Pulau Jawa Perlu Siaga Bencana dan Cuaca Ekstrem Jelang Tahun Baru 2026
Ilustrasi cuaca ekstrem. (Dok. Freepik/Freepik)
16:58
5 Desember 2025

Pulau Jawa Perlu Siaga Bencana dan Cuaca Ekstrem Jelang Tahun Baru 2026

- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan warga Pulau Jawa agar waspada menghadapi potensi cuaca ekstrem pada akhir tahun 2025.

Memasuki Desember 2025, intensitas hujan di sejumlah daerah meningkat tajam, disertai angin kencang dan fenomena cuaca ekstrem lain. 

BMKG memprediksi bahwa hujan ekstrem dan angin kencang menjadi jenis bencana yang paling dominan selama periode ini.

Selain itu, sejumlah wilayah juga berpotensi dilanda petir merusak, puting beliung, dan bahkan hujan es.

Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menegaskan bahwa dinamika atmosfer pada musim hujan ini bergerak cepat sehingga potensi pertumbuhan awan hujan dapat meningkat secara lokal maupun regional.

“Prediksi potensi cuaca untuk seluruh wilayah Indonesia terus selalu dimonitor BMKG secara real-time berdasarkan dinamika atmosfer terbaru, termasuk pengaruh pergerakan sistem monsun, anomali fenomena atmosfer, serta penguatan konvergensi yang dapat memicu pertumbuhan awan hujan pada skala lokal maupun regional,” kata Andri kepada Kompas.com, Jumat (5/12/2025).

Dia mengatakan, memasuki pekan pertama Desember, sebagian besar wilayah di Pulau Jawa mulai dari Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga Jawa Timur diprakirakan masih mengalami hujan dengan intensitas bervariasi.

“Dalam sepekan ke depan wilayah Pulau Jawa diprakirakan masih didominasi hujan, mulai dari intensitas ringan hingga lebat di berbagai lokasi, tergantung kondisi lokal dan perkembangan dinamika atmosfer,” ujarnya.

BMKG mencatat hujan lebat umumnya terjadi pada siang hingga malam hari, terutama di wilayah yang memiliki topografi pegunungan dan dataran rendah yang rawan banjir.

“Secara umum, hujan berpeluang terjadi di wilayah Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur, dengan variasi intensitas yang dapat meningkat pada periode siang hingga malam hari,” lanjutnya.

Masyarakat harus siaga bencana

Di tengah meningkatnya risiko bencana, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap tenang namun meningkatkan kesiapsiagaan.

“Langkah mitigasi sejak dini tetap menjadi bagian penting untuk meminimalkan potensi genangan, longsor, maupun risiko lain yang dapat dipicu oleh hujan,” ujar dia.

Langkah mitigasi sejak dini, seperti membersihkan saluran air, memastikan struktur rumah aman terhadap angin kencang, serta waspada terhadap potensi longsor di daerah rawan, perlu dilakukan secara mandiri oleh warga.

“Dengan informasi yang tepat waktu dari BMKG, kesiapsiagaan pemerintah daerah, serta kewaspadaan kolektif masyarakat, aktivitas sehari-hari dapat tetap berlangsung dengan aman,” lanjutnya.

“BMKG mengimbau masyarakat untuk selalu waspada namun tetap tenang, serta memastikan seluruh informasi yang diterima berasal dari kanal resmi BMKG dan tidak dari sumber yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,” lanjutnya.

Waspadai siklon tropis, jangan sampai seperti Sumatera

Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) Harkunti menegaskan bahwa Pulau Jawa serta wilayah padat penduduk lain di bagian selatan Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan menyusul prediksi BMKG tentang potensi tumbuhnya bibit siklon di akhir tahun.

Menurut Harkunti, kondisi atmosfer saat ini menunjukkan Indonesia sedang berada pada puncak musim hujan. Intensitas hujan meningkat signifikan, terutama di kawasan Jawa, Sumatera bagian selatan, serta wilayah timur Indonesia. Pada periode ini, potensi terbentuknya bibit siklon tropis di selatan garis khatulistiwa semakin besar.

“Ini yang perlu disiasati. Jangan sampai kita kecolongan lagi seperti kejadian di Sumatera,” ujar Harkunti.

“Bibit siklon yang terbentuk dekat wilayah padat penduduk seperti Lampung, selatan Jawa, atau Bengkulu bisa memberi dampak besar. Apalagi jika berkembang menjadi siklon penuh,” tambahnya.

 

Belajar dari bencana di Sumatera

Harkunti meminta masyarakat untuk belajar dari kejadian sebelumnya. Ia menjelaskan, bibit siklon 95B di Sumatera beberapa waktu lalu berkembang menjadi Siklon Senyar adalah contoh nyata bahwa peringatan dini BMKG tidak boleh dianggap remeh.

“Bibitnya saja sudah berdampak besar. Apalagi kalau sudah jadi siklon,” tambahnya.

Ketika ditanya apakah bencana di Jawa berpotensi menyerupai banjir bandang dahsyat yang terjadi di Sumatera, Harkunti menyebut hal itu bisa saja terjadi jika mitigasi tidak dilakukan secara serius.

“Kita belum sempat melakukan mitigasi jangka panjang seperti reboisasi. Reboisasi saja butuh minimal empat tahun. Kerusakan sudah terjadi, dan kita belum memperbaikinya,” jelasnya.

Untuk jangka pendek, ia menekankan pentingnya kesiapsiagaan maksimal dan respons cepat.

