



Konflik Razman-Hotman Paris, Peradi: Jika Benar, Perilaku Itu Tak Dibenarkan
- Ketua Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Adardam Achyar menyoroti soal polemik antara dua advokat, Hotman Paris dan Razman Arif Nasution.
Dia menegaskan bahwa segala bentuk sanksi terhadap advokat harus melalui mekanisme Dewan Kehormatan sesuai dengan Undang-Undang Advokat.
"Khusus masalah teman yang berdua itu, kalau lah peristiwa seperti yang terlihat itu benar, perilaku itu tidak dibenarkan,” kata Adardam di Jakarta, Minggu (16/2/2025).
“Tapi apa pun sanksi yang dijatuhkan harus melalui mekanisme Dewan Kehormatan, dan sesuai dengan Undang-Undang Advokat, organisasi advokat itu satu, yaitu Peradi," ujarnya lagi.
Namun, menurut dia, permasalahan timbul karena Mahkamah Agung (MA) mengakui keduanya bukan sebagai anggota Peradi.
Adardam menyebut, hal ini merupakan dampak dari terbitnya SK MA Nomor 073, yang membuka peluang bagi banyak organisasi advokat untuk mengangkat advokat tanpa standar yang jelas.
"Jadi tugas MA adalah membawa mereka semua ke Peradi yang sah dengan mencabut SK MA Nomor 073,” katanya.
“Peradi siap untuk mengambil semua langkah agar semua rekan-rekan yang diangkat sebagai advokat melalui SK MA 073 bisa diterima, ditingkatkan, dan diberi pemantapan kode etik," ujar Adardam lagi.
Adardam menilai bahwa SK MA Nomor 073 telah menciptakan masalah serius dalam dunia advokat.
Rekrutmen yang tidak selektif dan pengawasan yang tidak efektif menyebabkan lahirnya advokat-advokat yang kurang berkualitas, baik dari segi keilmuan, kompetensi, moral, maupun integritas.
"Pada akhirnya, advokat-advokat inilah yang merendahkan wibawa peradilan itu sendiri," katanya.
Dengan kondisi ini, Peradi mendorong MA untuk kembali kepada prinsip single bar yang diatur dalam Undang-Undang Advokat. Sehingga, standar profesionalisme dan integritas advokat dapat terjaga demi menjaga kehormatan profesi serta sistem peradilan di Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, Adardam juga menyoroti perdebatan mengenai batasan imunitas advokat dalam menjalankan profesinya.
Dia mengatakan , dalam Pasal 16 Undang-Undang Advokat menyebutkan bahwa advokat tidak dapat dituntut, baik secara pidana maupun perdata, selama menjalankan tugasnya dengan itikad baik.
Namun, dia mempertanyakan apakah semua tindakan advokat dalam persidangan atau ruang publik otomatis dilindungi oleh imunitas tersebut.
“Harus berani mengatakan bahwa perilaku seperti itu tidak termasuk dalam lingkup imunitas,” ujar Adardam.
“Karena dalam pasal 16 itu jelas disebutkan bahwa perlindungan hanya diberikan jika advokat menjalankan profesinya dengan itikad baik. Nah, apakah naik meja itu mencerminkan itikad baik? Kan tidak,” katanya lagi.
Meski demikian, Adardam menekankan bahwa mekanisme hukum tetap harus dijalankan secara objektif dan tidak boleh melemahkan profesi advokat secara keseluruhan.
“Jangan sampai ini justru menjadi upaya melemahkan advokat yang memang bertugas membela kepentingan hukum kliennya,” ujarnya.
Tag: #konflik #razman #hotman #paris #peradi #jika #benar #perilaku #dibenarkan