Target Swasembada Beras: Produksi Melonjak dan Tantangan Struktural
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menempatkan swasembada pangan, khususnya beras, sebagai salah satu prioritas utama.
Dalam sejumlah rapat terbatas dan pernyataan resmi sepanjang 2024–2025, pemerintah menegaskan target kemandirian pangan dalam waktu dekat dan menyiapkan kebijakan besar, termasuk perluasan lahan hingga jutaan hektare dan penguatan cadangan beras pemerintah.
Pernyataan itu bukan sekadar retorika.
Ilustrasi pertanian.
Data produksi dan stok tahun 2025 menunjukkan adanya lonjakan yang memberi harapan, namun juga memunculkan pertanyaan tentang keberlanjutan dan perbaikan struktur produksi.
Laju produksi dan cadangan: angka-angka yang menopang klaim
Ada beberapa data terkait luas panen padi, produksi padi, dan produksi beras nasional yang dirilis pemerintah.
1. Luas panen padi
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada Senin (3/11/2025), menurut hasil Survei Kerangka Sampel Area (KSA) September 2025, realisasi panen padi pada September 2025 sebesar 1,13 juta hektare. Angka ini naik sekitar 0,10 juta hektare atau 10,14 persen dibandingkan September 2024 yang mencapai 1,03 juta hektare.
Sementara itu, potensi luas panen padi pada Oktober–Desember 2025 diperkirakan sebesar
1,90 juta hektare.
Nampak petani sedang melakukan aktivitasnya memberikan pupuk ke tanaman padi yang ia garap
Dengan demikian, total luas panen padi pada Januari–Desember 2025 diperkirakan mencapai 11,35 juta hektare, naik sekitar 1,30 juta hektare atau 12,98 persen dibandingkan luas panen padi pada Januari–Desember 2024 yang sebesar 10,05 juta hektare.
2. Produksi padi
Produksi padi dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) pada September 2025 diperkirakan 7,09 juta ton GKP, naik 0,55 juta ton GKP atau 8,37 persen dibandingkan pada September 2024 yang sebanyak 6,54 juta ton GKP.
Dengan demikian, total produksi padi pada Januari–Desember 2025 diperkirakan 72,11 juta ton GKP, naik 8,60 juta ton GKP atau 13,54 persen) dibandingkan periode yang sama pada 2024 yang sebanyak 63,51 juta ton GKP.
BPS merinci, tiga provinsi dengan total produksi padi (GKP) tertinggi pada Januari–Desember 2025 adalah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Sementara itu, tiga provinsi dengan produksi padi (GKP) terendah yaitu Papua Pegunungan, Kepulauan Riau, dan Papua Barat Daya.
Sementara itu, produksi padi dalam bentuk Gabah Kering Giling (GKG) pada September 2025 diperkirakan 5,95 juta ton GKG, naik 0,46 juta ton GKG atau 8,39 persen dibandingkan pada September 2024 yang sebanyak 5,49 juta ton GKG.
Dengan demikian, total produksi padi pada Januari–Desember 2025 diperkirakan 60,34 juta ton GKG, naik 7,20 juta ton GKG atau 13,55 persen dibandingkan periode yang sama pada 2024 yang sebanyak 53,14 juta ton GKG.
Tiga provinsi dengan total produksi padi (GKG) tertinggi pada Januari–Desember 2025 adalah
Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Sementara itu, tiga provinsi dengan produksi padi (GKG) terendah yaitu Papua Pegunungan, Kepulauan Riau, dan Papua Barat Daya.
3. Produksi beras
BPS menyatakan, jika produksi padi dikonversi menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, maka produksi padi pada September 2025 diperkirakan setara 3,43 juta ton, naik 0,27 juta ton atau 8,43 persen dibandingkan September 2024 yang sebanyak 3,16 juta ton.
Ilustrasi beras. Bansos beras. Cara cek penerima bansos beras. Cek bansos Kemensos.
Sementara itu, potensi produksi beras sepanjang Oktober–Desember 2025 sebanyak 6,07 juta ton beras.