Alert harus benar-benar tinggi. Jangan bermain-main dengan prediksi siklon. Gunakan informasi resmi, hindari daerah rawan, dan siapkan langkah evakuasi keluarga,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa banjir bandang sering kali membawa material besar dari hulu seperti lumpur dan kayu gelondongan, sehingga dampaknya bisa menghancurkan dalam hitungan menit.

Dengan meningkatnya potensi cuaca ekstrem, masyarakat di Pulau Jawa dan wilayah rawan lain diminta untuk tetap waspada, memantau informasi resmi BMKG, serta menghindari aktivitas berisiko selama periode cuaca buruk.

“Jadi, harus betul-betul respon lah, ini kan libur Nataru (Natal dan Tahun Baru) ya, jadi tolong deh diperhatikan jangan di daerah kawasan yang betul-betul membahayakan, misalnya rekreasi sungai, itu bisa tiba-tiba ada banjir bandang,” ungkapnya.

“Karena banjir bandang itu nggak kira-kira ya kita lihat sendiri dampaknya sangat luar biasa, apalagi dengan penggundulan hutan-hutan itu ya lebih parah, nanti itu kan daya tampung dari daya serapnya air nggak ada kan, dia menggelontorkan lumpur dan benda-benda di atasnya,” tegas dia.

Langkah antisipasi

Sebagai upaya mengantisipasi bencana, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari, menegaskan bahwa kesiapan pemerintah daerah menjadi kunci agar dampak bencana dapat ditekan.

“Kita sudah mengulang lagi koordinasi kepada pemerintah daerah, gubernur, wali kota, bupati. Menteri Dalam Negeri juga telah mengumpulkan para pimpinan daerah,” ujarnya.

Untuk itu, BNPB bekerja sama dengan BMKG dan hadir dalam rapat koordinasi nasional untuk menyampaikan hal-hal yang wajib untuk segera disiapkan daerah.

Mulai dari apel kesiapsiagaan, pengecekan peralatan dan personel, hingga memastikan anggaran penanggulangan bencana tersedia.

Menurut Abdul Muhari, daerah yang membutuhkan bantuan pusat harus segera menetapkan status siaga darurat. Tanpa status tersebut, pemerintah pusat tidak dapat turun tangan secara langsung.

“Regulasinya jelas. Selama status siaga darurat belum ditetapkan, urusan bencana itu menjadi kewenangan pemerintah daerah,” kata pria yang akrab disapa Aam itu.

“Kalau daerah merasa tidak mampu, tetapkan status siaga darurat agar pemerintah pusat bisa mengintervensi sebelum bencana terjadi,” tegasnya.

BNPB menunggu pemerintah daerah di Pulau Jawa menyatakan kebutuhan bantuan, termasuk logistik, tenaga, maupun dukungan alat berat. Begitu status siaga darurat ditetapkan, intervensi pusat dapat dilakukan lebih cepat.

Di sisi lain, BMKG juga meminta pemerintah daerah di Pulau Jawa memperkuat sistem peringatan dini dan memastikan kesiapan personel tanggap darurat.

Dengan dukungan data meteorologi yang akurat, koordinasi pemerintah yang solid, serta kewaspadaan kolektif masyarakat, aktivitas harian diharapkan dapat berjalan aman meski berada dalam periode cuaca berisiko tinggi.

Operasi modifikasi cuaca

Disamping itu, BMKG juga bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk melakukan operasi modifikasi cuaca (OMC). Modifikasi cuaca ini bertujuan untuk menurunkan intensitas curah hujan.

“Salah satunya modifikasi cuaca, kerjasama dgn BNPB dan Pemerintah Daerah untuk menurunkan intensitas curah hujan,” kata dia.

Aam menegaskan operasi modifikasi cuaca dilakukan untuk mengurangi potensi hujan ekstrem yang dapat memicu banjir, longsor, maupun puting beliung.

"Yang kedua, dari sisi hulunya sendiri, pemicu kejadian bencananya, kita sudah koordinasi dengan BMKG bahwa kita akan melakukan operasi modifikasi cuaca secara intensif," ujar Aam.

Operasi modifikasi cuaca dengan menaburkan garam di ruang udara sekitar Gunung Semeru.Dok BPBD Jatim Operasi modifikasi cuaca dengan menaburkan garam di ruang udara sekitar Gunung Semeru.

Menurutnya, operasi ini tidak dilakukan setelah bencana terjadi, melainkan dijalankan secara preventif. Ketika BMKG memprediksi adanya periode cuaca ekstrem, BNPB akan mulai mengirimkan tim OMC dua hingga tiga hari sebelum puncak cuaca.

"Jadi sejak awal, misalkan diperkirakan tanggal berapa akan mulai cuaca ekstrem, maka 2–3 hari sebelumnya kita sudah akan melakukan modifikasi cuaca. Jadi di hulunya kita kurangi faktor pemicunya," kata dia.

Ia menegaskan, pendekatan ini dilakukan bersamaan dengan kesiapsiagaan pemerintah daerah. BNPB meminta gubernur, bupati, dan wali kota segera menetapkan status siaga darurat apabila daerahnya berpotensi atau mulai mengalami peningkatan risiko.

“Di hilirnya, pemerintah daerah langsung kita dukung dari pemerintah pusat. Tapi dukungan itu bisa dilakukan begitu status siaga darurat ditetapkan,” ujarnya.

Tag:  #pulau #jawa #perlu #siaga #bencana #cuaca #ekstrem #jelang #tahun #baru #2026

KOMENTAR