Pemulangan Nelayan yang Ditangkap di LN Sulit dan Berbelit karena Tumpang Tindih Aturan
Peraturan dan undang-undang yang saat ini berlaku memberikan kewenangan pendekatan hukum di laut kepada beberapa instansi.
Akibatnya, sisi penganggaran maupun pelaksanaan operasi bisa menumpuk di satu tempat saja.
Dalam proses pemeriksaan di laut, pengguna laut bisa berkali-kali diperiksa oleh berbagai instansi.
Sehingga menurutnya satu-satunya solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan membentuk satu-satunya lembaga yang menjalankan tugas dan fungsi Coast Guard di Indonesia.
Untuk itu, ia mengungkapkan pihaknya akan mengajukan draf RUU Keamanan Laut ke DPR.
Dalam RUU tersebut nantinya Bakamla akan menjadi satu-satunya lembaga yang menjalankan fungsi Coast Guard di Indonesia.
Ini mengingat saat ini aturan terkait Bakamla masih melekat pada Undang-Undang nomor 32 tentang Kelautan dan Undang-Undang nomor 17 tentang pelayaran yang kini sudah revisi menjadi Undang-Undang nomor 66.
Menurut Irvansyah bila undang-undang belum mendukung, maka semua pihak bisa sama-sama membantu agar Bakamla RI menjadi satu-satunya lembaga yang menjalankan fungsi Coast Guard di laut.
Hal itu disampaikannya usai Upacara HUT Ke-19 Bakamla RI di Tugu Proklamasi Jakarta Pusat pada Selasa (14/1/2025).
"Ini contohnya di masalah terakhir yang saya kerjakan pemulangan nelayan yang ditangkap di luar negeri. Ini tugas siapa?"
"Kadang-kadang pulangnya lewat laut. Kita sudah beberapa kali menjemput. Ini bukan karena tugas pokok kami Bakamla RI, tapi karena hati nurani, karena ini kita tanggung jawab moral," ungkap dia.
"Bahwa mereka saudara-saudara kita yang mencari makan, lama di negeri orang, anak istri siapa yang kasih makan? Kita jemput di laut, dulu di Malaysia kita jemput, kemarin di Australia kita jemput juga."
"Ini kita cover dengan kegiatan latihan bersama, kunjungan kapal, jadi sambil menjemput para saudara-saudara kita dan lain-lain yang punya masalah di luar negeri," lanjutnya.
Menurutnya selama ini, pihak negara lain juga tampak bingung dengan instansi mana di Indonesia yang berwenang dengan persoalan itu.
Hal itu, kata dia, tercermin dari bagaimana mereka menyurati pemerintah.
"Nah seperti ini, mereka bersurat ke Indonesia semua ditujukan suratnya Menlu dikirimi surat, kepada Menlu, Panglima TNI, Kabakamla, Menteri KKP, bingung. Ini kelihatan sekali bingungnya yang kirimi suratnya, itu nggak langsung ke saya gitu, langsung enak," kata Irvansyah.
Tercatat, pada Minggu (11/8/2024) lalu personel Bakamla RI di KN Tanjung Datu-301 menyerahkan delapan nelayan Indonesia yang telah dibebaskan pihak Malaysia kepada Pemerintah Kabupaten Natuna khususnya aparatur pemerintahan daerah di Kecamatan Subi.
Serah terima tersebut dilakukan pada koordinat 02°58.433' N / 108°59.218' E pada pukul 17.50 LT di perairan Subi pada Minggu (11/8/2024).
Nelayan Indonesia tersebut ditangkap Petugas Marine Police Malaysia saat memancing di perairan Malaysia Timur pada 16 April 2024.
Hal itu disebut karena kurangnya pengetahuan nelayan Indonesia akan batas-batas perairan antar negara.
Penjemputan dan penyerahan nelayan itu dipimpin langsung Komandan KN Tanjung Datu-301 Kolonel Bakamla Rudi Endratmoko S.E., M.M., M.Tr.Opsla.
Serah terima dimulai pukul 17.55 LT.
Tag: #pemulangan #nelayan #yang #ditangkap #sulit #berbelit #karena #tumpang #tindih #aturan