LPEM UI Soroti Kenaikan Kelompok Underemployed
Ilustrasi.(Akamai)
20:12
9 November 2025

LPEM UI Soroti Kenaikan Kelompok Underemployed

Tingkat pengangguran di Indonesia menurun, tetapi jumlah pekerja setengah menganggur atau underemployed terus naik.

Fenomena ini disebut menjadi tanda bahwa pasar kerja nasional belum pulih sepenuhnya meski ekonomi membaik.

Laporan Labor Market Brief Volume 6 Nomor 10, Oktober 2025, yang diterbitkan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), menyoroti paradoks ini.

Peneliti menyebut semakin banyak orang bekerja, namun banyak pula yang bekerja di bawah kapasitasnya.

Dalam laporan itu dijelaskan, underemployment atau pekerja setengah menganggur adalah mereka yang sudah bekerja, tetapi belum bekerja secara penuh.

Kondisi ini mencakup dua kelompok: pertama, pekerja yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu dan masih ingin menambah jam kerja.

Kedua, pekerja paruh waktu bukan karena pilihan, tetapi karena tidak ada kesempatan kerja lain.

“Seseorang sudah bekerja, tetapi hanya mendapat kesempatan kerja beberapa jam dalam seminggu. Contoh lain adalah pekerja dengan gelar dan keahlian tertentu, tapi terpaksa bekerja di sektor informal dengan upah rendah dan tanpa kepastian,” tulis peneliti Muhammad Hanri dan Nia Kurnia Sholihah dalam laporan tersebut.

Fenomena ini dianggap penting karena mencerminkan kualitas pekerjaan yang tersedia.

Mereka memang tidak masuk kategori penganggur, namun belum sepenuhnya terserap pasar kerja.

Dalam banyak kasus, underemployment berkaitan dengan pendapatan rendah dan ketidakpastian ekonomi.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip laporan menunjukkan tren kenaikan dalam dua tahun terakhir.

Pada 2022, 6,58 persen laki-laki bekerja tidak penuh waktu. Angka itu naik menjadi 8,28 persen pada 2024. Perempuan juga mengalami peningkatan, dari 5,91 persen menjadi 7,57 persen.

Kenaikan lebih besar terjadi di wilayah perdesaan. Tahun 2022 tingkat pekerja setengah menganggur di desa mencapai 8,25 persen, sedangkan di kota hanya 4,75 persen.

Dua tahun kemudian, angka di desa melonjak menjadi 10,6 persen, sementara di kota 6,09 persen.

Kelompok muda menjadi yang paling terdampak. Mereka berusia 15–19 tahun mencatat underemployment tertinggi sebesar 16,53 persen, diikuti kelompok usia 20–24 tahun sebesar 13,58 persen.

Laporan menyebut transisi dari pendidikan ke dunia kerja masih sulit karena keterampilan yang dimiliki belum sesuai kebutuhan industri.

“Banyak anak muda masuk pasar kerja tanpa pengalaman, atau dengan keterampilan yang tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Akibatnya mereka menerima pekerjaan tidak sesuai bidangnya atau dengan jam kerja terbatas,” tulis laporan itu.

Kesenjangan juga terlihat antarprovinsi. Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur mencatat tingkat underemployment tertinggi, masing-masing 15,23 dan 14,9 persen. Bali, DKI Jakarta, dan Kepulauan Riau mencatat angka terendah, di bawah empat persen.

Jika dibandingkan secara regional, Indonesia masih tertinggal dari Vietnam dan Singapura.

Pada 2024, underemployment di Indonesia tercatat sekitar tujuh persen, sementara Vietnam hanya 1,8 persen dan Singapura 2,3 persen.

LPEM FEB UI menilai pemerintah perlu mengubah fokus kebijakan ketenagakerjaan dari sekadar menciptakan lapangan kerja menjadi meningkatkan kualitas dan kepastian pekerjaan.

Program pelatihan vokasi dan Kartu Prakerja dinilai belum sepenuhnya menjawab kebutuhan industri.

“Pasar kerja tidak hanya membutuhkan lebih banyak pekerjaan, tetapi juga pekerjaan yang lebih baik,” tulis laporan itu.

Peneliti merekomendasikan tiga langkah cepat: memperluas pelatihan berbasis permintaan sektor yang tumbuh cepat, mempermudah legalisasi usaha kecil agar masuk sektor formal, dan memperkuat sistem data ketenagakerjaan agar kebijakan lebih tepat sasaran.

Tag:  #lpem #soroti #kenaikan #kelompok #underemployed

KOMENTAR