Kenapa Harimau Masuk ke Permukiman? Pakar Beri Penjelasannya
Dokter hewan dan tim gabungan bersiap mengevakuasi seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang telah dibius di hutan Nagari Tigo Balai, Matur, Agam, Sumatera Barat, Rabu (12/3/2025). [ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/Spt]
11:44
23 Oktober 2025

Kenapa Harimau Masuk ke Permukiman? Pakar Beri Penjelasannya

Baca 10 detik
    • Fragmentasi hutan di Indonesia memicu lonjakan konflik manusia–satwa liar.
    • Para ahli menilai tata ruang perlu direvisi dengan mempertimbangkan koridor alami satwa.
    • Koeksistensi manusia dan satwa bisa dibangun lewat ekowisata dan pertanian ramah lingkungan.

Kerusakan dan fragmentasi hutan di Indonesia kini mencapai titik yang mengkhawatirkan. Hutan yang dulu rimba dan menjadi rumah bagi satwa liar kini terbelah menjadi potongan-potongan kecil akibat pembukaan lahan dan pembangunan jalan serta permukiman.

Menurut para ahli, kondisi ini mendorong konflik manusia–satwa liar ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Fragmentasi lebih berbahaya daripada sekadar pengurangan luas hutan,” ujar Prof. Hendra Gunawan, Peneliti Ahli Utama Bidang Konservasi Keanekaragaman Hayati BRIN, saat ditemui di KST Soekarno, Cibinong, Selasa, 21 Oktober 2025.

Ilustrasi potret Harimau sebagai satwa yang dilindungi.(Pixabay) PerbesarIlustrasi potret Harimau sebagai satwa yang dilindungi.(Pixabay)

Hendra menjelaskan bahwa predator besar seperti harimau dan macan membutuhkan wilayah luas untuk hidup dan berburu.

Data BRIN mencatat setidaknya 137 insiden konflik manusia–satwa liar terjadi di 14 kabupaten/kota di Sumatera Barat sepanjang 2005–2023. Sebagian besar kawasan itu sudah mengalami fragmentasi hutan yang parah.

Baru-baru ini, dua kejadian viral memperkuat peringatan itu. Seekor macan tutul jawa masuk ke sebuah hotel di Bandung, sementara harimau sumatra terlihat berkeliaran di area kantor BRIN di Agam.

“Kalau mereka muncul di kebun, jalan, bahkan hotel, itu tanda mereka terpaksa keluar untuk bertahan hidup,” ujarnya.

Menurut Hendra, satwa liar seperti macan tutul mudah kehilangan orientasi di lingkungan buatan. “Bagi macan tutul, pepohonan adalah referensi visualnya. Begitu ia masuk ke bangunan beton tanpa vegetasi, ia kehilangan arah dan bisa panik,” jelasnya.

Ia menegaskan, peta ruang Indonesia perlu digambar ulang dengan cara pandang ekologi.

Rancangan tata ruang tak boleh hanya memuat jalan raya dan kawasan industri, tapi juga koridor satwa yang menghubungkan hutan-hutan terpisah. Tanpa koneksi antarhabitat, satwa akan terus tersesat ke dunia manusia.

Hendra menambahkan, mencegah konflik tak cukup dengan pagar dan patroli. Diperlukan empat langkah kunci: menghindari pertemuan langsung, memitigasi dampak konflik, menumbuhkan toleransi, serta membangun koeksistensi yang saling menguntungkan — misalnya lewat ekowisata komunitas atau pertanian ramah satwa.

“Kalau masyarakat bisa melihat harimau bukan sebagai ancaman, tapi sebagai penjaga keseimbangan ekosistem, kita bisa hidup berdampingan dengan damai,” ujarnya.

Fenomena ini menjadi alarm ekologis bagi Indonesia.

“Harimau bukan musuh kita, mereka adalah cermin dari kesehatan hutan. Jika harimau hilang, itu artinya ekosistem kita runtuh. Menjaga harimau berarti menjaga masa depan kita sendiri,” tutup Hendra.

Penulis: Muhammad Ryan Sabiti

Editor: Bimo Aria Fundrika

Tag:  #kenapa #harimau #masuk #permukiman #pakar #beri #penjelasannya

KOMENTAR