![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/view.png)
![Efisiensi Anggaran, Mengapa Tak Dimulai dengan Memangkas Kabinet?](https://jakarta365.net/uploads/2025/02/12/kompas/efisiensi-anggaran-mengapa-tak-dimulai-dengan-memangkas-kabinet-1222032.jpg)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/clock-d.png)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/calendar-d.png)
Efisiensi Anggaran, Mengapa Tak Dimulai dengan Memangkas Kabinet?
PENGHEMATAN anggaran yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan menimbulkan pertanyaan kritis: mengapa efisiensi fiskal tidak dimulai dari struktur pemerintahan itu sendiri, khususnya melalui perampingan kabinet?
Dalam konteks tata kelola negara, efisiensi anggaran bukan hanya soal memotong belanja barang atau subsidi, tetapi juga soal bagaimana pemerintah mengelola sumber daya manusia dan birokrasi secara efektif.
Kabinet Merah Putih saat ini dikenal sebagai salah satu yang terbesar di dunia, dengan lebih dari 30 menteri, belum termasuk wakil menteri, staf khusus, dan berbagai lembaga non-kementerian.
Terakhir, pemerintah menambah pejabat dengan mengangkat Deddy Corbuzier, pendukung Prabowo ketika Pilpres 2024, sebagai staf khusus (stafsus) menteri pertahanan.
Pengangkatan Deddy Corbuzier sebagai stafsus Menhan di tengah efisiensi besar-besaran adalah sebuah ironi. Jika efisiensi benar-benar dijadikan pijakan, semestinya pemerintah lebih selektif dan transparan dalam setiap pengangkatan pejabat.
Struktur pemerintah yang gemuk tentu berdampak langsung pada besaran anggaran yang dibutuhkan, mulai dari gaji, tunjangan, fasilitas, hingga biaya operasional lainnya.
Perampingan kabinet tidak serta-merta berarti penurunan kinerja pemerintah. Sebaliknya, kabinet yang lebih ramping justru bisa meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan.
Dengan jumlah menteri yang lebih sedikit, koordinasi antarlembaga menjadi lebih mudah dan cepat.
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman mengelola pemerintahan dengan jumlah menteri yang jauh lebih sedikit, tetapi tetap mampu menjalankan roda pemerintahan secara efisien dan responsif.
Selain itu, perampingan kabinet juga membuka peluang untuk mengurangi tumpang tindih kewenangan antarkementerian.
Selama ini, tidak jarang terjadi gesekan atau kebingungan akibat batasan tugas yang tidak jelas, pada akhirnya menghambat implementasi kebijakan publik.
Dengan struktur lebih sederhana, pemerintah bisa lebih fokus pada prioritas pembangunan nasional tanpa terjebak dalam birokrasi berbelit.
Menghemat anggaran tanpa menyasar rakyat kecil
Upaya penghematan anggaran sering kali berujung pada pemotongan subsidi atau program sosial yang berdampak langsung pada masyarakat.
Padahal, ada banyak pos pengeluaran yang bisa dioptimalkan tanpa membebani rakyat kecil. Salah satunya adalah anggaran untuk birokrasi pemerintahan yang gemuk.
Memangkas kabinet berarti mengurangi biaya operasional negara dalam skala signifikan. Anggaran yang biasanya digunakan untuk mendanai kementerian yang tumpang tindih bisa dialihkan untuk program-program lebih produktif, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Dengan cara ini, efisiensi anggaran tidak menjadi beban bagi masyarakat, melainkan menjadi solusi untuk meningkatkan kualitas layanan publik.
Namun, perampingan kabinet bukan tanpa tantangan. Salah satu hambatan terbesar adalah aspek politik.
Jabatan menteri sering kali menjadi bagian dari “kompromi politik” dalam sistem pemerintahan koalisi seperti di Indonesia.
Penunjukan menteri tidak selalu didasarkan pada kebutuhan teknis, tetapi juga sebagai bentuk pembagian kekuasaan kepada partai politik pendukung.
Inilah mengapa keberanian politik sangat dibutuhkan. Jika Prabowo benar-benar ingin menerapkan efisiensi anggaran secara konsisten, ia harus mampu melampaui kepentingan politik jangka pendek demi kepentingan nasional.
Mengelola kabinet yang lebih ramping mungkin akan mengurangi “ruang tawar” bagi partai politik, tetapi justru menunjukkan komitmen kuat terhadap tata kelola pemerintahan yang bersih dan efektif.
Gagasan penghematan anggaran adalah langkah positif, tetapi harus dilakukan secara menyeluruh dan menyentuh akar permasalahan.
Mengapa tidak memulai dari perampingan kabinet? Selain menghemat anggaran, langkah ini juga dapat meningkatkan efisiensi pemerintahan dan kualitas pelayanan publik.
Pada akhirnya, efisiensi bukan hanya soal angka dalam laporan keuangan negara, tetapi juga tentang bagaimana pemerintah mengelola sumber daya publik dengan bijak, transparan, dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Jika Prabowo ingin meninggalkan warisan pemerintahan yang efektif, memangkas kabinet bisa menjadi awal dari perubahan besar yang dibutuhkan Indonesia.
Tag: #efisiensi #anggaran #mengapa #dimulai #dengan #memangkas #kabinet