Mahfud MD Bicara Tuntutan Bebas Jaksa kepada Supriyani, Anggap Tak Ada yang Salah: Sudah Biasa
Kolase foto eks Menko Polhukam Mahfud MD (kiri) dan guru Supriyani (kanan). Mahfud MD menganggap tak ada yang salah dari tuntutan bebas jaksa kepada Supriyani. 
10:12
14 November 2024

Mahfud MD Bicara Tuntutan Bebas Jaksa kepada Supriyani, Anggap Tak Ada yang Salah: Sudah Biasa

- Eks Menko Polhukam, Mahfud MD buka suara soal kasus guru Supriyani

Mahfud MD menyebut tak ada yang aneh dari tuntuan bebas Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada guru honorer di Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) itu. 

Menurut Mahfud, sebelumnya ada banyak kasus serupa, di mana pelaku tindak pidana tidak dihukum meski terbukti melakukan kejahatan. 

Adapun dalam kasus Supriyani ini, JPU memberikan tuntutan bebas karena sang guru dianggap tak memiliki niatan jahat saat memukul D yang merupakan anak Aipda WH. 

Kendati demikian, JPU tetap meyakini Supriyani melakukan pemukulan terhadap korban.

"Dalam hukum pidana ada banyak kasus dan banyak peristiwa di mana orang yang melakukan tindak pidana tidak harus dihukum meski terbukti, kalau tidak ada mens rea-nya," ucap Mahfud, dalam kanal YouTube-nya, Rabu (13/11/2024).

"Oleh sebab itu, dalam hukum pidana ada alasan pemaaf. Anda mau ditusuk orang lalu Anda tusuk duluan, enggak bisa dihukum."

Mahfud menganggap tak ada yang perlu dipermasalahkan dari tuntutan bebas Supriyani


Menurutnya, tuntutan tersebut hanya berkaitan dengan budaya di Indonesia.

"Enggak ada masalah di situ, sudah biasa kayak gitu. Saya kira benar tuntutan jaksa, karena itu berkaitan dengan budaya," ujar Mahfud. 

"Budaya kita kan guru memukul murid, benar atau tidak, masa gurunya mau dihukum?"

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu lantas menyinggung budaya pendidikan di Indonesia. 

Ia menilai, saat ini banyak orangtua siswa yang tak terima saat anaknya ditegur oleh guru.

"Saya tidak bisa bayangkan, sekarang ini orangtua murid banyak sekali kalau anaknya dimarahi guru, gurunya yang diserang, gurunya yang dihina, apalagi kalau di swasta," jelas Mahfud.

"Lalu yang guru itu disuruh dipecat oleh ketua yayasan. Kalau PNS, katanya pelanggaran HAM, pelanggaran Undang-undang Perlindungan Anak."

Budaya tersebut, kata Mahfud, berbanding terbalik dengan masa sekolahnya dulu. 

Mahfud menceritakan, siswa dipukul atau ditegur oleh guru merupakan hal yang biasa saat itu.

"Loh saya waktu sekolah tahun 60-70an, kalau saya dipukul oleh guru karena saya melakukan kesalahan, orangtua saya malah senang," paparnya. 

"Kalau saya lapor malah dimarahi, didatangi gurunya dibilang 'Pukul lagi aja, terima kasih sudah memukul anak saya, sudah mendidik'."

"Sekarang malah orangtuanya datang, gurunya yang diamuk," tandas Mahfud. 

Tuntutan Jaksa kepada Supriyani Dianggap Aneh 

Berbeda dari Mahfud, pakar psikologi forensik Reza Indragiri justru menganggap janggal tuntutan bebas jaksa kepada Supriyani.

Reza menilai tuntutan bebas tersebut justru merugikan sang guru.

Pasalnya, Supriyani sudah membantah segala tuduhan yang dilayangkan jaksa dalam persidangan. 

"Pada satu sisi, redaksional tuntutan jaksa mencerminkan cara pandang bahwa 'actus non facit reum nisi mens sit rea' yaitu perbuatan seseorang tidak membuatnya bersalah kecuali jika terbukti adanya niat jahat."

"Pada sisi lain, terbukti atau tidaknya niat terdakwa, ia jelas akan merasa dirugikan. Pasalnya, di persidangan terdakwa bersikukuh tidak melakukan perbuatan memukul sebagaimana dituduhkan jaksa," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (12/11/2024).

Guru Supriyani di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin (11/11/2024). Guru Supriyani di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin (11/11/2024). (TribunnewsSultra.com/ La Ode Ari)

Reza juga menyoroti pernyataan jaksa yang menyebut Supriyani tak memiliki niat jahat saat memukul korban. 

Menurutnya, pernyataan tersebut juga merugikan Supriyani karena sang guru dianggap benar-benar memukul anak Aipda WH. 

"Artinya, pada dasarnya, jika dikenai hukuman, maka hukumannya adalah yang terberat. Beruntung bahwa 'mendidik' dijadikan jaksa sebagai alasan pembenar atas pemukulan tersebut," tuturnya.

"Pertanyaannya, apa tindak tanduk si anak yang ditafsirkan terdakwa sebagai bentuk kenakalan? Dan apakah kenakalannya itu, kalau ada, memang layak untuk diganjar dengan hukuman berupa pukulan?"

Pernyataan senada turut diungkap kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan. 

Andri menganggap pembacaan tuntutan oleh jaksa belum jelas karena alasannya tidak masuk dalam alasan pembenar maupun pemaaf. 

"JPU menuntut bebas, tetapi memang dia menyatakan ada perbuatan, tetapi tidak mens rea, ini menurut kami sesuatu yang aneh," kata Andri, dikutip dari TribunnewsSultra. 

Karena itu, kubu Supriyani akan tetap melanjutkan persidangan pada Kamis (14/11/2024). 

Sidang beragendakan pembacaan pledoi atau nota pembelaan terkait kasus yang membelit Supriyani.

Pledoi ini menjadi upaya terakhir Supriyani untuk mempertahankan hak hukum yang dimilikinya sebelum hakim menjatuhkan vonis. 

"Untuk besok pledoi, kami sudah siap. (Tebal pledoi) 188 halaman, judulnya 'Orang Susah Harus Salah'," ucap Andri, Rabu. 

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra dengan judul "Meski Guru Supriyani Dituntut Bebas, Kuasa Hukum Andri Darmawan Kritik Jaksa Soal Penuntutan"

(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Yohannes Liestyo P, TribunnesSultra/Aprilian Suriyanti/Laode Ari)

Editor: Sri Juliati

Tag:  #mahfud #bicara #tuntutan #bebas #jaksa #kepada #supriyani #anggap #yang #salahsudah #biasa

KOMENTAR