Para Profesor dari Undip, Unnes, Hingga UKSW Salatiga Turun Gunung Suarakan Cacatnya Demokrasi di Indonesia
KRITISI PEMERINTAH : Puluhan guru besar Universitas Diponegoro (Undip) bersama dosen, mahasiswa dan alumni mengutarakan pernyataan sikap bertajuk Indonesia dalam Darurat Demokrasi Rabu (7/2). (Nurchamim/Jawa Pos Radar Semarang)
17:08
8 Februari 2024

Para Profesor dari Undip, Unnes, Hingga UKSW Salatiga Turun Gunung Suarakan Cacatnya Demokrasi di Indonesia

- Aksi keprihatinan terhadap kondisi politik jelang Pemilu 2024 terus bergulir. Rabu (7/2), puluhan guru besar sejumlah perguruan tinggi di Semarang dan Salatiga mengkritisi cacatnya demokrasi Indonesia lantaran rusaknya etika dan moral dalam mengejar kekuasaan.

Di Universitas Diponegoro (Undip), sejumlah profesor, dosen, mahasiswa dan alumni membacakan pernyataan sikap dalam aksi bertajuk Indonesia dalam Darurat Demokrasi di Taman Inspirasi Undip. “Keprihatinan diawali dengan runtuhnya etika dan moral sejak adanya putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023,” ujar Guru Besar Fakultas Perikanan dan Kelautan Undip Prof Suradi Wijaya Saputra kepada awak media usai acara.

Menurutnya ada sekitar 30 guru besar lain dalam aksi ini. Beberapa yang hadir antara lain Prof Muhammad Nur, Prof Zainal Muttaqin, Prof Suradi Wijaya Saputra. Selain itu ada mantan Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nur Hidayat Sardini yang juga dosen Undip.
Suradi menegaskan, bahwa lima poin dalam pernyataan sikap ini tidak ditunggangi oleh kepentingan pihak manapun.

Semua yang terlibat murni karena kesadaran untuk menjaga marwah demokrasi dan etika serta moral yang harus dijunjung tinggi. Ia juga mengajak seluruh lapisan masyarakat terutama mahasiswa agar mengambil keputusan dengan pertimbangan hati nurani dan pikiran masing-masing. “Hari ini juga menjadi bentuk penolakan dari usaha intimidasi dan segala bentuk pemaksaan agar memihak pihak tertentu,” katanya.

Kabag Humas Undip Utami Setyowati menyampaikan, pernyataan sikap para guru besar dan dosen Undip tersebut tidak mewakili kampus. Undip sebagai insitusi negara selalu berusaha menjaga dan menegakkan netralitas dan budaya santun serta damai dalam setiap pemilu. "Pernyataan sikap yang disampaikan bukan atas nama institusi Universitas Diponegoro. Segala yang berkenaan dengan pernyataan sikap menjadi pendapat pribadi masing-masing," katanya.

Dari kampus Universitas Negeri Semarang (Unnes), ratusan civitas akademika yang terdiri dari guru besar, dosen dan mahasiswa melakukan aksi keprihatinan yang bertajuk Seruan Moral dari Kampus Sekaran.

Peserta aksi, menyampaikan sejumlah aspirasi di antaranya penyelenggara negara untuk menegakkan prinsip-prinsip demokrasi, dan konstitusi, serta tidak menyalahgunakan kekuasaan. Selain itu penyelenggara Pemilu untuk jujur dan adil, TNI-Polri dan ASN netral, dan politikus diminta untuk menjadi representasi kedaulatan rakyat dan menghindari sikap oportunitif dan manipulatif. Selain itu kaum cendikia untuk selalu menjaga integritas.

Pernyataan sikap dibaca oleh Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Prof Issy Yuliasri. Sedangkan profesor yang hadir antara lain Prof Harry Pramono, Prof Tri Marhaeni Pudji Astuti, Prof Bambang Priyono, Prof . Jazuli, dan Prof Tjetjep Rohendi Rohidi.

Perwakilan civitas akademika Unnes Sugiyarto SL mengatakan seruan ini sudah dirapatkan sejak empat hari lalu. Ia berharap proses pergantian pemimpin lima tahunan ini bisa berjalan wajar sesuai aturan. “Kampus Unnes berharap pemilu berlangsung damai dan indonesia semakin baik.

Namun kedamaian itu bisa terganggu dengan sikap-sikap yang dinilai tidak bijak, sehingga seruan yang kami suarakan ini ditujukan kepada siapa saja. Para elit politik hingga penyelenggara negara, agar mengedepankan keadilan dan hukum,” kata Sugiyarto.

Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unnes Sajiwo menjelaskan, aksi ini sebagai sikap atas kondisi politik dan demokrasi yang ada saat ini. Kampus, kata dia, diibaratkan sebagai oase di tengah gurun yang kering, dan dia melihat ada kekeringan moral dan etik dari para penyelenggara negara.

“Apalagi itu terlihat jelas kasat mata, etika dimanipulasi atas nama hukum, saya berharap pemilu tidak dijadikan alat untuk kembali memperoleh kekuasaan dengan mengorbankan masyarakat,” tambahnya.

Belasan orang yang tergabung dalam Intelektual Salatiga Peduli Bangsa kemarin juga menyuarakan petisinya. Sebagian merupakan guru besar dan dosen Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga.

Juru Bicara Intelektual Salatiga Peduli Bangsa Prof Umbu Rauta menjelaskan, seruan ini dilandasi tanggung jawab moral intelektual untuk menjadi radar dalam menyikapi persoalan sosial politik bangsa yang berpotensi mereduksi penyelenggaraan pemilu yang demokratis, berintegritas, dan berkeadilan. Seruannya adalah penyelenggara negara (baik di pusat dan daerah) seharusnya melindungi segenap bangsa Indonesia, melayani warga negara secara menyeluruh, mengutamakan keadaban dalam berpolitik, serta menghindari pelayanan yang diskriminatif.

“Aparatur sipil negara, Polri, dan TNI harus menghindarkan diri dari upaya menggiring dan mengintimidasi warga negara untuk kepentingan kelompok tertentu yang berpotensi mereduksi peran sebagai pelayan masyarakat,” kata guru besar bidang hukum UKSW ini.

Seruan Intelektul Salatiga Peduli Bangsa disampaikan di Kafe Oke Salatiga. Tercatat ada 24 nama. Empat diantaranya adalah guru besar, yakni Prof. Umbu Rauta, Prof. Yusak B. Setiawan, Prof. Joseph Ernest Mambu, dan Prof. Agus Sugiarto. (mia/den/sas/ton)

Editor: Dhimas Ginanjar

Tag:  #para #profesor #dari #undip #unnes #hingga #uksw #salatiga #turun #gunung #suarakan #cacatnya #demokrasi #indonesia

KOMENTAR