BTN Bidik Aset BTN Syariah Tembus Rp 100 Triliun dalam 3 Tahun
BTN Syariah, Unit Usaha Syariah (UUS) milik PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) diperkirakan bakal menjadi pesaing utama di industri perbankan syariah nasional setelah nantinya resmi menjadi Bank Umum Syariah (BUS) sebelum tahun 2025 berakhir.
Pasalnya, BTN Syariah memiliki basis pertumbuhan bisnis yang solid dan keunikan yang tidak dimiliki UUS dan BUS lainnya.
BTN Syariah melaporkan aset mencapai Rp 58 triliun per kuartal III-2024, tumbuh 19,2 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 48 triliun.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Nixon LP Napitupulu.
Per akhir 2024, Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu mengungkapkan, aset BTN Syariah telah mencapai Rp 60 triliun.
“Kalau hitungan saya, dengan kecepatan yang sama, seharusnya (dalam waktu) tiga tahun (aset) BTN Syariah sudah (mencapai) Rp100 triliun,” ujar Nixon dalam keterangannya, Kamis (30/1/2025).
Baru-baru ini, BTN selaku induk usaha mewujudkan keseriusannya untuk mengembangkan BTN Syariah melalui pengumuman akuisisi PT Bank Victoria Syariah (BVIS).
Rencananya, BVIS akan diintegrasikan dengan BTN Syariah sebagai bagian dari proses spin-off BTN Syariah menjadi BUS, yang diharapkan dapat selesai pada semester II-2025.
Menurut Nixon, BTN Syariah memiliki potensi menjadi pemain besar di industri perbankan syariah karena ditunjang kapabilitas dan keunikannya sebagai UUS yang saat ini memimpin pasar KPR berbasis syariah di Indonesia.
Berdasarkan data BTN Syariah, saat ini pangsa pasar BTN Syariah di pasar KPR syariah di Indonesia telah mencapai lebih dari 90 persen.
“(Dengan berubah dari UUS menjadi BUS) kepercayaan masyarakat segmen syariah akan jauh lebih tinggi, karena menurut mereka, UUS itu masih setengah-setengah atau abu-abu. Kalau sudah clear, black or white, kepercayaan atau trust level-nya naik. Sehingga, biasanya yang pertama naik itu DPK (dana pihak ketiga). Hitungan kami seperti itu,” ujar Nixon.
Dari sisi pembiayaan, BTN Syariah juga turut menopang kiprah induknya di Program Tiga Juta Rumah melalui penyaluran pembiayaan rumah subsidi dengan menggunakan akad syariah. Apalagi, kata Nixon, sekitar 20 sampai 25 persen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) menginginkan akad KPR dengan skema syariah.
“Setidaknya ada dua BUMN yang bergerak di bidang perbankan syariah, karena yang mau dilayani ini besar. Jadi, tolong dilihat bahwa kuenya ini gede banget. Marketnya (BTN Syariah) tidak akan terlalu compete dengan mereka (bank-bank syariah lainnya),” tutur Nixon.
Harapan akan adanya kehadiran bank syariah baru yang berskala besar juga diutarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator industri perbankan dan keuangan.
Pada awal Januari 2025, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa perbankan syariah Indonesia saat ini masih cenderung didominasi oleh satu entitas.
“Sehingga ini tentu tidak kondusif untuk persaingan antarbank syariah sendiri maupun persaingan antara bank syariah dengan bank konvensional,” ujar Dian dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner OJK bulanan, Selasa (7/1/2025).
Oleh sebab itu, kata Dian, OJK mendorong terjadinya konsolidasi di perbankan syariah, terutama melalui aksi korporasi berupa spin-off, merger, ataupun akuisisi.
Senada dengan penilaian BTN dan OJK, pengamat perbankan melihat pasar perbankan syariah nasional memang membutuhkan pemain yang spesifik dan telah berpengalaman di bidang tersebut.
Menurut Piter Abdullah, Direktur Eksekutif Segara Research Institue, BTN Syariah memiliki kapabilitas tersebut dan paling berpengalaman.
“BTN Syariah saat ini menjadi satu-satunya pemain syariah yang fokusnya di sektor perumahan karena bertumbuh berbarengan dengan induknya. Ini menjadi bekal kuat untuk BTN Syariah melayani lebih banyak segmen masyarakat syariah ketika sudah di-spin-off menjadi BUS,” kata Piter.