan dana publik untuk menjadi pemegang saham di perusahaan hasil merger GOTO-Grab tidak tepat.

“Danantara berasal dari uang publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada publik. Aksi korporasi Grab dan GOTO tidak memberikan manfaat terhadap kepentingan publik secara luas. Jangan sampai uang publik dihambur-hamburkan. Kalau sumber dana Danantara bukan dari uang publik, bebas saja melakukan investasi,” katanya.

Ia memperingatkan bahwa jika Danantara menjadi pemegang saham di GOTO dan Grab, potensi kerancuan di masyarakat akan muncul, terutama bila investasi itu merugi.

“Kalau nanti investasi yang dilakukan Danantara di Grab dan GOTO mengalami kerugian, siapa yang akan bertanggung jawab? Namun jika menguntungkan, siapa yang akan menikmati keuntungan, sementara sebagian besar sahamnya dikuasai asing?” ujarnya.

Trubus mengingatkan agar pemerintah berhati-hati mengelola dana publik, mengingat sudah ada pengalaman buruk dari investasi BUMN di sektor digital. Ia mencontohkan kasus dana publik yang hilang dalam investasi PT Telkom (melalui PT PINS Indonesia) di PT Omni Inovasi Indonesia Tbk (TELE), yang dinyatakan pailit.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus RahadiansyahKompas TV Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus RahadiansyahIa juga menyinggung investasi Telkomsel di saham GOTO yang hingga kini masih membukukan potensi rugi besar. Berdasarkan laporan keuangan Telkom, Telkomsel memiliki 89.125 lembar saham GOTO (sebelum stock split) dengan nilai 450 juta dollar AS atau sekitar Rp 6,4 triliun pada saat harga saham Rp 375 per lembar. Kini, harga saham GOTO berada di bawah Rp 100 per lembar.

“Sudah dapat dihitung berapa banyak uang publik yang hilang,” ujar Trubus.

Agar aksi korporasi merger antara Grab dan GOTO dapat berjalan lancar, Trubus menyarankan agar menyelesaikan terlebih dahulu dana publik yang diinvestasikan di saham GOTO. Ketika dana publik tidak diselesaikan, maka akan menjadi permasalahan di kemudian hari.

Salah satu penyelesaian dana publik adalah dengan melakukan buyback saham yang dipegang perusahaan BUMN. Perusahaan BUMN yang memegang saham GOTO antara lain Telkom melalui Telkomsel. Selain itu, Bank Mandiri melalui Mandiri Venture Capital juga memegang saham GOTO.

“Setelah menyelesaikan terlebih dahulu dana publik yang diinvestasikan di saham GOTO, mereka bebas melakukan aksi korporasi. Kalau dana publik tidak diselesaikan, maka potensi kerugian negara akan semakin besar. Apa lagi pasca-merger GOTO dan Grab bisa dipastikan jumlah saham yang dipegang perusahaan BUMN akan semakin terdilusi,” kata Trubus.

“Danantara berasal dari uang publik yang harus dipertanggungjawabkankepada publik. Aksi korporasi Grab dan GOTO tidak memberikan manfaat terhadap kepentingan publik secara luas. Jangan sampai uang publik dihambur-hamburkan,” tegasnya.

Ia memperingatkan bahwa jika Danantara menjadi pemegang saham di GOTO dan Grab, potensi kerancuan di masyarakat akan muncul, terutama bila investasi itu merugi.

“Kalau nanti investasi yang dilakukan Danantara di Grab dan GOTO mengalami kerugian, siapa yang akan bertanggung jawab? Namun jika menguntungkan, siapa yang akan menikmati keuntungan, sementara sebagian besar sahamnya dikuasai asing?” ujarnya.

Trubus mengingatkan agar pemerintah berhati-hati mengelola dana publik, mengingat sudah ada pengalaman buruk dari investasi BUMN di sektor digital. Ia mencontohkan kasus dana publik yang hilang dalam investasi PT Telkom (melalui PT PINS Indonesia) di PT Omni Inovasi Indonesia Tbk (TELE), yang dinyatakan pailit.

“Dana publik yang diinvestasikan di TELE hangus tak tersisa karena perusahaan itu pailit,” kata Trubus.

Ia juga menyinggung investasi Telkomsel di saham GOTO yang hingga kini masih membukukan potensi rugi besar. Berdasarkan laporan keuangan Telkom, Telkomsel memiliki 89.125 lembar saham GOTO (sebelum stock split) dengan nilai 450 juta dollar AS atau sekitar Rp 6,4 triliun pada saat harga saham Rp 375 per lembar. Kini, harga saham GOTO berada di bawah Rp 100 per lembar.

“Sudah dapat dihitung berapa banyak uang publik yang hilang,” ujar Trubus.

Agar rencana merger antara Grab dan GOTO tidak menimbulkan persoalan baru, Trubus menyarankan pemerintah menyelesaikan terlebih dahulu persoalan dana publik yang sudah diinvestasikan di GOTO.

Salah satu caranya adalah melalui pembelian kembali (buyback) saham yang dimiliki BUMN, seperti Telkom melalui Telkomsel dan Bank Mandiri melalui Mandiri Venture Capital.

“Setelah menyelesaikan terlebih dahulu dana publik yang diinvestasikan di saham GOTO, mereka bebas melakukan aksi korporasi. Kalau dana publik tidak diselesaikan, maka potensi kerugian negara akan semakin besar. Apa lagi pasca-merger GOTO dan Grab bisa dipastikan jumlah saham yang dipegang perusahaan BUMN akan semakin terdilusi,” kata Trubus.


Daripada memikirkan aksi korporasi GOTO dan Grab lanjut Trubus, pemerintah dan Danantara seharusnya melakukan investasi di perusahaan yang berdampak besar bagi publik,  seperti proyek ketahanan energi dan pengelolaan sampah.

“Ketahanan energi merupakan program prioritas Presiden Prabowo yang perlu didukung Danantara, bukan malah fokus pada perusahaan aplikator yang sahamnya dikuasai asing,” kata Trubus.

Tag:  #pengamat #pemerintah #danantara #perlu #terlibat #aksi #korporasi #goto #grab

KOMENTAR