Akademisi UGM Nilai Ada Presumption of Corruption dalam Sistem Peradilan di Indonesia
Akademisi Departemen Hukum Administrasi Negara dan Departemen Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Hendry Julian Noor 
19:42
26 Oktober 2024

Akademisi UGM Nilai Ada Presumption of Corruption dalam Sistem Peradilan di Indonesia

- Penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia kembali menjadi sorotan publik menyusul putusan terpidana kasus dugaan korupsi mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming

Para ahli hukum menilai bahwa putusan tersebut mencerminkan adanya kecenderungan presumption of corruption atau asas praduga korupsi yang berlebihan dalam sistem peradilan Indonesia.

Mardani Maming divonis bersalah dan dihukum 12 tahun penjara di pengadilan tinggi, atas dugaan suap terkait izin usaha pertambangan. Namun, sejumlah pakar hukum meragukan dasar hukum dari putusan tersebut. 

Beberapa guru besar hukum dan akademisi hukum mulai dari kampus ternama seperti, Universitas Padjadjaran serta universitas Islam Indonesia sudah menyatakan ada kekeliruan dalam putusan tersebut.

Dukungan terkait kasus ini juga datang dari Akademisi Departemen Hukum Administrasi Negara dan Departemen Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Hendry Julian Noor, dan Tim Hukum UGM berpendapat bahwa bukti-bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) tak cukup kuat untuk membuktikan adanya unsur pidana korupsi.

Salah satu poin penting yang dikritisinya adalah penerapan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). 

Ia berpendapat, tindakan Maming masih berada dalam koridor kewenangannya sebagai kepala daerah dan tidak melanggar prosedur yang berlaku.


"Putusan ini mengkhawatirkan karena mengaburkan batas antara tindakan yang bersifat administratif dengan tindak pidana korupsi," kata dia dalam keterangannya, Sabtu (26/10/2024).

"Terdapat kecenderungan untuk menjerat setiap pejabat publik dengan tuduhan korupsi, tanpa memperhatikan secara cermat unsur-unsur pidananya," sambungnya.

Keterangan ahli lain juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap prinsip hukum yang berlaku, seperti asas praduga tidak bersalah.

 "Dalam kasus ini, tampaknya berlaku prinsip praduga bersalah. Beban pembuktian seolah-olah dibalik, di mana terdakwa harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah," kata Karina Dwi Nugrahati Putri.

Kondisi ini, menurut para ahli, merupakan dampak negatif dari upaya pemerintah memberantas korupsi secara agresif tanpa didukung oleh sistem pengawasan yang memadai.

"Kebijakan politik yang terlalu fokus pada penindakan tanpa memperhatikan aspek hukum dan keadilan dapat berujung pada kesalahan penuntutan," katanya. 

Catatan terhadap kekeliruan ini juga muncul dari Akademisi Anti-Korupsi Universitas Padjadjaran (Unpad).

Tim Anotasi Fakultas Hukum Unpad mempresentasikan kajian mengenai kasus yang menimpa Mardani Maming di Auditorium Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Unpad, Bandung, Jumat (18/10/2024).

Para akademisi yang mempresentasikan anotasi itu adalah Sigid Suseno, Somawijaya, Elis Rusmiati, Erika Magdalena Chandra, Budi Arta Atmaja, dan Septo Ahady Atmasasmita.

Pendapat serupa juga muncul dari Akademisi Anti-Korupsi Universitas Islam Indonesia (UII). 

Hal itu mencuat setelah adanya eksaminasi putusan hakim dan temuan adanya kekhilafan dan kesalahan hakim saat memberikan vonis.

Pengajar Hukum Pidana di Fakultas Hukum UII, Mahrus Ali, menyampaikan itu melalui rilis pada Selasa (22/10/2024). Menurutnya, Maming tidak melanggar semua pasal yang dituduhkan.

Editor: Acos Abdul Qodir

Tag:  #akademisi #nilai #presumption #corruption #dalam #sistem #peradilan #indonesia

KOMENTAR