Dengan demikian, total produksi beras sementara pada Januari–Desember 2025 diperkirakan sekitar 34,77 juta ton beras.
Angka tersebut naik 4,15 juta ton beras atau 13,54 persen dibandingkan pada Januari–Desember 2024 yang sebanyak 30,62 juta ton.
Sementara itu, hingga 24 Agustus 2025, stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikelola Perum Bulog tercatat mencapai 3,91 juta ton. Adapun total stok (termasuk stok komersial) mencapai 3,92 juta ton.
Selain itu, pemerintah telah menyiapkan 1,3 juta ton beras SPHP hingga akhir 2025 untuk terus digelontorkan ke pasar sebagai instrumen utama menahan gejolak harga dan menjaga keterjangkauan pangan bagi masyarakat.
Kebijakan besar: perluasan lahan dan deregulasi
Salah satu pilar strategi pemerintah dalam mewujudkan target swasembada beras adalah perluasan lahan pangan.
Pemerintah mengusulkan konversi dan pembukaan lahan baru, termasuk pemanfaatan lahan rawa dan lahan tidur, dengan target penambahan hingga jutaan hektare dalam beberapa tahun ke depan.
Ide ini mendapat sorotan karena potensi konflik lahan, dampak lingkungan, dan kebutuhan teknologi pengelolaan yang sesuai.
Di sisi regulasi, pejabat pemerintah menyebut deregulasi sebagai kunci percepatan produksi. Ini mencakup kemudahan investasi pertanian, perbaikan rantai distribusi, hingga penyesuaian harga beli pemerintah untuk gabah.
Ilustrasi beras.
Apa yang berubah dibanding periode impor beras besar-besaran?
Indonesia masih mengalami impor beras besar pada 2024, yakni sekitar lebih dari 3 juta hingga 4 juta ton.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengklaim Indonesia telah mencapai swasembada beras pada 2025.
Setelah tahun lalu Indonesia masih mengimpor 4,52 juta ton, kini impor beras ditiadakan alias nol.
Zulhas menyebut capaian tersebut bukan kebetulan, melainkan hasil kerja keras lintas sektor di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto.
“Tahun lalu Pak Mentan kita impor 4,5 juta (ton beras), tahun lalu. Mana, ada datanya enggak? Bisa dipaparkan? Ah ini, 2024 ini saya masih Mendag (Menteri Perdagangan), jadi saya agak hafal, ini kita impor 4,52 juta, sekarang 2005 nol, tidak ada,” ujar Zulhas saat Town Hall Meeting Satu Tahun Kemenko Pangan, Jakarta Pusat, Selasa (21/10/2025).
Peralihan pada 2025 yang ditandai dengan surplus produksi dan stok besar ditopang oleh beberapa faktor, yakni keberhasilan musim tanam di beberapa sentra, perbaikan mekanisasi dan harga insentif bagi petani, serta langkah strategis pengadaan gabah domestik oleh Bulog.
Namun, angka pengadaan Bulog terhadap produksi nasional masih relatif kecil dibanding total produksi. Distribusi dan penetrasi logistik di daerah-daerah produksi tetap menjadi masalah.
Realisasi pengadaan gabah oleh Bulog belum sepenuhnya mencerminkan potensi produksi nasional.
Syarat Indonesia bisa swasembada beras tahun ini
Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengatakan, swasembada beras bisa tercapai pada 2025 ini, tetapi dengan dua syarat.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengumumkan penurunan harga pupuk bersubsidi sebesar 20 persen.
Pertama, Indonesia tidak impor beras sampai akhir tahun ini. Kedua, tidak ada gangguan iklim selama September-Desember yang mengganggu produksi beras.
"Kata kuncinya, pertama, stok kita tertinggi. Dulu (2024) 1 juta lebih, sekarang 4 juta ton. Yang kedua, tidak ada impor. Tahun ini dari Januari-Juli tidak ada impor. Tahun lalu ada impor 34 juta ton," ujar Amran usai menghadiri acara Panen Raya Jaksa Mandiri Pangan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (19/8/2025).
