Israel-Hamas Berdamai, JK: Semestinya Sudah Dilakukan Sejak Dulu Secara Permanen
Setelah berbulan-bulan perundingan yang menemui jalan buntu, secercah harapan kini muncul dari Doha. Gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza dilaporkan mencapai kesepakatan.
Para perunding menyelesaikan rincian terakhir, menyegel kesepakatan bersama.
Menyikapi perkembangan ini, Jusuf Kalla (JK), Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, memberikan pandangannya di sela-sela acara penutupan Retret Pemikiran London untuk Minoritas Muslim di Inggris.
JK menyebut bahwa langkah ini merupakan angin segar bagi kemanusiaan yang semestinya dilakukan sejak lama.
“Semestinya gencatan senjata ini sudah dilaksanakan beberapa waktu yang lalu secara permanen. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” ujar JK, Rabu (15/1/2025).
Menurut JK, gencatan senjata adalah pintu masuk menuju penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia.
Ia menekankan bahwa nilai-nilai kemanusiaan seharusnya menjadi dasar dalam menyelesaikan konflik, bukan kepentingan politik semata.
“Apapun yang dilakukan, semua kembali ke masalah nilai-nilai kemanusiaan,” tambahnya.
Gaza: Potret Buram Kemanusiaan
Dalam pernyataannya, JK juga menyampaikan keprihatinannya terhadap situasi di Gaza, yang menurutnya adalah potret buram nilai-nilai kemanusiaan.
Konflik berkepanjangan ini, lanjutnya, telah menciptakan luka mendalam yang sulit disembuhkan, terutama bagi rakyat Palestina yang menghadapi kekerasan setiap hari.
“Apa yang terjadi di Gaza adalah genosida yang nyata terhadap bangsa Palestina. Dunia harus bersatu untuk menghentikan ini,” tegasnya.
Pada pertengahan Juli 2024, JK bersama tim kecilnya sempat bertemu dengan Ismail Haniyeh, pemimpin politik Hamas, untuk membahas solusi atas konflik yang semakin memanas pasca serangan 7 Oktober 2023.
Sayangnya, perundingan itu terhenti setelah Haniyeh terbunuh dalam serangan di Teheran pada 30 Juli 2024.
Namun, tragedi ini tidak menyurutkan langkah JK dan timnya. Dalam upaya memediasi konflik, mereka tetap melanjutkan dialog dengan kelompok Hamas dan Fatah, termasuk saat pemakaman Haniyeh di Doha pada 2 Agustus 2024.
JK berupaya menggalang persatuan di antara faksi-faksi Palestina sebagai kunci untuk menghadapi perundingan dengan Israel secara lebih solid.
Harapan Baru
Dengan tercapainya kesepakatan gencatan senjata ini, banyak pihak berharap ini menjadi langkah awal menuju perdamaian berkelanjutan di wilayah yang sudah lama dirundung konflik tersebut.
Doha, sebagai lokasi perundingan, menjadi saksi bisu upaya panjang yang penuh liku-liku.
Bagi JK, perdamaian bukan hanya sekadar mengakhiri pertumpahan darah, tetapi juga menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
“Kita harus memikirkan dampak jangka panjang. Perdamaian harus memberi ruang bagi pembangunan dan pemulihan,” ujar JK dengan nada optimis.
Sementara itu, situasi di Gaza tetap memprihatinkan. Blokade yang diberlakukan selama bertahun-tahun telah menghancurkan perekonomian, menghentikan akses kesehatan, dan memaksa jutaan warga hidup dalam ketidakpastian.
Gencatan senjata ini, jika benar-benar terealisasi, dapat menjadi awal dari pemulihan yang sangat dinanti-nantikan.
Mengakhiri Siklus Kekerasan
Banyak pihak internasional, termasuk PBB dan negara-negara di Timur Tengah, menyambut baik perkembangan ini. Namun, mereka juga mengingatkan bahwa gencatan senjata hanyalah langkah awal.
Perdamaian sejati membutuhkan komitmen kuat dari semua pihak, termasuk penghentian blokade, rekonstruksi Gaza, dan penghormatan terhadap hak-hak warga Palestina.
“Mengakhiri siklus kekerasan tidak mudah, tetapi ini adalah tanggung jawab bersama. Dunia harus mendukung,” pungkas JK.
Dengan tercapainya gencatan senjata, dunia berharap bahwa tahun 2025 akan menjadi titik balik bagi konflik Israel-Palestina.
Tidak hanya untuk meredakan ketegangan, tetapi juga untuk membangun masa depan yang lebih cerah bagi kedua bangsa yang selama ini terbelenggu oleh perang.
Tag: #israel #hamas #berdamai #semestinya #sudah #dilakukan #sejak #dulu #secara #permanen