



Bagaimana Nasib Raja Ampat Kini Setelah Polemik Tambang Nikel?
- Kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya belakangan menjadi sorotan publik. Ekosistem pariwisata kawasan Raja Ampat terancam dengan industri tambang nikel.
Awal mula mencuatnya isu soal Kawasan Raja Ampat berawal ketika anggota Greenpeace bersama empat pemuda asal Raja Ampat Indonesia melakukan aksi damai saat Wakil Menteri Luar Negeri, Arief Havas Oegroseno, berpidato dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference 2025 di Jakarta beberapa waktu lalu.
Aktivitas tambang nikel di beberapa pulau di Raja Ampat, di antaranya Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran disebut telah menyebabkan kerusakan ekosistem hutan yang sangat signifikan.
"Lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami di tiga pulau tersebut telah dibabat habis," ujar Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik dalam keterangannya.
Raja Ampat dengan ekosistem pesisir dan laut yang kaya menawarkan banyak jasa lingkungan yang menyediakan beragam manfaat biologis dan sosial-ekonomi yang penting. Pariwisata dan perikanan menjadi pendapatan utama sekaligus sumber makanan bagi masyarakat lokal.
Greenpeace juga mendokumentasikan bukti adanya limpasan tanah akibat aktivitas tambang yang menyebabkan sedimentasi di pesisir laut.
Hal ini berpotensi merusak terumbu karang dan ekosistem perairan di Raja Ampat, yang dikenal sebagai salah satu kawasan laut dengan biodiversitas tertinggi di dunia.
Adanya tambang nikel juga diprotes oleh Asosiasi pengusaha wisata selam Indonesia atau Indonesia Divetourism Company Association (IDCA). IDCA meminta Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto untuk mencabut izin tambang di seluruh kawasan Raja Ampat secara permanen.
Aktivitas tambang nikel yang saat ini terjadi di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya dinilai berpotensi merusak wisata bahari di Raja Ampat.
Melalui surat terbuka tersebut, IDCA prihatin dengan ancaman serius akibat aktivitas nikel yang saat ini terjadi di Raja Ampat. Lokasi tambang tersebut dinilai berada di area destinasi selam kelas dunia milik Indonesia.
"Dampak aktivitas pertambangan yang akan menghasilkan tumpukan sendiman sangat berpotensi mengintervensi kawasan perlindungan," ujar Ebram.
Ebram menyebutkan, lokasi tambang saat ini memang tidak secara langsung berada di area perlindungan. Namun, berada pada zona kawasan penyangga yang meliputi sekitar Pulau Kawe, Wayag, serta jalur migrasi satwa laut.
Potensi Ekowisata
Turis menyelam di Raja Ampat, Papua Barat Daya.Dikutip dari Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Daerah Pengelolaan Kawasan Konservasi di Perairan Kepulauan Raja Ampat, wilayah Raja Ampat terdiri dari 4.6 juta hektar lautan, 1.411 pulau kecil, pulau karang atau atol, dan beting, yang mengelilingi empat pulau utama, yaitu Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool.
Dilintasi garis khatulistiwa, Raja Ampat memiliki keanekaragaman hayati laut terkaya di Bumi. Raja Ampat dikenal sebagai ‘jantung’ Segitiga Terumbu Karang Dunia.
Keindahan Raja Ampat tak perlu diragukan. Banyak media berskala internasional telah menobatkan Raja Ampat sebagai salah satu destinasi wisata terbaik yang wajib dikunjungi.
Raja Ampat dinobatkan menjadi situs selam atau diving terbaik dunia tahun 2015 versi CNN. Raja Ampat juga mendapat predikat "Must Visit Location" atau Destinasi yang Harus Dikunjungi pada 2023 dari Lonely Planet.
Terbaru dua media internasional, The New York Times dan National Geographic pun menobatkan Raja Ampat sebagai salah satu destinasi wisata terbaik yang wajib dikunjungi.
Kepulauan Raja Ampat disebut sebagai "negeri laut ajaib" karena memiliki sekitar 500 jenis karang, lebih dari 1.000 spesies ikan karang, serta makhluk unik seperti pari manta, duyung, dan hiu zebra.
Spot snorkeling di Raja Ampat pun tersebar dan bisa dipilih oleh para turis. Dalam catatan Kompas.com, spot snorkeling di Raja Ampat yang bisa dicoba berada di Pulau Arborek, Desa Yenbuba, Desa Sawandarek, Pulau Friwen, Pulau Kri, Manta Sandy, Teluk Kabui, dan beragam spot snorkeling terbaik lainnya.
