Kubu Hasto Tuding Penyadapan Tanpa Izin Dewas, Begini Respons Balasan KPK
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo merespons tudingan Kubu Hasto yang menilai penyadapan oleh penyidik dalam kasus dugaan suap PAW Anggota DPR ilegal. [Suara.com]
21:52
9 Juni 2025

Kubu Hasto Tuding Penyadapan Tanpa Izin Dewas, Begini Respons Balasan KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons tudingan bahwa penyadapan yang dilakukan penyidik dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI tidak memiliki izin Dewan Pengawas (Dewas) lembaga antirasuah tersebut.

Tudingan tersebut muncul dalam sidang kasus dugaan suap PAW anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan yang menjadikan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menegaskan bahwa penyidik melakukan semua upaya paksa dalam proses penyidikan dengan berhati-hati.

"Seluruh tindakan penyidikan di antaranya penyadapan dan tindakan lainnya terkhusus dengan upaya paksa yang dilakukan, diantaranya pengggeledahan, penyitaan, dan penahanan, tentunya dilakukan penyidik secara berhati-hati dengan mengedepankan penghormatan atas hak asasi manusia,” kata Budi kepada wartawan, Senin 9 Juni 2025.

Dia menyebut bahwa bila ada pihak yang keberatan dengan proses penyidikan, yakni tim hukum Hasto, bisa mengajukan praperadilan.

"Pun dalam perjalanannya jika dianggap pelaksanaan kegiatan tersebut dipandang ada kekeliruan dapat diuji melalui gugatan praperadilan,” ujar Budi.

Lebih lanjut, Budi menyebut, jaksa penuntut umum (JPU) memiliki beban untuk membuktikan bahwa tindak pidana telah terjadi dan Hasto selaku terdakwa melakukan tindak pidana tersebut.

Budi kemudian menjelaskan bahwa penuntut umum dalam menjalankan tugasnya di persidangan memiliki cara, pendekatan, serta strategi sendiri dalam rangka menyakinkan majelis hakim.

"Bahwa peristiwa pidana yang terjadi, dengan menghadirkan alat-alat bukti yang sah, maka dapat disimpulkan bahwa  benar terdakwa lah pelakunya," tuturnya.

Masih menurutnya, perbedaan dalam menangkap, menafsirkan serta menyimpulkan keterangan yang muncul di persidangan merupakan dinamika yang kelak dituangkan dalam kesimpulan oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam persidangan.

"Yaitu surat tuntutan oleh jaksa penuntut umum, terdakwa dan penasihat hukumnya melalui pledoi dan majelis hakim dalam putusannya," katanya.

Sementara itu, Ahli Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar menjelaskan bahwa hasil penyadapan tidak sah sebagai alat bukti bila diperoleh penyidik tanpa seizin Dewas KPK.

Hal itu disampaikan Fatahillah dalam sidang kasus dugaan suap PAW Anggota DPR dan dugaan perintangan penyidikan yang menjadikan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa.

Fatahillah menjelaskan tidak sahnya hasil penyadapan berlaku apabila diperoleh dalam kurun waktu di bawah periode 2021 atau tepatnya setelah Mahkamah Agung (MA) membatalkan Undang-undang nomor 19 tahun 2019 yang mengatur perihal penyadapan diubah harus seizin Dewas. 

"Berarti setelah putusan MA, ke depan, nggak perlu lagi penyadapan KPK izin Dewas begitu ya?" kata Kuasa Hukum Hasto, Febri Diansyah di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 5 Juni 2025. 

"Tapi perlu memberitahukan," jawab Fatahillah. 

Fatahillah menyampaikan, jika hasil penyadapan diperoleh sebelum MK membatalkan UU 19 tahun 2019, maka penyidik harus mendapatkan izin dari Dewas KPK.

"Ya seharusnya mendapatkan izin ya," ujar Fatahillah.

"Kalau tidak ada izin Dewas, sah nggak bukti penyadapan itu?" tanya Febri.

"Mungkin dalam konteks ini kalau tidak menggunakan izin tersebut ya tidak sah," sahut Fatahillah. 

Dia menjelaskan, penyidik KPK mesti tunduk dengan aturan yang mengatur proses penyadapan supaya alat bukti yang diperoleh bisa digunakan secara sah. 

Ia kemudian memertanyakan, apabila penyelidikan dilakukan sejak tanggal 20 Desember tahun 2019, setelah UU Nomor 19 Tahun 2019 diundangkan pada 17 Oktober 2019. 

"Wajib tunduk nggak proses penyadapan yang dimulai di penyelidikan 20 Desember dengan undang undang ini, undang-undang KPK?" cecar Febri. 

"Ya kalau dia dimulainya setelah undang-undang KPK, ya tunduk," timpal Fatahillah.

Lebih lanjut, Fatahillah menyampaikan bahwa perolehan alat bukti harus dilihat justifikasi atau alasan dasar hukum yang sah dan dapat diterima.

Dia menilai bahwa tidak ada justifikasi terhadap alat bukti, maka tidak bisa digunakan dalam proses persidangan.

"Kalau tidak, ya berarti alat buktinya tidak bisa dipakai atau ada hal yang memang tidak bisa digunakan dalam persidangan. Tapi kalo ada justifikasinya dia bisa tetap dilanjutkan dalam proses persidangan," tuturnya. 

Meski begitu, Fatahillah menyerahkan seluruh penilaian perkara kepada majelis hakim untuk menentukan keabsahan dari alat bukti tersebut.

"Makanya dalam konteks ini, dalam praktek Indonesia, konsep exclusionary rules itu kan belum digunakan secara pasti ya. Jadi diserahkan kepada majelis hakim untuk menilai kekuatan pembuktian dan keabsahan alat bukti dalam setiap alat bukti," papar Fatahillah. 

Ahli Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar (kedua kanan) memberikan keterangan dalam persidangan dengan terdakwa Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/6/2025). [ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU]Ahli Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar (kedua kanan) memberikan keterangan dalam persidangan dengan terdakwa Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/6/2025). [ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU]

"Kalau betul-betul tidak ada justifikasi sesuai pendapat saya tadi, tidak bisa digunakan," katanya.

Sebelumnya, jaksa mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada PAW Anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.

Dengan begitu, Hasto diduga melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

Sementara di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Editor: Chandra Iswinarno

Tag:  #kubu #hasto #tuding #penyadapan #tanpa #izin #dewas #begini #respons #balasan

KOMENTAR