



Purbaya Sebut Jual Beli Jabatan di Bekasi, Kasus Apa Itu?
- Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut ada kasus jual beli jabatan di Bekasi, Jawa Barat. Kasus apa itu?
Kasus jual beli jabatan disebut Purbaya saat dia mengulas secara umum kasus-kasus yang terjadi selama tiga tahun terakhir di pelbagai daerah.
"Data KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga mengingatkan kita dalam tiga tahun terakhir masih banyak kasus daerah, audit BPK di Sorong dan Meranti, jual beli jabatan di Bekasi sampai proyek fiktif BUMD di Sumatera Selatan. Artinya reformasi tata kelola ini belum selesai," ucap Purbaya dalam Rapat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 yang digelar di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, pada Senin (20/10/2025).
Kata Purbaya, masalah korupsi di daerah mengakibatkan kebocoran anggaran dan menghambat pembangunan.
Lantas, bagaimanakan sebenarnya kasus jual beli jabatan di Bekasi?
Kasus jual beli jabatan di Bekasi
Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, membantah ada praktik jual beli jabatan di lingkungan pemerintahannya.
"Ada enggak suara di Kota Bekasi yang jual beli jabatan, sekarang lu merasakan enggak? Dengar enggak?," ujar Tri saat ditemui di Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi, Selasa (21/10/2025).
Tri memastikan, seleksi pegawai dilingkungan Pemkot Bekasi sudah dilakukan dengan terbuka dan transparan.
Berdasarkan catatan pemberitaan Kompas.com, kasus jual beli jabatan memang benar pernah terjadi di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.
5 Januari 2022, KPK pernah melakukan operasi tangkap tangan atau OTT kasus proyek dan jual beli jabatan, salah satu dari 12 orang yang kena OTT adalah Rahmat Effendi yang saat itu menjabat sebagai Wali Kota Bekasi.
Rahmat Effendi didakwa menerima Rp 10 miliar dari persekongkolan pengadaan barang dan jasa.
Soal jual beli jabatan, dia juga didakwa meraup Rp 7,1 miliar dari setoran para ASN di lingkungan Pemkot Bekasi.
Pengadilan Negeri Bandung telah menjatuhkan vonis 10 tahun penjara terhadap Rahmat Effendi atau biasa disebut sebagai Pepen karena terbukti bersalah dalam suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi.
Rahmat Effendi dijerat dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, dan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Hak politik Rahmat untuk dipilih turut dicabut selama lima tahun setelah hukuman penjara selesai dilaksanakan.
Hukuman terhadap eks Wali Kota Bekasi itu kemudian diperberat di tingkat banding menjadi 12 tahun penjara. Selain itu, majelis hakim mewajibkan Pepen membayar pidana denda senilai Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Rahmat Effendi kemudian mengajukan Peninjauan Kembali atau PK. 7 Agustus 2024, MA menolak PK yang diajukan Rahmat Effendi.