Ketua PEDPHI Sebut DKPP Tak Berikan Iktikad Baik Atas Putusan terhadap KPU
Ilustrasi KPU. (Dok. JawaPos)
17:08
7 Februari 2024

Ketua PEDPHI Sebut DKPP Tak Berikan Iktikad Baik Atas Putusan terhadap KPU

–Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menjatuhkan putusan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Terhadap ketua, dijatuhkan Sanksi Peringatan Keras Terakhir dan masing-masing anggota dijatuhkan Sanksi Peringatan Keras.

”Putusan DKPP mengandung rekayasa dan kesesatan terselubung. Hal ini dapat dilihat dalam pertimbangan putusan (ratio decidendi) putusan DKPP yang menyatakan bahwa tindakan para teradu menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam pencalonan peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 adalah tindakan yang sudah sesuai dengan konstitusi,” papar Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia (PEDPHI) Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H.

Menurut dia, konstitusi membutuhkan undang-undang sebagai landasan operasional. Tanpa landasan operasional tidak mungkin norma dasar itu dapat diberlakukan secara sosiologis. Selanjutnya norma dalam undang-undang juga membutuhkan aturan aplikatif-implementatif dalam peraturan perundang-undangan di bawahnya.

Oleh karena itu, tidak logis DKPP menggunakan penyebutan konstitusi. Lebih lanjut, dalil DKPP yang menyatakan tindakan KPU tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahap Pemilu. Disebutkan juga, KPU seharusnya segera menyusun rancangan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023.

”Demikian itu tidak relevan dan oleh karenanya tidak menjadi dasar penjatuhan sanksi,” ujar Abdul Chair Ramadhan.

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan komisi pemilihan yang menjadi rujukan telah salah dipahami DKPP.

”Tidak mungkin KPU mampu melakukan penyusunan rancangan perubahan atas PKPU Nomor 19 Tahun 2023 sebagaimana didalilkan DKPP. Demikian singkat waktu yang tersedia. Sementara penyusunan rancangan perubahan PKPU mencakup tahap perencanaan, penyusunan, penetapan, dan pengundangan. Kesemuanya itu membutuhkan waktu yang lama,” terang Abdul Chair Ramadhan.

”Menjadi lain halnya jika waktu yang tersedia relatif panjang,” tambah dia.

DKPP juga tidak cermat membaca ketentuan pasal 10 ayat (2). Keadaan tertentu sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) adalah bersifat alternatif dan kumulatif. Selain DPR, KPU juga tidak ada kewajiban melakukan revisi.

”Di sinilah letak rekayasa dan kesesatan terselubung dalam putusan DKPP. Hal ini menjadi catatan serius, ada apa gerangan dengan DKPP,” ujar Abdul Chair Ramadhan.

Dalam kaitan dengan penerimaan pendaftaran pencalonan Prabowo-Gibran sebagai Capres dan Cawapres, berdasar dalil iktikad baik, semestinya DKPP menolak gugatan. Iktikad baik KPU ditunjukkan dengan diterbitkannya Surat KPU yang ditujukan kepada pimpinan partai politik yang pada pokoknya meminta partai politik peserta pemilu untuk memedomani putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023.

”Selain itu, iktikad baik KPU juga terlihat dalam pengajuan konsultasi kepada DPR guna membahas perubahan pasal 13 ayat (1) huruf q PKPU Nomor 19 Tahun 2023, termasuk juga pengajuan kepada Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia perihal permohonan harmonisasi rancangan perubahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum,” jelas Abdul Chair Ramadhan.

Dapat dikatakan, menurut dia, KPU telah memenuhi aspek subjektif dan objektif iktikad baik. Terhadap yang dilakukan KPU menunjukkan sikap jujur dan patut.

”Namun DKPP tidak mendasarkan keberadaan iktikad baik guna menghasilkan putusan yang sesuai dengan asas kepastian hukum yang adil,” jelas Abdul Chair Ramadhan.

Berdasar hukum responsif, Abdul Chair Ramadhan menjelaskan, berbagai langkah yang dilakukan KPU terkait dengan implementasi putusan Mahkamah Konstitusi selaras dengan hukum responsif. Tindakan KPU yang didalilkan sebagai pelanggaran adalah tidak benar.

”Tindakan KPU didasarkan pada asas iktikad baik. Terlebih lagi, putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan,” kata Abdul Chair Ramadhan.

”Dengan demikian, tidak lagi memerlukan adanya perubahan sebagaimana didalilkan DKPP,” sambung dia.

Dia menambahkan, berbagai langkah yang ditempuh KPU sejalan dengan hukum progresif guna mewujudkan keadilan substansial. Kreativitas Komisioner KPU dengan menerbitkan surat kepada pimpinan partai politik, pengajuan konsultasi kepada DPR, dan pengajuan kepada Dirjen Kemenkumham terkait harmonisasi merupakan aktualisasi yang tepat guna.

”Apabila terdapat pertentangan antara kepastian dan keadilan, mendahulukan keadilan lebih diutamakan ketimbang kepastian. KPU telah mengambil posisi yang benar dalam mengutamakan keadilan,” ujar Abdul Chair Ramadhan.

Menurut dia, pada prinsipnya KPU wajib menerima pendaftaran pencalonan Paslon Prabowo-Gibran sebagai Capres dan Cawapres. Kewajiban tersebut melebihi kewajiban yang lainnya, semisal melakukan revisi terlebih dahulu PKPU Nomor 19 Tahun 2023.

”KPU didalilkan melakukan pelanggaran, namun ternyata tidak ditemukan fakta adanya iktikad tidak baik. Putusan DKPP menghindari pembuktian asas bonafides. DKPP melalui putusannya telah melakukan penyelundupan hukum dan rekayasa yang mengandung kesesatan terselubung,” tandas Abdul Chair Ramadhan.

Editor: Latu Ratri Mubyarsah

Tag:  #ketua #pedphi #sebut #dkpp #berikan #iktikad #baik #atas #putusan #terhadap

KOMENTAR