Sajak Siklon
ILUSTRASI. (BUDIONO/JAWA POS)
11:48
29 September 2024

Sajak Siklon

Siklon

/mata badai/

kaulah bumi sol, saat tanganku mengeruk

lumpur, sisa langit pucat menurunkan lagi:

hujan malam perjumpaan - sekejap

nanah tanah kucium kembali

 

aku tercipta

dari separo Agustus dan separo September

borok di kening dan lutut, kehijauan

begonia di bawah kursi ayun kayu, rompang

ingatan dan mimpi pingsan

selalu berubah - mengubah - letak segalanya;

tak teraba bintang dari kamarku, tak terkira

jaraknya - langit sependek pandangan

cuma cermin batin kedangkalanku, jiwa

yang pernah memasukinya

kini terkenang pada sumur marmar

 

anjing dan sang pemburu

telah bergentayangan miliaran tahun di sana

tapi jutaan kali melebihi letak bulan, kubayangkan

rumah tempat menuai bahagia; saat bintang

meledak, cahaya berpangkasan dari lengannya

angkasa hitam oleh hitam darahnya

dan cintaku berbayangan dalam genangannya

 

yang seharusnya kaulihat -

urat yang kulihat dari kedalaman, temali merah

menyerap sariakanan, dan para iblis mencintainya

sambil melamunkan neraka padam

 

dan planet-planet terjala di dalamnya

seperti telur majir

bahasaku pun menjelma: ruang kekosongannya

ruang arsenik, inikah

makam kosmik terluas sejagat

inikah tujuan terakhir - stasiun kereta cepat

yang belum dibangun itu?

Siapa pun menitipkan sesuatu di sana: lagu

dan cincin, pertemuan dalam siklus

yang sejak mula purba

 

tapi aku melupakan puisi yang menjatuhkanku

ke jagat ini, yang menjatuhkanku sendiri

menanggung demam planet-planet

 

/dinding badai/

 

kau bumi tunggal, tempat angin berpeluk angin

aku terlahir dari dinding dan air mata

hanya pintu puisi terbuka buatku - hanya

kegelisahanku sendiri, menenun kain

dengan benang abu, pembakaran

suratku di darat dan lautmu, riak

air dan angin bisu jadi saksinya

 

kaulah

 

isyarat gempa, wahai bibit bencana

siapakah tuan rumahmu, mengapa mesti duka

dan luka hati buah tanganmu

-

 

/mata angin/

 

dalam coreng-moreng cat air kelabu batu

di kertas itu kaukuaskan lingkaran putih tak

sempurna menyerupai yinyang ujung lancipnya

mencuat tak patuh seperti rambut ijuk tahunan

menyapu latar rumah bermakadam - terus

menggeretnya searah dan tak searah jarum jam

- aku, bocah kecil, sabar menunggu dunia

separo jadi ini

 

 

2024

---

NANDA ALIFYA RAHMAH, alumnus Sastra Indonesia Universitas Airlangga. Menulis puisi dan esai. Aktif berkegiatan di FS3LP. Antologi puisi terbarunya, Yang Tersisa dari Amuk Api, terbit 2020.

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #sajak #siklon

KOMENTAR