Purbaya Perlu Benahi Pengeluaran Negara, Tidak Hanya Pajak dan Bea Cukai
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis Survei Persepsi Integritas setiap tahun. Pada 2024, hasil survei masih menemukan tingginya korupsi pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJ).
Risiko penyalahgunaan dalam pengelolaan PBJ mencapai 97 persen di kementerian/lembaga dan 99 persen di pemerintah daerah. Sementara 53 persen responden internal mengakui adanya penyalahgunaan pengadaan barang dan jasa pemerintah di instansinya. (KPK RI, 2025).
Lemahnya integritas pejabat pengadaan barang dan jasa serta pejabat pengelola keuangan atau pejabat perbendaharaan (meliputi: Bendahara, PPK, PPSPM, dan KPA) di K/L menjadi penyebab maraknya penyalahgunaan dalam pengelolaan PBJ.
Lemahnya integritas dapat diatasi dengan ketatnya tata kelola PBJ. Regulasi tata kelola PBJ telah disusun oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Namun, pengendalian dalam pelaksanaannya hanya diserahkan pada Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada K/L.
Apabila integritas PA/KPA lemah, maka tidak ada “benteng terakhir” selain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sementara ini, BPK kekurangan auditor untuk mencakup seluruh satuan kerja K/L, sehingga temuan-temuan hanya di puncak gunung es.
Sebagai dampak pencabutan kewenangan dan pengurangan pegawai pada Ditjen Perbendaharaan (DJPb), maka DJPb mengendorkan pengendalian pelaksanaan anggaran, seiring dengan simplifikasi dan digitalisasi, yang bisa jadi berpengaruh terhadap tingginya angka korupsi PBJ di K/L.
Dahulu, tepatnya sebelum “amputasi” peran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang berada di bawah DJPb Kementerian Keuangan, KPPN masih diberikan tugas untuk melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran.
Namun, Kemenkeu telah memangkas peran dan jumlah pegawai KPPN, diganti peran minimalis, hanya mengecek apakah belanja melampaui pagu.
Peran itu telah digantikan dengan mesin aplikasi yang dikembangkan oleh LG-CNS sebagaimana Coretax DJP, yang disebut Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) dan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI).
Padahal terdapat banyak “tricky” di proses bisnis pelaksanaan anggaran, yang perlu pengujian berlapis. KPPN semestinya menjadi lapis kedua. Lapis pertama adalah PA/KPA pada K/L dan lapis ketiga adalah BPK.
Dahulu Kantor Perbendaharaan tidak akan membayar belanja negara apabila menemukan proyek belum selesai secara fisik atau ditemukan tidak sesuai dokumen perencanaan.
Namun, sekarang Kantor Perbendaharaan bagaikan robot yang mau tidak mau harus “klik” setuju di depan layar komputer SPAN/SAKTI.
BPK menemukan pembayaran tunjangan kinerja yang terduplikasi double, bahkan triple atau disebut sebagai anomali pembayaran tunjangan kinerja.
Bisa jadi pembayaran gaji terjadi hal serupa. Apabila diperiksa mendalam mungkin akan menemukan duplikasi dan kesalahan perhitungan.
Hal itu terjadi karena perhitungan hanya diserahkan kepada pembuat daftar gaji (PPABP) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada kementerian/lembaga/satuan kerja.
KPPN tidak lagi menguji perhitungan dan menguji dokumen yang menjadi dasar pembayaran gaji dan tunjangan.
Apabila integritas dan kompetensi PPABP dan PPK rendah, maka dapat menjadi bencana bagi APBN. BPK tidak mungkin sanggup mengaudit 20.000-an satuan kerja K/L seluruhnya.
Seiring dengan pencabutan kewenangan KPPN untuk melakukan pengujian mendalam pada semua pengeluaran negara, pegawai KPPN dikurangi mulai dari 15.000-an pada 2005 menjadi hanya 7.000-an pada 2025. Bahkan konon rencananya akan dikurangi menjadi 3.000-an pegawai.
Pada saat yang sama, Menkeu menambah jumlah pegawai di unit eselon I lain. Sebagai contoh DJP (Pajak) pada 2005 hanya 20.000-an menjadi 40.000-an pegawai pada tahun 2025.
Begitu pun DJBC (Bea Cukai) dari 12.000-an pegawai pada 2005 menjadi 20.000-an pegawai pada 2025.
Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara (BUN) dan Ditjen Perbendaharaan C.Q. KPPN adalah Kuasa Bendahara Umum Negara (Kuasa BUN).
Menkeu Purbaya dapat menguatkan lagi kewenangan dan peran Kuasa BUN untuk melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran, baik melalui revisi UU nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara atau penguatan pada Peraturan pemerintah turunannya mengenai pelaksanaan anggaran.
Penguatan kembali
Indische Comptabiliteitswet (Statsblad 1925 Nomor 448) selanjutnya disebut sebagai ICW terus-menerus menjadi perundang-undangan pengelolaan keuangan negara dan kebendaharaan negara hingga disahkannya Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Pasal II Aturan Peralihan pada UUD 1945 asli (sebelum amandemen) menyatakan bahwa segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru.