Tindaklanjut Kementerian Pariwisata
Terumbu karang di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Tak lama isu tambang nikel di Kawasan Raja Ampat mencuat, Kementerian Pariwisata kemudian langsung menindaklanjuti hal tersebut.
Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana mengingatkan setiap aktivitas industri ekstraktif di Indonesia harus mengedepankan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan.
Dengan begitu, industri ekstraktif bisa berjalan selaras dengan pembangunan pariwisata, ekologi, dan kehidupan sosial budaya masyarakat.
Hal itu disampaikan oleh Widiyanti dalam pertemuan dengan Gubernur Papua Barat Daya, Elisa Kambu, di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Rabu (4/6/2025) sekaligus menyikapi ekspansi tambang nikel di wilayah Raja Ampat, yang lokasinya relatif berdekatan dengan Kawasan Wisata UNESCO Global Geopark (UGGp) Raja Ampat.
Widiyanti mengatakan, Kementerian Pariwisata mencermati dengan serius soal tambang nikel di wilayah Raja Ampat.
Kegiatan penambangan nikel dinilai menimbulkan kekhawatiran masyarakat dan pemerhati lingkungan.
Raja Ampat sendiri adalah salah satu destinasi pariwisata prioritas Indonesia yang memegang sejumlah status selain UGGp termasuk Kawasan Konservasi Perairan Nasional dan Pusat Terumbu Karang Dunia.
“Setiap kegiatan pembangunan di kawasan ini (Raja Ampat) harus berpijak pada prinsip kehati-hatian, menghormati ekosistem, serta keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian,” kata Widiyanti dalam siaran pers, Rabu (4/5/2025) malam.
Widiyanti mengatakan, Kementerian Pariwisata berkomitmen menjadikan Raja Ampat sebagai simbol pariwisata berkualitas yang berbasis konservasi, edukasi, masyarakat, kualitas, dan keberlanjutan.
Untuk itu, Widiyanti mendukung adanya evaluasi menyeluruh terhadap izin-izin pertambangan di wilayah sensitif, terutama yang bersinggungan dengan destinasi wisata konservasi.
Kementerian Pariwisata juga mendukung pendekatan whole of government dalam penyelarasan kebijakan antara sektor pariwisata, lingkungan hidup, energi, dan mineral.
Beberapa hari kemudian, pemerintah menghentikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat yakni PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond, dan PT Nurham. Sementara itu, IUP untuk PT Gag tidak dicabut.
Simbol Komitmen Keberlajutan
Spot snorkeling di Pulau Arborek.
Widiyanti dalam keterangan terbarunya, mengimbau untuk menjadikan Raja Ampat bukan hanya sekadar tempat yang indah untuk dikunjungi, tetapi juga sebagai simbol komitmen Indonesia terhadap keberlanjutan.
"Mari kita jadikan Raja Ampat bukan sekadar tempat indah yang dikunjungi, tetapi simbol komitmen Indonesia terhadap keberlanjutan," kata Widi melalui video yang diunggah di akun Instagram pribadinya @widi.wardhana, dikutip Rabu (11/6/2025).
Sebab, sambung Widi, membangun pariwisata bukan hanya soal mendatangkan wisatawan, tetap juga soal melindungi kehidupan alam dan manusianya untuk hari ini dan masa depan.
Pernyataan tersebut disampaikan Widiyanti saat merespon pencabutan empat izin usaha tambang di kawasan Raja Ampat oleh pemerintah terhitung mulai Selasa (10/6/2025).
"Raja Ampat adalah mahakarya alam yang tak tergantikan. Sebagai destinasi pariwisata prioritas UNESCO Global Geopark, Kawasan ini bukan hanya kebanggaan nasional, tetapi juga tangung jawab kita bersama untuk menjaganya tetap lestari," ujar Widi.
Kementerian Pariwisata, kata Widi, juga menyambut baik langkah pengawasan dan evaluasi yang telah dilakukan oleh kementeran ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan terhadap kawasan Raja Ampat.
Ini membuktikan, sambungnya, pemerintah punya satu suara dalam menjaga Raja Ampat sebagai kawasan yang rentan tetapi luar biasa berharga.
"Kami juga telah mengusulkan pembentukan tim lintas kementerian untuk menyusun master plan terpadu Raja Ampat yang berorientasi pada pariwisata berkualitas dan berkelanjutan," ujarnya.
Masterplan ini, lanjut Widi, menekankan pada prinsip keterpaduan ekologi, sosio kultural, dan skala ekonomi.
Tag: #bagaimana #nasib #raja #ampat #kini #setelah #polemik #tambang #nikel