



4 Izin Usaha Tambang di Raja Ampat Dicabut, PT GAG Tak Termasuk
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebutkan, ada empat perusahaan tambang di Raja Ampat yang dicabut izin usaha pertambangan (IUP)-nya.
Namun, PT GAG Nikel yang pertambangannya di Pulau Gag disorot publik belakangan ini justru tidak dicabut izinnya oleh pemerintah.
"Yang kami cabut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining," kata Bahlil dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Bahlil menjelaskan, meski IUP PT GAG tidak dicabut, pemerintah akan tetap mengawasi pertambangan di wilayah tambang perusahaan tersebut.
"Jadi Amdal-nya harus ketat, reklamasinya harus ketat, tidak boleh merusak terumbu karang, jadi betul-betul kita akan awasi, terkait dengan urusan di Raja Ampat," ujar dia.
Sementara itu, Bahlil menyampaikan bahwa empat perusahaan lain dicabut IUP-nya karena diduga telah melakukan pelanggaran lingkungan.
"Alasan pencabutan tadi saya sudah sampaikan, bahwa pertama, secara lingkungan, atas apa yang disampaikan oleh Menteri LH kepada kami, itu melanggar," kata Bahlil.
Alasan kedua, kata Bahlil, lokasi empat perusahaan tambang nikel tersebut termasuk dalam kawasan Geopark yang harus dilindungi ekosistemnya.
"Yang ketiga adalah keputusan teratas dengan mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah dan juga melihat dari tokoh-tokoh masyarakat yang saya kunjungi," tuturnya.
Sebelumnya, aktivitas penambangan di Raja Ampat, khususnya di Pulau Gag, menjadi sorotan publik.
Sejumlah pihak menolak adanya aksi penambangan di Pulau Gag karena dikhawatirkan merusak lingkungan dan ekosistem alam di wilayah Bumi Cendrawasih.
Sorotan disampaikan dari kalangan masyarakat, aktivis, ahli, hingga sejumlah anggota DPR RI.
Greenpeace Indonesia mendesak agar izin tambang di Raja Ampat sepatutnya dicabut, tidak cukup hanya memanggil para penambang.
“Tentu ini langkah yang baik, tapi kita perlu yang lebih nyata, seperti pencabutan izin-izin tambang nikel di sana,” ujar Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, saat dihubungi, Kamis (5/6/2025).
Berdasarkan pengamatan Greenpeace Indonesia, hilirisasi nikel telah menyebabkan kerusakan alam secara masif.
“Industrialisasi nikel yang makin masif seiring tren naiknya permintaan mobil listrik telah menghancurkan hutan, tanah, sungai, dan laut di berbagai daerah, mulai dari Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Obi,” kata Iqbal.