Amran berharap swasembada pada 2025 bisa dicapai secara penuh, baik dari sisi produksi beras maupun tidak mengimpor dari luar.
"Mudah-mudahan juga tidak ada goncangan iklim," tambahnya.
Sebelumnya, Guru Besar Universitas IPB Dwi Andreas Santosa memprediksi Indonesia akan mampu mewujudkan swasembada beras pada tahun ini.
Prediksi ini didasarkan pada stok beras yang melimpah, termasuk tambahan impor sebesar 4,52 juta ton pada 2024.
“Sisa stok itu akan meningkatkan stok awal tahun ini di angka 7,5 juta ton beras. Kalau stok awal mencapai 7,5 juta ton, maka stock to use ratio menjadi 24,3 persen. Ini jauh di atas batas aman yang hanya 20 persen. Saya pikir kita akan swasembada beras,” ujar Andreas dalam diskusi Center of Reform on Economics (CORE) di Jakarta, Selasa (21/1/2025).
Tantangan struktural: bukan hanya soal jumlah ton
Mewujudkan swasembada beras lebih dari sekadar mencapai angka produksi tertentu. Beberapa tantangan struktural yang perlu dibereskan antara lain sebagai berikut.
1. Produktivitas dan keberlanjutan lahan
Ilustrasi pertanian, petani.
Perluasan lahan tanpa praktik budidaya berkelanjutan berisiko menurunkan produktivitas jangka panjang dan merusak ekosistem lahan basah. Kebijakan membuka lahan rawa harus dibarengi studi lingkungan dan teknologi adaptif.
2. Rantai pasok dan pengolahan pascapanen
Tingginya kehilangan pascapanen (post-harvest loss) dan kualitas pengeringan menjadi penghambat nilai produksi.
Investasi pada pengering, gudang, dan fasilitas pengolahan akan menentukan berapa besar produksi yang benar-benar dapat dikonsumsi atau disimpan.
3. Insentif harga dan pengadaan
Agar petani tertarik menambah produksi, harga yang memadai dan kepastian pasar diperlukan. Kenaikan harga beli gabah oleh pemerintah pada awal 2025 menjadi salah satu instrumen, namun implementasi di lapangan harus diperkuat agar tidak terjadi arbitrase harga.
4. Ketahanan terhadap cuaca ekstrem
Perubahan iklim memengaruhi musim tanam. Langkah adaptasi seperti varietas tahan kekeringan, irigasi yang andal, dan peringatan dini perlu diintensifkan.
Andreas mengatakan, tren swasembada beras tahun ini tidak akan berlanjut jika badai kemarau panjang atau El Nino terjadi lagi.
Namun, jika fenomena La Nina mendominasi, produksi beras bisa meningkat, sehingga tren swasembada kemungkinan akan terus berlanjut.
“Tapi kalau La Nina yang terjadi, ini bisa meningkatkan produksi beras, dan tren swasembada beras akan berlanjut tahun depan,” tambah Andreas.
Ilustrasi beras. Harga beras di sejumlah wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel) melonjak tajam hingga menembus angka Rp17.000 per kilogram, tertinggi sepanjang sejarah pada pertengahan 2025.
Kesimpulan: peluang besar, pekerjaan rumah tetap banyak
Data produksi dan stok 2025 membuka peluang untuk mengklaim pencapaian swasembada beras dalam arti ketersediaan fisik.
Namun untuk menjadikannya swasembada yang berkelanjutan, dimaknai sebagai kemampuan memenuhi kebutuhan secara konsisten tanpa mengorbankan lingkungan atau ketahanan ekonomi, pemerintah perlu menuntaskan pekerjaan rumah struktural.
Ini antara lain reformasi rantai pasok, investasi teknologi pertanian, pengelolaan lahan yang bertanggung jawab, serta kebijakan pengadaan dan harga yang adil.
Jika seluruh elemen ini berjalan harmonis, target yang dicanangkan pemerintahan Prabowo berpotensi berbuah bukan hanya surplus sementara, tetapi kemandirian pangan yang tahan lama.
Tag: #target #swasembada #beras #produksi #melonjak #tantangan #struktural