Anwar Usman Soal Kemungkinan Hadir Langsung Jika Dipanggil PTUN: Saya Warga Negara Paling Taat Hukum
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (10/1/2024). 
21:49
10 Januari 2024

Anwar Usman Soal Kemungkinan Hadir Langsung Jika Dipanggil PTUN: Saya Warga Negara Paling Taat Hukum

- Hakim Konstitusi Anwar Usman buka suara ihwal rencana kehadirannya dalam sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta, jika nantinya menerima panggilan.

Anwar Usman mengajukan gugatan ke PTUN DKI Jakarta karena keberatannya atas pengangkatan Hakim Konstitusi Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) penggantinya.

Mulanya, saat ditanya wartawan mengenai kepastian bakal hadir langsung jika menerima panggilan dari PTUN DKI Jakarta. Anwar mengatakan, ia adalah warga negara yang paling taat hukum.

"Lho, saya kan warga negara yang paling taat asas, taat hukum. Coba lihat," kata Anwar, saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, pada Rabu (10/1/2024).

Awak media kemudian mencoba meminta kembali penegasan Anwar soal bakal hadir di PTUN.

Merespons pertanyaan wartawan, adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu kemudian menyinggung ketika dia selalu hadir memenuhi panggilan pemeriksaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) imbas adanya beberapa laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terkait Putusan 90/PUU-XXI/2023 terhadap Anwar Usman, beberapa waktu lalu.

Adapun hasil dilakukannya sejumlah pemeriksaan oleh MKMK tersebut berakhir dengan Putusan Nomor 02/MKMK/L/11/2023, yang satu di antaranya memutuskan Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK.

"Jangankan PTUN. MKMK saja begitu saya taat, coba, hayo," ujar Anwar.

Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, perkara yang diajukan Anwar Usman terhadap Ketua MK Suhartoyo telah mencapai tahap pemeriksaan persiapan 4, yang sudah digelar pada Rabu (27/12/2023) lalu, pukul 10.00 WIB.

Sebelumnya,Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman mengatakan, dia menjadi objek politisasi dalam berbagai putusan MK.

Hal tersebut disampaikannya merespons Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Nomor Nomor 2/MKMK/L/11/2023, yang menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat dan memberikan sanksi pencopotan jabatan dari Ketua MK.

Soal dia dijadikan objek politisasi, Anwar menuturkan, hal itu juga termasuk pada Putusan MKMK tersebut.

"Sesungguhnya, saya mengetahui dan telah mendapatkan kabar, bahwa upaya untuk melakukan politisasi dan menjadikan saya sebagai objek di dalam berbagai Putusan MK dan Putusan MK terakhir, maupun tentang rencana Pembentukan MKMK, telah saya dengar jauh sebelum MKMK terbentuk," ucap Anwar, dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023).

Ia kemudian mengungkapkan, telah mengetahui ada upaya yang menjadikannya objek politisasi jauh sebelum MKMK dibentuk.

Anwar mengklaim, ada skenario yang berupaya membunuh karakter kepribadiannya.

Meski demikian, adik ipar dari Presiden Jokowi itu mengaku tetap berpikir positif.

"Namun, meski saya sudah mendengar ada skenario yang berupaya untuk membunuh karakter saya, tetapi saya tetap berbaik sangka, berhusnuzon, karena memang sudah seharusnya begitulah cara dan karakter seorang muslim berpikir," katanya.

Sementara itu, paman dari Gibran Rakabuming Raka itu mengatakan, pencopotannya dari Ketua MK itu tak sedikit pun membebaninya.

Anwar justru meyakini, ada hikmah di balik pencopotannya dari jabatan Ketua MK. Hal itu, menurutnya, karena jabatan yang didudukinya hanyalah titipan Tuhan.

"Sejak awal saya sudah mengatakan, bahwa jabatan itu adalah milik Allah, sehingga pemberhentian saya sebagai Ketua MK, tidak sedikitpun membebani diri saya. Saya yakin dan percaya, bahwa dibalik semua ini, InsyaAllah ada hikmah besar yang akan menjadi karunia bagi saya dan keluarga besar saya, sahabat, dan handai taulan, dan khusus bagi Mahkamah Konstitusi, nusa dan bangsa," ungkapnya.

Sebagai informasi, MK membentuk MKMK yang dipimpin Jimly Asshidiqie sekaligus merangkap anggota, bersama Bintan Saragih dan Wahiduddin Adams.

MKMK ad hoc itu dibentuk untuk menangani sebanyak 21 laporan dugaan pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim berkenaan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).

Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.

Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.

MKMK telah memeriksa semua pelapor dan para hakim terlapor, hingga putusan terkait dugaan pelanggaran etik itu siap dibacakan, pada Selasa (7/11/2023) sore pukul 16.00 WIB, di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lewat sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023).

Putusan ini terkait gugatan dari mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku Hakim Anggota.

Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman, di dalam persidangan, Senin (16/10/2023).

Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi: Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Editor: Adi Suhendi

Tag:  #anwar #usman #soal #kemungkinan #hadir #langsung #jika #dipanggil #ptun #saya #warga #negara #paling #taat #hukum

KOMENTAR