Sejak diundangkannya Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, ICW tidak berlaku lagi.
Terdapat dua aktor kebendaharaan yang terdapat dalam ICW, yaitu “Ordonanteur” dan “Comptabel”.
Ordonanteur adalah pemberi perintah atau pejabat yang menerima kuasa pemerintahan, dan comptabel adalah bendaharawan. Comptabel memiliki kewenangan yang lebih luas daripada penningmeester (bendahara).
Dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Ordonanteur dipadankan dengan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, Comptabel dipadankan dengan Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.
Sedangkan penningmeester dipadankan dengan bendahara pengeluaran/penerimaan yang berada di bawah Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
Hukum administrasi negara (bestuursrecht) memiliki tiga prinsip utama, yaitu rechtmatigheid, wetmatigheid, dan doelmatigheid.
Rechtmatigheid van bestuur (prinsip legalitas) adalah prinsip kebenaran atau kesesuaian keputusan dan/atau tindakan administrasi negara berdasarkan hukum (yurisdiksi).
Wetmatigheid van bestuur (prinsip keabsahan) adalah prinsip keabsahan keputusan dan/atau tindakan administrasi negara berdasarkan perundang-undangan.
Doelmatigheid adalah prinsip kesesuaian keputusan dan/atau tindakan administrasi negara dengan tujuan, target, sasaran, dan batasan yang ditetapkan.
Doelmatigheid juga disebut sebagai prinsip efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan administrasi negara.
Penelitian dan pengujian materiil dipahami sebagai penelitian dan pengujian aspek legalitas dan keabsahan keputusan dan/atau tindakan, di mana mirip dengan prinsip rechtmatigheid dan wetmatigheid.
Penelitian dan pengujian formil dipahami sebagai penelitian dan pengujian aspek kelengkapan dan kecukupan dokumen sah yang dipersyaratkan, di mana mirip dengan prinsip wetmatigheid (keabsahan).
Penelitian dan pengujian substantif dipahami sebagai penelitian dan pengujian yang meliputi ketepatan alamat/rekening penerima, ketepatan pagu anggaran, pos/akun, dan ketepatan jumlah dan perhitungan, yang mirip dengan prinsip doelmatigheid.
Prinsip tersebut mewajibkan penelitian dan pengujian tidak hanya menjadi tanggung jawab Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran serta pengelola keuangan satker di bawahnya seperti pejabat pembuat komitmen dan bendahara, namun juga menjadi tanggung jawab Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara.
Sepanjang masih dalam ranah administrasi keuangan negara, semua pejabat tata usaha negara di dalamnya wajib melakukan penelitian dan pengujian sesuai prinsip atau asas administrasi negara.
Penelitian dan pengujian pemenuhan prinsip atau asas administrasi negara khususnya administrasi keuangan negara bahkan dilakukan hingga pejabat yang berwenang melakukan pemeriksaan atas tanggung jawab mengelolaan keuangan negara, seperti pemeriksa pada Badan Pemeriksa Keuangan.
Paparan saya di atas senada dengan keterangan Presiden pada suatu sidang di Mahkamah Konstitusi:
“Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekadar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional”. (Keterangan tambahan Presiden dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 184/PUU-XXII/2024, hlm 119)
Penelitian dan pengujian rechmatigheid, wetmatigheid, dan doelmatigheid seharusnya dilaksanakan pada semua kewenangan dan tanggung jawab serta semua level, mulai dari pejabat pengadaan barang dan jasa, bendahara, pejabat pengadministrasi belanja pegawai, pejabat pembuat komitmen, pejabat penandatangan surat perintah membayar, kuasa pengguna anggaran, hingga kuasa bendahara umum negara (KPPN), bahkan pemeriksa internal pada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan pemeriksa eksternal atau auditor Badan Pemeriksa Keuangan.
Oleh karena itu, apabila bendahara umum negara/kuasa bendahara umum negara mengabaikan penelitian dan pengujian rechmatigheid, wetmatigheid, dan doelmatigheid dapat berdampak longgarnya pengawasan dan pengendalian keuangan negara.
KPPN sebagaimana auditor APIP dan BPK, dapat melakukan penelitian dan pengujian rechmatigheid, wetmatigheid, dan doelmatigheid.
KPPN meneliti dan menguji dalam rangka pengendalian pelaksanaan anggaran atau fungsi pengawasan dalam kerangka pencegahan.
Sedangkan auditor APIP dalam rangka riview pelaksanaan anggaran dalam kerangka penilaian dan koreksi, dan auditor BPK dalam rangka pemeriksaan dan judgement yang dapat diteruskan atau ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
Last but not least, Rechmatigheid, wetmatigheid, dan doelmatigheid tidak hanya menjadi kewajiban “Ordonanteur (Ordonatur)” atau Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, namun juga menjadi kewajiban “Comptabel” atau Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara, bahkan bendahara pengeluaran/penerimaan (penningmeester).
Tag: #purbaya #perlu #benahi #pengeluaran #negara #tidak #hanya #pajak #cukai