



PT LIB Wajib Tahu! Tangan Dingin Eks Barcelona Bangkitkan Liga Kamboja
Kompetisi Kamboja Premier League atau Liga Kamboja tengah jadi sorotan publik sepak bola Indonesia.
Hal ini lantaran Liga Kamboja disebut memiliki level kompetisi yang lebih baik dibanding Liga 1 Indonesia.
Tertinggalnya level Liga 1 dibanding Liga Kamboja tak lepas dari prestasi klub-klub Indonesia di kompetisi kontinental.
Merujuk pada data peringkat liga di kawasan ASEAN, Liga 1 saat ini berada di posisi keenam dengan 18.653 poin.
Peringkat pertama masih dipegang oleh Thailand (54.873), disusul Malaysia (40.039), Vietnam (35.038), Singapura (29.405), dan Kamboja (19.562).
Kebangkitan Liga Kamboja dengan sudut pandang prestasi klub mereka di level kontinental tak lepas dari peran CEO Liga Kamboja, Satoshi Saito.
Pada wawancara dengan Cambodia Investment Review, tiga tahun lalu, Saito mengatakan bahwa ia tengah mengumpulkan uang 3 juta dollar AS dalam bentuk sponsor untuk meningkatkan kualitas Liga Kamboja.

"Meskipun tidak ada angka pasti apakah kita bisa mendapatkan 3 juta dollar AS itu, namun dengan nilai itu akan lebih banyak uang yang akan kembali ke klub dengan demikian gaji didapat pemain lebih tinggi dan membuat pemain berkualitas bermain di Liga Kamboja," jelas Sato.
Dijelaskan oleh Saito bahwa saat ia menjadi CEO Liga Kamboja, kompetisi di negara itu tengah transisi dari kompetisi amatir bergaya Soviet menjadi semi profesional dan profesional.
Peralihan ini memunculkan klub-klub baru yang disponsori entitas swasta seperti Phnom Penh Crown dan Visakha FC berhadapan klub konvensional yang dikelola negara seperti National Police FC dan Électricité du Cambodge FC.
Di era awal menuju kompetisi semi profesional dan profesional, perusahaan swasta seperti Prince, SMART, dan Cambodian Airways mulai mengucurkan investasi, entah untuk pembangunan stadion atau kepemilikan klub.
Kehadiran entitas swasta ini tentu berdampak positif untuk klub di Kamboja, utamanya dalam sisi pengelolaan keuangan. Untuk informasi pada 2021, satu klub di Kamboja membutuhkan dana operasional semusim di angka 500 ribu dollar AS.
Sato sebagai CEO kemudian putar otak bagaimana perusahaan swasta ini memiliki rencana jangka panjang di Liga Kamboja.
Sato yang pernah menjadi pegawai di klub raksasa LaLiga, Barcelona kemudian mengincar hak siar TV. Sato mengatakan bahwa ia banyak belajar soal hak siar pertandingan ini dari Liga Jepang hingga Premier League.
Sato di Barcelona yang menjadi manajer marketing internasional mulai menerapkan ilmu yang punya di klub Catalan itu untuk pengembangan Liga Kamboja.
"Saya awalnya bekerja di Barcelona pada awal 2000-an, ketika tim-tim di Eropa mulai menyadari besarnya potensi pasar di Asia," ucapnya.
![Ada Pemikiran Brilian Eks Barcelona di Balik Meroketnya Liga Kamboja [Tangkap layar Youtube]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/04/20/91477-satoshi-saito.jpg)
Langkah berani dan besar kemudian diambil Sato saat menjadi CEO Liga Kamboja. Kompetisi di negara itu dibagi menjadi dua tingkat, dengan 8 tim di divisi teratas dan 12 klub di divisi kedua.
Sebelumnya di era awal 2000-an hingga 2021, klub yang berkompetisi di Liga Kamboja sebanyak 13 tim.
Untuk bermain di kompetisi utama dan divisi kedua, Sato pun menerapkan aturan ketat, utamanya sistem penilaian yang tak boleh kurang dari 70.
"Klub harus mencapai skor dasar 70, yang dinilai berdasarkan berbagai kriteria, seperti status hukum, solvabilitas keuangan, infrastruktur serta kualitas stadion," jelas Sato.
Meski begitu masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki kata Sato. Salah satunya mayoritas stadion di Kamboja kekurangan lampu sorot.
Hal ini membuat pertandingan Liga Kamboja mayoritas dihelat pada siang hari yang terik. Sato berjanji bahwa hal itu di kemudian hari akan menjadi salah satu prasyarat untuk klub-klub di Kamboja.
Tag: #wajib #tahu #tangan #dingin #barcelona #bangkitkan #liga #kamboja