



Pakar Hukum Internasional Beri Saran Pemerintah RI Banyak Belajar dari AS soal Kedaulatan
- Guru besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof. Hikmahanto Juwana menyoroti seruan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) agar Pemerintah Indonesia segera menerapkan kemasan berstandar polos (plain packaging) bagi seluruh produk tembakau dan nikotin sebelum dilepas ke pasaran.
"Indonesia berada dalam tekanan dari berbagai pihak agar mengadopsi ketentuan-ketentuan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) ke dalam kebijakan domestik, termasuk melalui regulasi turunan UU 17/2023 tentang Kesehatan, yakni PP 28/2024, dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang salah satunya mengusulkan kebijakan kemasan polos tanpa identitas merek bagi produk rokok," terang Hikmahanto, Selasa (3/6).
Hikmahanto mencontohkan pendekatan berbeda yang dilakukan Amerika Serikat (AS) sebagai negara yang selektif dalam merespons perjanjian internasional. Walaupun ikut aktif dalam pembentukan berbagai konvensi global, AS kerap menolak untuk meratifikasi jika dirasa tidak sejalan dengan kepentingan nasionalnya.
"Indonesia harus seperti Amerika Serikat yang tahu betul apa arti dari suatu kedaulatan. Kalau misalnya kepentingan nasional kita terganggu dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat secara internasional, kita akan mengatakan kita tidak akan ikut dalam perjanjian tersebut," tegas Hikmahanto.
Prof. Hikmahanto mengatakan, meskipun FCTC belum pernah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia sejak diperkenalkan pada 2002, pengaruhnya dinilai telah menyusup secara halus ke sistem hukum nasional. Sehingga memunculkan kekhawatiran terkait potensi intervensi pihak asing terhadap kebijakan dalam negeri Indonesia.
"FCTC dianggap sebagai alat tekanan global terhadap negara-negara penghasil tembakau. Indonesia, sebagai salah satu negara yang memiliki ekosistem industri tembakau yang besar dan berakar kuat dalam sejarah dan budaya, secara konsisten menolak meratifikasi perjanjian tersebut," ujar Hikmahanto.
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin), Faisol Riza, memastikan tidak akan memberlakukan kebijakan penyeragaman kemasan (plain packaging) rokok. Hal itu untuk melindungi industri rokok yang sudah memberikan sumbangan besar kepada perekonomian Indonesia melalui pajak dan cukai hasil tembakau (CHT).
"Kesepakatan berhasil dicapai usai kami berdiskusi secara langsung dengan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Dante Saksono Harbuwono. Jadi, Wamenkes dengan terbuka menerima dan sampai hari ini kita bahas, termasuk misalnya penyeragaman bungkus itu tidak akan terjadi," ungkap Faisol Riza.
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, mengkritisi potensi cacat formil dalam penyusunan PP 28/2024. Jika terbukti kebijakan itu disusun tanpa partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation), maka secara hukum peraturan itu bisa dibatalkan.
"Kalau misalnya terbukti PP 28/2024 dibuat tanpa ada partisipasi, ya berarti secara prosedur cacat. Berarti dibatalkan, secara formilnya tidak terpenuhi. Cacat. Itu kita belum bicara substansi loh," ujar Eddy Hiariej.
Sementara, Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan menyatakan, PP 28/2024 memiliki dampak ekonomi yang sangat besar, yakni mencapai Rp 182,2 triliun, dengan 1,22 juta pekerja di seluruh sektor terkait terdampak. Gappri menyoroti ketentuan di Bagian XXI PP 28/2024 tentang Pengamanan Zat Adiktif Produk Tembakau.
Beberapa pasal yang dianggap mengganggu usaha adalah Pasal 431 yang membatasi nikotin dan tar, Pasal 432 yang melarang bahan tambahan, dan Pasal 435 yang menyeragamkan desain kemasan yang berpotensi membuat pelaku usaha bangkrut. Gappri juga mencatat, kemasan rokok polos berpotensi mendorong down-trading (peralihan konsumen ke produk rokok yang lebih murah) dan peralihan ke rokok yang tidak jelas asal dan produsennya 2-3 kali lebih cepat dari sebelumnya. Permintaan produk legal juga diprediksi turun sebesar 42,09 persen.
Tag: #pakar #hukum #internasional #beri #saran #pemerintah #banyak #belajar #dari #soal #kedaulatan