Kasus Korupsi APD Covid-19, Dirut PT EKI Satrio Gugat Praperadilan Usai Jadi Tersangka & Ditahan KPK
Ilustrasi - Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo menggugat status tersangka KPK atas kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Kemenkes dengan sumber Dana Siap Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2020. 
11:07
29 Oktober 2024

Kasus Korupsi APD Covid-19, Dirut PT EKI Satrio Gugat Praperadilan Usai Jadi Tersangka & Ditahan KPK

- Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo menggugat status tersangka KPK atas kasus dugaan korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Kemenkes dengan sumber Dana Siap Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2020.

Ia telah mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/10/2024) dan sudah teregister dengan nomor perkara 108/Pid.Pra/2024/PN JKT. Sel.

Adapun KPK telah menahan Satrio Wibowo dalam kasus tersebut.

KPK menyatakan siap untuk menghadapi proses praperadilan yang diajukan Satrio Wibowo.

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto memastikan penetapan tersangka terhadap Satrio Wibowo sudah sesuai koridor hukum.

"KPK mempersilakan tersangka untuk mengajukan permohonan praperadilan sesuai hak yang diberikan oleh aturan hukum yang berlaku," kata Tessa dalam keterangannya, Selasa (29/10/2024).

"Kami melalui Biro Hukum KPK akan menghadapi dan mengawal proses persidangannya," imbuhnya.


KPK telah menahan dua tersangka kasus korupsi pengadaan APD Covid-19 yang menggunakan dana siap pakai BNPB pada 3 Oktober. 

Mereka adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemenkes Budi Sylvana dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia Satrio Wibowo.

Sementara satu tersangka lainnya, Ahmad Taufik selaku Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) karena kondisi kesehatannya. Dia baru saja menjalani operasi.

Konstruksi Perkara

Pada Maret 2020, Shin Dong Keun selaku Direktur Utama PT Yonsin Jaya, perusahaan yang mewakili para produsen APD, menunjuk PT Permana Putra Mandiri sebagai distributor resmi APD selama dua tahun. 

PT GA Indonesia selaku produsen APD juga menunjuk PT Permana Putra Mandiri sebagai distributor resmi APD selama dua tahun.
 
Pada 20 Maret 2020, Kemenkes melalui Pusat Krisis Kesehatan pada awal Covid-19 membeli APD sebanyak 10.000 pasang dari PT Permana Putra Mandiri, dengan harga Rp 379.500 per set.

"Kemudian pada 21 Maret 2020, TNI atas perintah kepala BNPB pada saat itu, mengambil APD dari produsen APD milik PT PPM di Kawasan Berikat, dan langsung mendistribusikan ke 10 provinsi, dengan tidak dilengkapi dokumentasi, bukti pendukung, dan surat pemesanan," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (3/10/2024).

Pada 22 Maret 2020, Shin Dong Keun dan Satrio Wibowo selaku Dirut PT Energi Kita Indonesia menandatangani kontrak kesepakatan sebagai authorized seller APD sebanyak 500 ribu per set dengan nilai tergantung nilai tukar dolar saat pemesanan.

"Pada 23 Maret 2020, PT PPM dan PT EKI menandatangani kontrak kerja sama distribusi APD, dengan margin 18,5 persen diberikan kepada PT PPM," kata Asep.
 
Pada 24 Maret 2020, dalam rapat, Harmensyah selaku KPA BNPB melakukan negosiasi harga APD dengan Satrio Wibowo, agar diturunkan dari harga 60 dolar AS menjadi 50 dolar AS. Penawaran tersebut tidak mengacu pada harga APD (merek yang sama) yang dibeli oleh Kemenkes sebelumnya, yaitu sebesar Rp 370.000. Dalam rapat juga disimpulkan PT Permana Putra Mandiri akan menagih pembayaran atas 170.000 set APD yang didistribusikan TNI dengan harga 50 dolar AS per set (sekira Rp 700.000).
 
Pada tanggal 25 Maret 2020, PT Energi Kita Indonesia dan PT Yonsin Jaya melakukan pemesanan 500.000 set APD dengan menyerahkan giro Rp 113 miliar bertanggal 30 Maret 2020. 

Dokumen kepabeanan dan dokumen lain sengaja menggunakan data PT Permana Putra Mandiri karena PT Energi Kita Indonesia tidak mempunyai izin penyaluran alat kesehatan, tidak memiliki gudang, dan non-PKP.

Pada 27 Maret 2020, Satrio Wibowo menghubungi kepala BNPB pada saat itu, di antaranya untuk segera dilakukan pembayaran terhadap 170.000 APD yang diambil TNI, dan meminta diberikan SPK dari BNPB agar sesuai dengan pengamanan raw material dari Korea.

"Pembayaran pertama sebesar Rp 10 miliar dilakukan pada 27 Maret 2020 dari bendahara BNPB kepada rekening BNI PT PPM, di mana pada saat itu belum ada kontrak ataupun surat pesanan," ujar Asep.

"Pembayaran kedua sebesar Rp 109 miliar dilakukan pada 28 Maret 2020 dari PPK Puskris Kemenkes kepada rekening BNI PT PPM," imbuhnya.

Di sisi lain, Harmensyah baru menunjuk Budi Sylvana sebagai PPK untuk pengadaan APD di Kemenkes pada 28 Maret 2020. Sedangkan Surat Keputusan Penunjukan tersebut dibuat backdate tertanggal 27 Maret 2020.
 
Pada rapat itu juga diterbitkan Surat Pesanan APD dari Kemenkes kepada PT Permana Putra Mandiri sejumlah 5 juta set dengan harga satuan 48,4 dolar AS, yang ditandatangani oleh Budi Sylvana selaku PPK, Ahmad Taufik selaku Dirut PT Permana Putra Mandiri, dan Satrio Wibowo selaku Dirut PT Energi Kita Indonesia. 

Di mana dalam surat tersebut tidak terdapat spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan pekerjaan, pembayaran, serta hak dan kewajiban para pihak secara terperinci. 

Selain itu, Surat Pemesanan tersebut ditujukan kepada PT Permana Putra Mandiri, tetapi PT Energi Kita Indonesia turut menandatangani surat tersebut.

Pada 15 April 2020, Kemenkes memberikan Surat Pemberitahuan kepada direktur PT Permana Putra Mandiri, bahwa sampai tanggal 15 April 2020 PT Permana Putra Mandiri telah mengirimkan APD sejumlah 790.000 set dari total 5 juta set APD yang sudah dipesan.
 
"Kemudian pada 7 Mei 2020 dilakukan negosiasi ulang harga, disepakati barang yang dikirim tanggal 27 April 2020–7 Mei 2020 dengan harga Rp 366.850 dengan jumlah 503.500 set. Barang yang dikirim setelah tanggal 7 Mei 2020 dengan harga Rp 294.000. Bahwa sampai dengan tanggal 18 Mei 2020, Kemenkes telah menerima sebanyak 3.140.200 set APD," tutur Asep.
 
Atas pengadaan tersebut, audit Badan Pengawasan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319 miliar (Rp 319.691.374.183,06).

Perbuatan para tersangka, disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana.

Editor: Dewi Agustina

Tag:  #kasus #korupsi #covid #dirut #satrio #gugat #praperadilan #usai #jadi #tersangka #ditahan

KOMENTAR