



Strategi BNI Jaga Kinerja di Tengah Pelemahan Rupiah
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) menyatakan siap menjaga kinerja positif perusahaan dengan meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran kredit berdenominasi valuta asing (valas), di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo mengatakan, perseroan telah dan akan terus menerapkan langkah-langkah mitigasi risiko secara ketat untuk meredam dampak negatif dinamika ekonomi global.
"BNI secara berkala terus menerapkan manajemen risiko yang ketat, salah satunya dengan melakukan stress test terhadap kondisi makroekonomi termasuk pergerakan nilai tukar guna mengantisipasi agar tidak berdampak terhadap kualitas aset," kata Okki dalam pernyataannya, Kamis (10/4/2025).
Ilustrasi gedung kantor PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Di tengah fluktuasi nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini, BNI lebih berhati-hati menyalurkan kredit valas di mana kredit yang diberikan lebih ditujukan kepada debitur yang memiliki natural hedge dalam bisnis model mereka.
Terkait kondisi likuiditas valas, Okki menegaskan bahwa likuiditas dalam mata uang dollar AS masih berada pada level yang sangat memadai.
"BNI menjaga kecukupan likuiditas di atas rasio yang ditetapkan oleh regulator," ungkap dia.
Saat ini, rasio Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) valas BNI masing-masing tercatat sebesar 151,72 persen dan 135,13 persen, jauh di atas batas minimum yang ditetapkan regulator.
Sementara itu, Loan to Deposit Ratio (LDR) juga tetap berada dalam koridor yang ditetapkan perseroan.
Selain itu, BNI memiliki posisi alat likuid dalam bentuk dollar AS yang mencukupi dan dijaga pada level lebih tinggi dari risk appetite internal bank.
Dengan pengelolaan risiko yang disiplin serta posisi likuiditas yang kuat, BNI optimistis dapat menjaga stabilitas kinerja dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional di tengah kondisi pasar global yang penuh tantangan.
"Hal ini mencerminkan kesiapan BNI dalam menghadapi potensi tekanan likuiditas yang mungkin timbul akibat dinamika nilai tukar global," imbuh Okki.