



Soal Perpres Perlindungan Jaksa, Komjak Bantah Ada Konflik Kejaksan dengan Polri
- Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (Komjak RI) Pujiyono Suwadi membantah isu adanya ketidakharmonisan hubungan antara institusi Kejaksaan dan Kepolisian.
Hal ini disampaikan Pujiyono merespons terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 yang memberikan kewenangan kepada TNI untuk turut serta memberikan perlindungan terhadap kejaksaan dalam pelaksanaan tugasnya.
Pernyataan ini sekaligus merespons pandangan eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang menilai pengerahan prajurit TNI untuk menjaga kantor kejaksaan di seluruh Indonesia adalah sesuatu yang tidak normal.
“Kalau tidak akur kan persepsinya Prof Mahfud ya, nanti di mananya tanya beliau, tapi sepanjang saya di Komisi Kejaksaan satu tahunan ini kita lihat fine-fine saja, baik-baik saja,” kata Pujiyono dalam Podcast Gaspol! Kompas.com yang dikutip pada Jumat (6/6/2025).
Pujiyono menuturkan, selama menjabat sebagai pimpinan pengawas Kejaksaan, ia tidak melihat ada tanda-tanda persaingan atau konflik antara dua institusi penegak hukum tersebut.
Bahkan, menurutnya, Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanudin terlibat akrab dalam berbagai pertemuan.
“Ya kalau orang menduga, menyebut ini ada kayak kompetisi, ada kayak tidak akur segala macam, kita lihat Pak Jaksa Agung sama Pak Kapolri ketemu cipika-cipiki, ketemu senyam-senyum, bahkan salam komando kita lihat di beberapa media, kita melihat tidak ada ini (ketidakakuran) sebenarnya,” ujar Pujiyono.
Sebagai informasi, Presiden Prabowo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia.
Perpres yang ditandatangani Kepala Negara pada 21 Mei 2025 itu memberikan kewenangan kepada TNI untuk turut serta memberikan perlindungan terhadap kejaksaan dalam pelaksanaan tugasnya.
Dalam program ROSI Kompas TV, Jumat (16/5/2025), Mahfud berpandangan bahwa pengerahan TNI ke kantor-kantor kejaksaan dengan alasan pengamanan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Karena dua undang-undang yang mengatur tentang ini, satu Undang-Undang Kejaksaan, yang kedua Undang-Undang TNI, yang terakhir tidak membuka pintu untuk ini kecuali dengan kunci khusus," ujar dia.
Dia pun mengutip bunyi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Pasal 8A yang mengatur hak jaksa dan keluarganya untuk meminta serta mendapatkan perlindungan khusus dari ancaman keselamatan.
"Di situ disebutkan, hak untuk minta perlindungan atas ancaman keselamatan diminta ke kepolisian. Disebut eksplisit di situ, bukan ke TNI," ujar Mahfud.
“Di dalam UU yang saya sebut tadi, UU Kejaksaan Agung itu, disebutkan bahwa dalam meminta haknya untuk meminta perlindungan itu harus ke Polri, bukan ke TNI. Kenapa sekarang harus ke TNI?” sambung dia.
Dia pun menduga bahwa hal ini berkaitan dengan ketidakharmonisan hubungan antara Kejaksaan dengan Polri yang telah terjadi sejak lama.
Bahkan, dalam beberapa agenda untuk koordinasi, kata Mahfud, Kapolri dan Kejagung enggan hadir dalam forum yang sama.
"Di dalam kerja-kerjanya tidak saling bersinergi. Rupanya saling berkompetisi, bukan saling bersinergi. Dan itu tidak baik bagi pendidikan hukum," ungkap Mahfud.
Tag: #soal #perpres #perlindungan #jaksa #komjak #bantah #konflik #kejaksan #dengan #polri