



RI-Malaysia Sepakati Kerja Sama Ekonomi ''Joint Development'' di Blok Ambalat yang Kaya Migas
- Indonesia dan Malaysia menyepakati kerja sama ekonomi dalam bentuk joint development atau pengembangan bersama untuk blok Ambalat atau Pulau Ambalat.
Hal itu disampaikan Presiden Prabowo Subianto saat memberikan keterangan resmi bersama Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (27/6/2025).
"Kita sepakat hal-hal yang masalah perbatasan yang mungkin memerlukan waktu lagi untuk menyelesaikan secara teknis, tapi prinsipnya kita sepakat untuk mencari penyelesaian yang menguntungkan kedua pihak," ujar Prabowo dilansir siaran YouTube Sekretariat Presiden.
"Contoh masalah Ambalat, kita sepakat bahwa sambil kita saling menyelesaikan masalah-masalah hukum, kita sudah ingin mulai dengan kerjasama ekonomi yang kita sebut joint development," lanjutnya.
Ia menjelaskan maksud dari joint development sebagai eksploitasi bersama-sama yang dilakukan kedua negara terhadap apa saja yang ada di kawasan perairan Ambalat.
"Apapun yang kita ketemu di laut itu, kita akan bersama-sama mengeksploitasi-nya. Jadi kita sepakat bahwa kita ini harus bekerja untuk kepentingan bangsa dan rakyat kita masing-masing," ungkap Prabowo.
Untuk diketahui, blok Ambalat terletak di laut Sulawesi atau Selat Makasar.
Wilayah ini diperkirakan mengandung kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan hingga 30 tahun ke depan.
Ambalat telah lama menjadi sengketa antara Indonesia dan Malaysia.
Sengketa ini terjadi karena klaim tumpang tindih atas penguasaan wilayah di antara dua negara.
Saling klam ini disebabkan adanya perbedaan kepentingan dan belum selesainya masalah batas-batas wilayah kelautan kedua negara.
Sengketa Indonesia-Malaysia atas Ambalat dimulai ketika kedua negara masing-masing melakukan penelitian di dasar laut untuk mengetahui landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif pada tahun 1969.
Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Blok Ambalat merupakan milik Indonesia.
Namun, pada 1979, Malaysia mengingkari perjanjian ini dengan memasukkan blok maritim Ambalat ke dalam peta wilayahnya.
Hal ini menyebabkan pemerintahan Indonesia menolak peta baru Malaysia tersebut.
Tak hanya Indonesia, peta tersebut juga diprotes oleh Filipina, Singapura, Thailand, Tiongkok, Vietnam, karena dianggap sebagai upaya atas perebutan wilayah negara lain.
Aksi sepihak Malaysia ini diikuti dengan penangkapan nelayan Indonesia pada wilayah-wilayah yang diklaim.
Berdasarkan klaim batas wilayah yang tercantum dalam peta tahun 1979 tersebut, Malaysia membagi dua blok konsesi minyak, yakni Blok Y (ND6) dan Blok Z (ND7).
Adapun Blok Y merupakan blok yang tumpang tindih dengan wilayah konsesi minyak yang diklaim Indonesia. Sementara Blok Z adalah blok yang tumpang tindih dengan wilayah yang diklaim Filipina.
Pada 16 Februari 2005, Malaysia memberikan konsesi minyak di kedua blok tersebut kepada perusahaan minyak milik Inggris dan Belanda, Shell.
Kapal-kapal patroli Malaysia pun diketahui berulang kali melintasi batas wilayah Indonesia dengan alasan area tersebut merupakan bagian dari wilayah Malaysia.
Klaim sepihak dan beragam tindakan provokasi ini berdampak pada peningkatan eskalasi hubungan kedua negara.
Akhirnya, pada tahun 2009, pemimpin kedua negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi mengambil langkah politik untuk meredakan ketegangan akibat Ambalat.
Masing-masing pihak menjelaskan landasan hukum klaim atas Ambalat.
Malaysia mengklaim Ambalat dengan menerapkan prosedur penarikan garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline) dari Pulau Sipadan dan Ligitan yang berhasil mereka rebut pada tahun 2002.
Malaysia berargumentasi bahwa tiap pulau berhak memiliki laut teritorial, zona ekonomi eksklusif dan landas kontinennya sendiri.
Namun, alasan ini ditolak pemerintah Indonesia yang menegaskan bahwa rezim penetapan batas landas kontinen mempunyai ketentuan khusus yang menyebut keberadaan pulau-pulau yang relatif kecil tidak akan diakui sebagai titik ukur landas kontinen.
Selain itu, Malaysia adalah negara pantai (coastal state) dan bukan negara kepulauan (archipelagic state) sehingga tidak bisa menarik garis pangkal dari Pulau Sipadan dan Ligitan.
Klaim Malaysia tersebut bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut atau UNCLOS 1982 yang sama-sama diratifikasi oleh Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan konvensi ini, Ambalat diakui sebagai wilayah Indonesia.
Tag: #malaysia #sepakati #kerja #sama #ekonomi #joint #development #blok #ambalat #yang #kaya #migas