Saksi Ungkap Pernah Diminta Rp 500.000 Per Dokumen Izin TKA
21:06
19 Desember 2025

Saksi Ungkap Pernah Diminta Rp 500.000 Per Dokumen Izin TKA

- Direktur PT Patera Surya Gemilang, Ali Wijaya Tan, mengungkap bahwa dia sempat diminta membayar Rp 500.000 per dokumen agar permohonannya diproses oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

Ali berbicara ketika menjadi saksi dalam kasus pemerasan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang melibatkan Eks Dirjen Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Suhartono dan kawan-kawan.

Ali menjelaskan, permintaan tersebut disampaikan oleh Heri Sudarmanto, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA).

Penyampaian ini terjadi pada tahun 2011, saat perusahaan Ali baru berdiri.

“Waktu kita menghadap ke direktur memang ada permintaan itu untuk berbayar per orang itu sekitar Rp 500.000,” ujar Ali dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (19/12/2025).

Ali mengatakan, permintaan tersebut disampaikan Heri ketika mereka bertemu di dalam kantor Direktur PPTKA di Kemnaker.

Saat itu, maksud kedatangan Ali adalah untuk menanyakan progres izin RPTKA yang tak kunjung selesai meski sudah diproses sejak jauh hari.

Permintaan Heri ini tidak disanggupi oleh Ali karena jika dihitung, biayanya terlampau besar.

Ali menyampaikan, perusahaannya bisa mengajukan 100 izin RPTKA setiap bulannya mengingat bisnis mereka adalah di sektor layanan pengurusan perizinan.

Nego harga jadi Rp 30 Juta per bulan

Karena harga Rp 500.000 per dokumen terlalu mahal baginya, Ali menego uang permintaan tersebut menjadi Rp 20 juta per bulan selama Heri menjabat.

Ketika kursi Direktur PPTKA diisi pejabat baru, Ali tetap diminta untuk membayar uang bulanan, tetapi angkanya ditambah menjadi Rp 30 juta.

“Kami hanya bisa memberikan sumbangan bentuk kontribusi itu waktu ke Pak Heri itu per bulan Rp 20 juta. Nah, selanjutnya ke Pak Wisnu itu sekitar Rp 30 juta, secara global ya setiap bulan. Kemudian, kepada saudara Haryanto juga sebesar Rp 30 juta,” lanjutnya.

Uang bulanan ini diberikannya sejak tahun 2011 hingga 2024 untuk tiga orang yang berbeda.

Mereka adalah Heri Sudarmanto, Wisnu Pramono, dan Haryanto.

Saat ini, Heri masih berstatus tersangka. Sementara, Wisnu dan Haryanto sudah menjadi terdakwa.

Untuk saat ini, ada delapan orang yang duduk sebagai terdakwa, yaitu Eks Dirjen Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Suhartono;

Haryanto (HY) selaku Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025 sekaligus Staf Ahli Menaker.

Kemudian Wisnu Pramono (WP) selaku Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker tahun 2017-2019; Devi Angraeni (DA) selaku Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA.

Lalu, Gatot Widiartono (GTW) selaku Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja; serta Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), dan Alfa Eshad (ALF) selaku staf.

Para terdakwa diduga telah memperkaya diri sendiri dengan memeras mereka yang membutuhkan dokumen RPTKA.

Rinciannya, Suhartono Rp 460 juta; Haryanto Rp 84,72 miliar dan satu unit mobil Innova Reborn; Wisnu Rp 25,2 miliar dan satu unit sepeda motor Vespa tipe Primavera 150 ABS A/T.

Devi Rp 3,25 miliar; Gatot Rp 9,48 miliar; Putri sebesar Rp 6,39 miliar; Jamal Rp 551,16 juta; dan Alfa Rp 5,24 miliar.

Jika dijumlah, total uang yang diterima para terdakwa mencapai Rp 135,29 miliar.

Modus pemerasan izin TKA

JPU membeberkan, RPTKA adalah rencana penggunaan tenaga kerja asing pada jabatan tertentu dan jangka waktu tertentu yang diterbitkan oleh Kemenaker kepada pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA di Indonesia.

Proses permohonan RPTKA dilakukan secara daring dengan cara pihak pemohon mengajukan pengesahan RPTKA melalui laman resmi tka-online.kemnaker.go.id.

Akan tetapi, para terdakwa sengaja tidak memproses berbagai pengajuan RPTKA tersebut hingga pemberi kerja atau agen perusahaan pengurusan izin RPTKA mendatangi kantor Kemnaker dan bertemu dengan petugas untuk menanyakan kendala atas pengajuan RPTKA yang tidak diproses.

Dalam pertemuan tersebut, diketahui untuk memproses pengajuan RPTKA diperlukan sejumlah uang di luar biaya resmi (biaya kompensasi penggunaan TKA).


Apabila uang di luar biaya resmi tidak dipenuhi, maka pengajuan RPTKA tidak akan diproses.

JPU menuturkan para pemberi kerja atau agen perusahaan pengurusan izin RPTKA yang tidak memberikan sejumlah uang tersebut, maka pengajuan RPTKA tidak akan diproses, sehingga tidak dibuatkan jadwal wawancara melalui aplikasi Skype.

Lalu, tim verifikator juga tidak menginformasikan kepada pemberi kerja atau agen perusahaan pengurusan izin RPTKA apabila ada berkas yang tidak lengkap.

Dokumen Hasil Penilaian Kelayakan (HPK) dan pengesahan RPTKA pun tidak diterbitkan.

Atas perbuatannya, para terdakwa terancam pidana yang diatur dalam Pasal 12e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tag:  #saksi #ungkap #pernah #diminta #500000 #dokumen #izin

KOMENTAR