



Tak Hanya Aksi Indonesia Gelap, Revisi UU Kejaksaan Juga Dikritik Lewat Forum Diskusi
- Revisi Undang-Undang (UU) Kejaksaan masuk dalam tuntutan aksi Indonesia Gelap di berbagai daerah Indonesia. Massa menolak revisi UU tersebut. Tidak hanya di jalanan, kritik terhadap revisi itu juga disampaikan melalui berbagai forum diskusi. Beberapa poin menjadi sorotan karena dinilai tidak perlu dan rawan disalahgunakan.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Ali Syafaat adalah salah seorang akademisi yang mempertanyakan revisi UU Kejaksaan. Menurut dia, saat ini belum ada alasan mendesak untuk merevisi UU tersebut. Apalagi jika dalam revisi itu kewenangan Kejaksaan ditambah. Hal serupa dia sampaikan untuk revisi UU TNI dan UU Polri.
”Perubahan terhadap UU Kejaksaan belum memiliki urgensi. Begitu pula Revisi UU Polri dan Revisi UU TNI. Jika ada penambahan kewenangan, pasti akan ada konflik kepentingan dan tumpang tindih kewenangan,” ungkap dia dalam forum diskusi di Jakarta.
Menurut Ali, penyalahgunaan kewenangan berpotensi terjadi jika ada penambahan kewenangan dalam Revisi UU Kejaksaan. Dia menilai, yang jauh lebih penting dan diperlukan saat ini justru penguatan terhadap lembaga pengawasan penegak hukum. Revisi UU yang dipaksakan, lanjut dia, malah bisa mengganggu dan mengancam kebebasan sipil.
”Kalau terus dipaksakan, justru kita jadi curiga. Ada apa ini terus dipaksakan, apa ada kepentingan kekuasaan,” ujarnya.
Hal senada disampaikan oleh mantan anggota Komisi Kejaksaan (Komjak) Bhatara Ibnu Reza. Menurut dia, penambahan kewenangan melalui Revisi UU Kejaksaan dalam konteks penegakan hukum dan demokrasi akan sangat berbahaya. Apalagi kewenangan terkait dengan intelijen dan penyadapan. Menurut dia, itu bisa menjadi ancaman bagi masyarakat sipil.
”Kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dapat mengancam HAM, hingga fungsi intelijen yang berbahaya dan berpotensi untuk disalahgunakan,” kata dia.
Bhatara menyatakan bahwa intelijen Kejaksaan mestinya tidak menyentuh objek, melainkan cukup dilakukan untuk mengumpulkan informasi dan menganalisa informasi, bukan melakukan penyelidikan. ”Itu berbahaya dan mudah dilakukan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan politik atau kepentingan lainnya diluar tugas dan fungsi Kejaksaan,” terang dia.
Sementara itu, anggota Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Gina Sabrina mengkritisi penambahan kewenangan jaksa yang tidak dibarengi dengan penguatan pada sektor pengawasan. Gina menyebut, hal itu sangat berbahaya. Apalagi bila melihat banyaknya aduan terhadap kejaksaan saat ini. Termasuk aduan mengenai dugaan pelanggaran kode etik.
”Perubahan UU Kejaksaan harus mempertimbangkan mekanisme check and balances agar tidak berujung pada penyalahgunaan kekuasaan,” jelasnya.
Sebelumnya, ribuan massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil melaksanakan aksi Indonesia Gelap di Bundaran Patung Kuda, Jakarta Pusat pada Jumat (21/2). Mereka menyampaikan berbagai kritik terhadap pemerintah dan penguasa. Termasuk diantaranya terkait dengan revisi sejumlah UU yang kini dibahas bersama DPR. Yakni Revisi UU Kejaksaan, Revisi UU Polri, dan Revisi UU TNI.
Tag: #hanya #aksi #indonesia #gelap #revisi #kejaksaan #juga #dikritik #lewat #forum #diskusi