



Suara Etik Indonesia di Tengah Krisis Israel-Iran
JUAL beli serangan antara Iran versus Israel adalah konfirmasi langsung bahwa sistem internasional yang dibangun pasca-Perang Dunia II tidak lagi efektif.
Dalam situasi seperti ini, kredibilitas lembaga-lembaga internasional sebagai infrastruktur tatanan dunia menjadi tidak relevan.
Saya memandang bahwa pemerintah Republik Indonesia harus berani mendeklarasikan posisi yang tidak ambigu. Bukan untuk memperparah situasi, tapi merestorasi kepercayaan dunia pada tujuan bersama.
Infrastruktur global dalam berbagai dimensi relasi antarnegara, telah kehilangan legitimasi fungsionalnya dalam mengafirmasi misi harmonisasi.
Ketiadaan akuntabilitas terhadap pelanggaran Israel atas wilayah, nyawa, dan hak-hak rakyat Palestina, telah merobohkan tatanan dunia.
Pengabaian terhadap sanksi dari lembaga-lembaga internasional, telah membuka gerbang bagi legitimasi moral balas dendam memicu tindakan militer sebagai bahasa baru diplomasi.
Saya melihat bahwa konflik Iran dan Israel adalah gejala dari penyakit laten yang lebih sistemik. Selama lebih dari tujuh dekade, deposit pelanggaran Israel atas resolusi internasional sudah menumpuk.
Mengabaikan prinsip non-agresi, dan terus memperluas pendudukan atas wilayah yang tidak menjadi haknya.
Ketika kejahatan tidak diadili, maka reaksi yang muncul bukanlah pertanyaan etis, tetapi tindakan defensif. Dalam konteks ini, konflik militer antara Iran dan Israel tidak dapat dibaca secara ahistoris.
Sebagai Wakil Ketua DPD RI yang mewakili daerah dan bertanggung jawab atas bidang ekonomi dan pembangunan, saya menilai bahwa konflik Iran-Israel tidak hanya berisiko bagi stabilitas geopolitik, tetapi juga akan mengganggu pasokan energi, logistik perdagangan lintas negara, dan nilai tukar regional. Ini adalah krisis yang merambat.
Maka Indonesia tidak bisa memperlakukannya sebagai isu luar. Ini adalah krisis yang rentan membawa dampak langsung terhadap rakyat Indonesia.
Saya ingin menegaskan bahwa keberpihakan terhadap Palestina bukan perkara belas kasihan, dan ketegasan terhadap Israel bukan semata perkara ideologis. Ini adalah soal keberanian untuk berdiri di sisi yang tidak membenarkan impunitas.
Ketika satu negara menyerang wilayah lain secara sepihak tanpa sanksi dengan berbagai dalih, maka tatanan hukum internasional tidak lagi relevan.
Ketika perlawanan disebut radikalisme dan dilabeli sebagai tindak terorisme, tetapi agresi disebut pertahanan, maka bahasa diplomasi telah disabotase secara sepihak.
Tentara Israel memeriksa lokasi serangan rudal Iran di Kota Ramat Gan, dekat Ibu Kota Tel Aviv, Sabtu, 14 Juni 2025. Perang Israel-Iran berkecamuk sejak 13 Juni, ditandai dengan saling balas rudal dan drone.Konflik Iran dan Israel tidak akan pernah selesai selama ketidakadilan, ambiguitas dan standar ganda terus mewarnai sikap negara-negara yang berpengaruh dalam relasi global.
Kutukan terhadap Israel akan terus terjadi selama ketidakadilan terhadap Palestina tidak diselesaikan.
Tidak akan ada deeskalasi tanpa dekonstruksi terhadap struktur dominasi yang hari ini terus dipertahankan oleh kekuatan militer Israel dengan berbagai justifikasi pertahanan nasional.
Indonesia harus memosisikan diri bukan sebagai penonton yang menyerukan perdamaian dari kejauhan. Indonesia harus menjadi pemimpin dalam mendesakkan konsensus global, bahwa perang terbuka bukan solusi.
Menang jadi arang, kalah jadi abu. sama-sama rugi. Namun, diam atas ketidakadilan juga bukan pilihan.
Diplomasi yang bebas aktif harus diterjemahkan sebagai keberanian untuk menolak hegemoni yang melanggar hukum, tidak peduli dari mana asalnya.
Saya juga mengingatkan, bahwa konflik ini telah membuka ruang luas bagi pergeseran aliansi global yang bisa menjadi medan baru pertarungan kekuatan.
Dalam situasi seperti ini, posisi Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar dan rekam jejak diplomasi yang kredibel, harus dimaksimalkan.
Kita tidak bisa menunggu negara besar menentukan arah. Kita harus menjadi suara yang menentukan arah sendiri.
DPD RI siap mendukung segala bentuk langkah diplomatik pemerintah yang menjamin prinsip keadilan internasional ditegakkan dan mendesak dihentikannya semua bentuk agresi yang mengancam kehidupan sipil dan melanggar hukum humaniter internasional.
Kita tidak sedang membela satu negara atas negara lain. Kita sedang membuka gerbang akses keadilan.
Hukum dan moral tidak boleh tunduk pada kepemilikan senjata. Karena kita tidak sedang berlomba untuk saling menghabisi. Jalinan dunia yang kita bangun adalah tempat di mana kita tumbuh bersama.
Saya percaya bahwa dunia hanya akan pulih jika kebenaran ditegakkan dengan jujur. Dan Indonesia harus berdiri di tengah dunia dengan posisi yang jelas.