Digitalisasi Birokrasi Dipercaya Jadi Strategi Pencegahan Korupsi di Era Prabowo
Ilustrasi Korupsi, perampasan aset, RUU Perampasan Aset(KOMPAS.COM/Shutterstock)
22:16
18 Juni 2025

Digitalisasi Birokrasi Dipercaya Jadi Strategi Pencegahan Korupsi di Era Prabowo

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Albert Aries, menilai digitalisasi secara menyeluruh dalam tata kelola pemerintahan merupakan strategi kunci dalam mencegah praktik korupsi di Indonesia.

Hal ini disampaikan Albert menanggapi hasil survei Litbang Kompas yang menunjukkan bahwa sebanyak 73,6 persen responden menyatakan puas terhadap kinerja pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka dalam penanganan kasus korupsi.

“Perlu ada sistem pencegahan korupsi yang integral, yaitu digitalisasi menyeluruh dalam proses birokrasi untuk mengurangi interaksi langsung yang berpotensi koruptif,” kata Albert kepada Kompas.com, Rabu (18/6/2025).

Albert berpandangan, sistem pengadaan barang dan jasa juga perlu dibenahi agar lebih transparan dan terintegrasi antarinstansi, termasuk penguatan mekanisme rekrutmen aparatur sipil negara (ASN) berbasis meritokrasi.

Tak kalah penting, menurutnya, pemerintah harus memastikan adanya sistem perlindungan bagi pelapor (whistleblower) agar masyarakat tidak ragu menyampaikan laporan dugaan tindak pidana korupsi.

“Penerapan whistleblower protection yang efektif,” kata Albert.

Survei Litbang Kompas

Survei Litbang Kompas menunjukkan bahwa sebanyak 73,6 persen responden menyatakan puas terhadap kinerja pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam penanganan kasus korupsi.

Kepuasan publik tersebut tecermin dari survei yang dilakukan Litbang Kompas pada 7 hingga 13 April 2025, dengan melibatkan 1.200 responden dari 38 provinsi.

Dari 73,6 persen yang menyatakan puas terhadap penanganan korupsi di era Presiden Prabowo, terbagi atas 63,7 persen yang menyatakan puas dan 9,9 persen menyatakan sangat puas.

Lalu, 22,4 persen menyatakan tidak puas, 1,1 persen menyatakan sangat tidak puas, dan 2,9 persen responden menyatakan tidak tahu/tidak jawab terhadap penanganan kasus korupsi di era Prabowo.

Adapun 48,8 persen responden yang mayoritas merupakan generasi Z dan Y, mendapatkan informasi tentang kasus korupsi dari media sosial, sedangkan dari televisi (41,7 persen) dan berita daring (14,2 persen).

Data tersebut menunjukkan bahwa platform digital telah menggantikan media konvensional sebagai kanal utama penyebaran informasi politik dan hukum.

Sementara itu, kasus korupsi yang paling diketahui masyarakat adalah bahan bakar minyak (BBM) oplosan, yakni sebesar 85,7 persen.

Setelah itu, kasus minyak goreng menjadi yang kedua diketahui publik, yaitu sebesar 74,9 persen.

Sedangkan untuk kasus logam mulia (35,4 persen) dan bank daerah (26,9 persen).

Mayoritas responden juga menyatakan yakin jika pemerintahan Presiden Prabowo dapat menyelesaikan kasus-kasus tersebut.

Sebanyak 72,8 persen responden yakin pemerintahan Prabowo-Gibran dapat menuntaskan kasus BBM oplosan.

Diikuti kasus minyak goreng (72,9 persen), logam mulia (63,4 persen), dan bank daerah (62,5 persen).

Sebagai informasi, Litbang Kompas melakukan survei kuantitatif secara tatap muka (F2F) pada 7-13 April 2025 terhadap 1.200 responden dari 38 provinsi.

Sampel diambil menggunakan metode multistage random sampling.

Survei Litbang Kompas ini dibiayai oleh Kementerian Informasi dan Digital.

Tag:  #digitalisasi #birokrasi #dipercaya #jadi #strategi #pencegahan #korupsi #prabowo

KOMENTAR