Nadiem Makarim di Pusaran Kasus Pengadaan Chromebook Rp 9,9 Triliun
Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim (tengah) didampingi kuasa hukum Hotman Paris (kanan) dan Mohamad Ali Nurdin (kiri) menjawab pertanyaan wartawan terkait isu pengadaan chromebook di Jakarta, Selasa (10/6/2025). Dalam klarifikasi tersebut mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim menyatakan bersikap terbuka dan kooperatif terhadap proses hukum yang sedang berlangsung terkait dugaan penyimpangan dalam program pengadaan per
08:22
23 Juni 2025

Nadiem Makarim di Pusaran Kasus Pengadaan Chromebook Rp 9,9 Triliun

Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim  dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kejagung, Senin (23/6/2025).

Namanya sudah santer disinggung sejak Kejaksaan Agung mengumumkan kasus ini naik ke penyidikan pada 26 Mei 2025 lalu.

Apa yang akan digali Kejagung?

Sejak dilantik pada Oktober 2019, Nadiem selaku pimpinan kementerian bertugas untuk mengawasi jalannya program-program yang dicanangkan.

Sebelum program berjalan, terkadang perlu ada pengadaan barang atau jasa yang melibatkan pihak luar.

Ketika pandemi Covid-19 melanda dunia, hampir semua orang dipaksa untuk berada di rumah.

Anak-anak tidak bisa sekolah dan pemerintah perlu mengambil tindakan.

Saat itu, digitalisasi digencarkan, termasuk di dunia pendidikan.

Untuk mendukung proses digitalisasi ini, Kemendikbudristek membuat program dan memberikan bantuan bagi para sekolah.

Pengadaan laptop pun dilakukan dan pada akhirnya, dipilih perangkat yang berbasis Chromebook ini.

Kini, peran Nadiem dalam pengadaan dipertanyakan.

Apakah ada campur tangannya dalam pemilihan vendor?

Seperti apa pengawasannya selaku menteri yang menjalankan program?

Penyidik juga tengah mendalami arahan-arahan Nadiem terhadap para staf khusus yang kala itu diduga terlibat dalam proses penulisan kajian yang memuluskan jalan Chromebook menjadi laptop terpilih.

Eks stafsus diperiksa

Pada awal kasus ini bergulir, ada tiga nama yang menjadi sorotan. Mereka adalah Fiona Handayani, Jurist Tan, dan Ibrahim Arief.

Ketiganya disebutkan sebagai eks Stafsus Nadiem. Kediaman ketiganya juga telah digeledah penyidik, dan sejumlah barang bukti elektronik ikut disita.

Namun, ketiganya masih berstatus sebagai saksi hingga saat ini. Fiona Handayani sudah diperiksa dua kali oleh Kejaksaan Agung.

Ia mengakui, dirinya pernah membantu Nadiem ketika menjadi menteri dulu.

Namun, kubu Fiona mengaku belum ditanya lebih jauh terkait dengan proses pengadaan yang dilakukan pemerintah untuk program yang memiliki anggaran hingga Rp 9,9 triliun ini.

 

“Masih bicara tentang tupoksi pekerjaannya saja. Nanti mungkin lebih mendalam, mungkin di hari yang akan datang,” ujar Kuasa Hukum Fiona, Indra Haposan Sihombing, usai kliennya diperiksa penyidik Kejaksaan Agung selama kurang lebih 13 jam pada Selasa (10/6/2025).

Berbeda dengan Fiona, Ibrahim yang awalnya juga disebut sebagai stafsus Nadiem justru membantah dan meluruskan posisinya.

Pada 13 Juni 2025, Ibrahim memenuhi panggilan penyidik dan menegaskan kalau dirinya bukan stafsus, tetapi konsultan dari direktorat di Kemendikbud.

Ibrahim mengaku sempat memberikan masukan terkait baik buruknya sistem operasi laptop, baik itu Chromebook maupun Windows.

Namun, ia menegaskan, tugasnya hanya memberikan masukan dan penilaiannya itu tidak mesti diterima oleh Kemendikbudristek.

Ibrahim juga mengatakan bahwa dirinya bertugas sebagai konsultan dari Jurist Tan yang saat itu menjabat sebagai Stafsus Nadiem.

Hingga kini, Jurist Tan sudah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik.

Ia diketahui sudah berada di luar negeri ketika Kejagung mengajukan pencegahan terhadapnya pada 4 Juni 2025.

Kejaksaan mengatakan, Jurist tidak bisa kembali ke Indonesia karena ada urusan keluarga yang tidak bisa ditinggalkan.

Hingga kini, tidak jelas urusan atau kesibukan yang dimaksud.

Namun, Kejaksaan juga masih belum melakukan jemput paksa terhadap Jurist Tan untuk membuat terang kasus ini.

Masalah dengan Chromebook

Kesaksian para eks Stafsus dan Nadiem diperlukan untuk membuat terang alasan Chromebook dipilih meski banyak hal yang diragukan.

Kejagung menilai telah terjadi pemufakatan jahat dalam proses pengadaan laptop berbasis Chromebook karena perangkat ini dinilai tidak cocok digunakan di Indonesia.

Masalah utama yang dihadapi adalah laptop Chromebook perlu digunakan dengan bantuan internet.

Namun, kondisi jaringan internet di tahun 2019 hingga saat ini masih belum merata ke seluruh daerah di Indonesia.

Dengan adanya fakta ini, pengadaan laptop yang mewajibkan keberadaan internet agar bisa digunakan sepenuhnya menjadi pertanyaan dan kini ikut didalami oleh Kejaksaan Agung.

Tag:  #nadiem #makarim #pusaran #kasus #pengadaan #chromebook #triliun

KOMENTAR