Warga Jogja Punya Tradisi Upacara Sekaten untuk Peringati Maulid Nabi Muhammad, Begini Sejarah dan Maknanya
Gunungan dalam Grebeg Maulud sebagai bagian upacara Sekaten di Jogjakarta. (Wikimedia)
06:39
13 September 2024

Warga Jogja Punya Tradisi Upacara Sekaten untuk Peringati Maulid Nabi Muhammad, Begini Sejarah dan Maknanya

 

– Upacara Sekaten merupakan sebuah tradisi masyarakat yang berkembang di wilayah Jogjakarta untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Sekaten biasa dilaksanakan satu tahun sekali pada bulan Rabiul awal, mulai dari tanggal 5 hingga 11 Rabiul Awal dalam kalender Jawa.

Puncak upacara Sekaten digelar tepat pada tanggal kelahiran Nabi Muhammad, yaitu 12 Rabiul Awal dengan menyelenggarakan Grebeg Maulud.

Sejarah Sekaten

Mengutip laman Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) Provinsi DIJ dan Researchgate, Sekaten awalnya merupakan salah satu media penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dengan menggunakan kesenian gamelan.

Mengutip artikel DPAD Yogyakarta yang ditulis oleh Ernawati Purwaningsih, penyebaran agama Islam di Pulau Jawa saat itu digencarkan oleh para Walisongo.

Walisongo menyebarkan Islam melalui pendekatan budaya serta kesenian yang digemari oleh masyarakat pada saat itu.

Salah satunya juga dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga membuat seperangkat gamelan yang diberi nama Kyai Sekati dan digunakan untuk memeriahkan peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Seperangkat gamelan tersebut diletakkan di halaman Masjid Demak dan dibunyikan, sehingga menarik masyarakat dari segala penjuru.

Hal ini menyebabkan banyak warga berkumpul untuk menyaksikan pertunjukkan gamelan. Kesempatan itu kemudian dimanfaatkan oleh para wali untuk berdakwah menyampaikan ajaran Islam.

 

Makna Sekaten 

Sekaten berasal dari kata ‘sekati’ yang diambil dari nama seperangkat gamelan yang dibuat oleh Sunan Kalijaga.

Sekati juga memiliki arti senang hati. Sedangkan, beberapa berpendapat bahwa Sekaten berasal dari kata ‘sesek ati’.

Makna dalam sekaten dapat dilihat pada semua unsur yang terlibat. Misalnya pada seperangkat gamelan pusaka keraton bernama Guntur Madu yang dimainkan pada upacara dan melambangkan turunya wahyu.

Beberapa unsur lain seperti gamelan Nogowilogo, memiliki makna kemenangan dalam peperangan. Sedangkan gending Yaumi memiliki makna hari yang berarti hari kelahiran Nabi Muhammad.

Gunungan yang nantinya akan dibagikan kepada masyarakat juga memiliki makna ungkapan rasa syukur kepada Tuhan.

Gunungan tersebut berisi berbagai macam makanan dan hasil bumi seperti telur, kacang panjang, cabai merah, dan kue ketan. Diletakkan pada nampan dan dikelilingi 12 nasi tumpeng untuk menggambarkan sebuah gunung.

Isian gunungan yang beragam tersebut merupakan simbol dari kehidupan rohani dan duniawi, di mana Tuhan sebagai penguasa tunggal alam semesta.

Gunungan pada Grebeg Maulud juga melambangkan kesuburan, kemakmuran dan kehidupan.

Editor: Bayu Putra

Tag:  #warga #jogja #punya #tradisi #upacarasekatenuntuk #peringati #maulid #nabi #muhammad #begini #sejarah #maknanya

KOMENTAR