



Mengapa Revisi Permendag 8/2024 Tak Kunjung Diumumkan Pemerintah ?
- Pemerintah menunda pengumuman hasil deregulasi atau revisi dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Sedianya, hasil deregulasi tersebut disampaikan dalam konferensi pers pada Rabu (25/6/2025).
Sejumlah menteri terkait sudah pun disebut akan hadir dalam konferensi pers itu.
Akan tetapi, keterangan pers akhirnya ditunda karena masih ada hal teknis yang mesti dituntaskan.
"Mohon maaf konferensi pers hari ini ditunda karena kami masih menunggu konfirmasi teknis," ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Perdagangan (Kemendag) Ni Made Kusuma Dewi saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu.
Untuk diketahui, revisi terhadap Permendag 8/2024 sebenarnya sudah lama menjadi kemauan pemerintah.
Akan tetapi, pelaksanaan revisi dipercepat setelah mendapat atensi dari Presiden Prabowo Subianto pada April 2025.
Saat itu, Presiden meminta agar aturan itu sebaiknya segera dicabut jika memang tidak menguntungkan Indonesia.
Menurut Presiden, pencabutan aturan tersebut bisa dilakukan secepatnya.
"Sekarang saya minta, Permendag 8 itu masalahnya apa, segera lapor ke saya habis ini. Kalau itu tidak menguntungkan kita secara bangsa, ya sudah cabut saja deh," ujar Prabowo dalam acara "Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta pada 8 April 2025.
Setelah mendapat arahan dari Presiden, Kemendag dan sejumlah instansi terkait sudah berkoordinasi untuk merampungkan revisi Permendag 8/2024.
Jika dihitung sejak awal April hingga akhir Juni 2025, maka proses revisi sudah memakan waktu lebih dari dua bulan.
Sebelumnya, pada awal Juni lalu, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyatakan revisi Permendag 8/2024 sebenarnya sudah selesai secara substansi.
Menurut Mendag, saat ini revisi Permendag 8/2024 hanya perlu menunggu penyelesaian dari sisi administrasi.
Ia berharap revisi tersebut dapat rampung total secepat mungkin.
"Permendag 8 sebenarnya sudah siap, sudah selesai secara substansi," ujar Budi di Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Sementara itu, dalam penjelasannya pada 8 Mei 2025, Mendag Budi mengungkapkan terdapat paket deregulasi dari Kemendag dalam revisi Permendag 8/2024.
Salah satunya mengenai kebijakan impor.
Budi memastikan perubahan aturan ini nantinya tidak akan membuat Indonesia kebanjiran produk impor, khususnya untuk komoditas terkait hasil industri padat karya, industri strategis, dan ketahanan pangan.
"Jadi ada pertimbangan, ada kriteria mana yang kita relaksasi larangan dan pembatasannya (lartas). Ada beberapa pertimbangan itu dikecualikan. Kalau yang sudah siap bersaing, kita buka pelan-pelan," jelasnya.
Sebagai informasi, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 berisi perubahan ketiga atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Permendag Nomor 8 Tahun 2024 ditandatangani pada 17 Mei 2024.
Salah satu poin penting dalam beleid tersebut adalah dihapusnya syarat pertimbangan teknis (pertek) untuk impor beberapa komoditas, seperti obat tradisional, kosmetik, alas kaki, dan pakaian jadi.
Langkah tersebut sejatinya bertujuan untuk mempercepat masuknya barang impor ke Indonesia dan memperlancar perdagangan nasional.
Setelah ada Permendag 8/2024, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat impor tekstil dan produk tekstil (TPT) meningkat hingga hampir 50 persen.
Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reny Yanita, mengatakan angka impor TPT naik 43 persen hanya berselang beberapa bulan setelah Permendag itu diresmikan.
"Terbitnya Permendag 8/2024 pada 17 Mei 2024 lalu yang merelaksasi impor TPT, menyebabkan impor TPT kembali naik pada bulan Mei 2024 menjadi 194.870 ton dari semula 136.360 ton pada April 2024," kata Reni pada 9 Juli 2024.
Setelahnya, banjir produk impor produksi tekstil juga mengalami penurunan rata-rata 70 persen.
Menurut Reni, hal tersebut karena kontrak pembelian dibatalkan oleh perusahaan yang menggunakan produk impor.
Akibatnya, pasar industri kecil menengah dan konveksi hilang, serta pabrik tekstil ditutup sehingga memicu gelombang PHK.
Ilustrasi PHKReni Yanita mengungkapkan, sedikitnya 11.000 pekerja terkena PHK setelah diterbitkannya Permendag 8/2024.
Angka tersebut terus bertambah setelah sejumlah pabrik tekstil tutup produksi pada 2025 ini.
Kepastian soal kapan terbitnya hasil revisi Permendag 8/2024 dinantikan para buruh.
Sebelumnya, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristandi menyoroti revisi yang belum juga terbit hingga akhir Mei 2025.
Padahal, Ristandi mengaku sempat mendapat informasi bahwa revisi aturan soal impor tersebut sudah rampung.
Ia menyebut revisi itu semestinya menjadi angin segar bagi industri dan buruh karena menjanjikan pembatasan impor yang lebih ketat.
“Pertama dalam rangka untuk mengetatkan importasi barang-barang dari luar negeri, Presiden menyatakan akan merevisi Permendag Nomor 8/2024. Sampai hari ini, belum juga (selesai),” ujar Ristandi dalam konferensi pers daring, Jumat (30/5/2025).
“Padahal dalam proses pekerjaan beberapa waktu lalu saya mendapatkan informasi, revisinya sudah jadi dan menurut informasi itu bagus untuk melindungi dunia industri dalam negeri kita. Tapi kemudian sampai hari ini belum juga diteken revisi Permendag Nomor 8,” jelasnya.
Ia mengingatkan pentingnya percepatan penerbitan revisi. Sebab, saat ini produk impor masih membanjiri pasar domestik dan menekan industri dalam negeri.
Banyak produsen kalah bersaing dan terpaksa menutup usaha. Kondisi ini memicu PHK yang jumlahnya terus meningkat.
Tag: #mengapa #revisi #permendag #82024 #kunjung #diumumkan #pemerintah