Korupsi Pertamina, Pengamat Duga Ada Keterlibatan Mafia Migas yang Lakukan ''Blending'' Pertalite Jadi Pertamax
Ilustrasi SPBU Pertamina. Harga BBM nonsubsidi naik, Pertama mencapai Rp 12.900 di DKI Jakarta, Jateng, Jabar, Bali, dan DIY(WIKIMEDIA COMMONS/AKHMAD FAUZI)
12:44
25 Februari 2025

Korupsi Pertamina, Pengamat Duga Ada Keterlibatan Mafia Migas yang Lakukan ''Blending'' Pertalite Jadi Pertamax

Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan, kasus korupsi PT Pertamina Subholding diduga ada kaitannya dengan mafia migas.

Menurutnya hal itu terlihat dari modus pengoplosan (blending) produk Pertalite menjadi Pertamax yang baru-baru ini terungkap.

"Kalau lihat modus dalam pengoplosan ini sebenarnya ulah dari mafia migas. Saya dulu pernah menjadi anggota tim (penanganan) mafia migas yang bernama (almarhum) Faisal Basri. Nah kita menemukan juga modus penyimpangan itu melalui pengoplosan," ujar Fahmy saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (25/2/2025).

Ketika itu, kata Fahmy, ada modus blending Pertamax menjadi Premium.

Jika saat ini yang terjadi adalah dugaan pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax maka modus penyimpangan menjadi lebih rumit.

Terlebih kualitas dari Pertamax yang dihasilkan dari blending itu tidak sesuai dengan kualifikasi seharusnya.

"Jadi turun kualitasnya. Ini sangat merugikan bagi negara," tutur Fahmy.

Ia menyebutkan, dalam proses blending secara tidak resmi tidak ada harga patokan yang ditetapkan.

Sehingga oknum bisa menjual dengan harga yang lebih tinggi.

"Itu yang harus dibayar oleh negara, oleh APBN, sehingga merugikan APBN," lanjut Fahmi.

Ia lantas menjelaskan, mafia migas yang dimaksud diduga melibatkan unsur gabungan pengusaha dan pemangku kebijakan.

Bahkan menurutnya bisa jadi ada keterlibatan dari 'orang dalam' di Pertamina sendiri.

"Kalau dulu itu pelakunya itu markasnya ada di Petral yang di Singapura, nah sekarang ini menyebar gitu ya. Tetap ada di Pertamina, ada di Patra Niaga, itu pasti ada oknum-oknum yang terlibat dalam jaringan mafia migas tadi. Namun juga melibatkan pengambil keputusan itu," ungkap Fahmy.

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” menjadi Pertamax. Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.

“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).

“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.

Dalam perkara ini, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.

Lalu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Editor: Dian Erika Nugraheny

Tag:  #korupsi #pertamina #pengamat #duga #keterlibatan #mafia #migas #yang #lakukan #blending #pertalite #jadi #pertamax

KOMENTAR