Yusril Dorong Pembahasan RUU Keamanan Laut: Badan yang Tidak Relevan Tak Akan Lagi Terlibat
KEAMANAN LAUT - Menko Hukum, HAM, Imipas RI Yusril Ihza Mahendra bersama Wemenko Hukum, HAM Imipas RI Otto Hasibuan saat ditemui awak media di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025). [Rizki Sandi Saputra] 
20:09
11 Februari 2025

Yusril Dorong Pembahasan RUU Keamanan Laut: Badan yang Tidak Relevan Tak Akan Lagi Terlibat

- Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Prof Yusril Ihza Mahendra menyatakan, pihaknya mendorong dibahasnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan Laut.

Hal itu disampaikan Yusril dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Selasa (11/2/2025). Yusril menyatakan, dalam RUU tersebut nantinya akan tertuang aturan terbentuknya satu badan atau lembaga yang memiliki wewenang yang mengawasi kedaulatan laut Indonesia.

Saat ditemui usai raker, Yusril membeberkan alasan perlunya urgensi RUU Keamanan Laut itu.

Kata dia, salah satunya yakni untuk mengefisiensikan lembaga-lembaga negara yang tumpang tindih dalam hal menjaga keamanan laut.

"Jadi selama ini kan memang ada yang di bawah Kepolisian Polairud, ada di bawah TNI Angkatan Laut, ada di bawah Kementerian Kelautan, ada Perhubungan, ada Bakamla, dan lain-lain. KPLP RI (Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai) juga ya? KPLP. KPLP juga, ada Bea Cukai juga," kata Yusril kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).

"Nah, ini masing-masing punya kewenangan dan seringkali kewenangannya itu tumpang tindih di laut," sambung dia.

Atas hal itu, menurut Yusril, perlu adanya satu aturan atau beleid yang berguna untuk merapihkan kondisi tumpang tindih tersebut.

Nantinya kata Yusril, hanya akan ada satu badan atau lembaga negara yang memiliki kewenangan yang sifatnya non-militer.

"Kemungkinan hanya ada satu badan yang diberikan kewenangan melakukan penegakan hukum di laut, tapi non-militer sifatnya. Kalau militer, pertahanan keamanan sudah pasti itu kewenangannya Angkatan Laut tidak bisa diganggu sama yang lain," kata dia.

Saat disinggung soal ada atau tidaknya badan atau lembaga yang dibubarkan jika RUU itu menjadi Undang-Undang, Yusril tidak membeberkan secara jelas.

Terpenting kata dia, akan dibentuknya satu lembaga itu sebagai bentuk efisiensi pemerintah dalam menerapkan pengamanan dan kedaulatan laut.

"Ya, dan (badan atau lembaga) yang tidak begitu relevan, berkali-kali ya mungkin tidak perlu lagi terlibat. Ini kan demi efisiensi pemerintahan supaya tidak terjadi tumpang tindih," ucap dia.

"Kalau kita tahu kan kita harus menghemat anggaran banyak sekali. Kalau tumpang tindih-tumpang tindih kan akhirnya banyaknya cost keluar, tapi efektivitas tidak terjamin," tukas Yusril.

Sebelumnya, Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI (Wamenkopolkam) Lodewijk F Paulus membeberkan, sejatinya Indonesia memiliki cukup banyak lembaga negara yang mempunyai kewenangan menjaga kedaulatan laut.

Kata dia, jumlahnya mencapai 13 lembaga, termasuk di antara Badan Keamanan Laut (Bakamla), TNI Angkatan Laut, Polisi Air dan Udara (Polairud) di bawa kewenangan Polri, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan masih ada beberapa lainnya.

Menurut Lodewijk, jika ditotal setidaknya ada 13 lembaga negara yang turut andil memiliki kewenangan menjaga laut Indonesia.

"Kemudian banyak lembaga sebagI aparat penegak hukum dilaut, ada 13 lembaga kalau kita lihat saat ini, 13 lembaga punya tugas masing-masing punya wewenang masing-masing dan dilindungi oleh uu dan diantara 13 ini 6 diantaranya punya armada punya kapal," kata Lodewijk saat rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, di Ruang Rapat Banggar DPR, Selasa (11/2/2025).

Hanya saja, dari sekian banyaknya lembaga negara tersebut, keseluruhannya masih memiliki kelemahan dalam hal berkoordinasi.

Lebih jauh, dirinya bahkan menyatakan kalau setiap lembaga negara yang dimaksud tersebut mengedepankan ego sektoral masing-masing.

"Nah disinilah dengan punya wewenang aturan dilindungi oleh undang-undang yang keluar adalah egosektoral masing-masing," kata dia.

"Karena mereka merasa bahwa sayalah yang berwenang seusai itu nya dia tanpa melihat kepentingan yang lebih besar," sambung Lodewijk.

Dirinya lantas menyoroti kewenangan aparat penegak hukum yang menjaga kedaulatan dan keamanan laut di Indonesia, khususnya Badan Keamanan Laut RI (Bakamla).

Menurut dia, kewenangan Bakamla saat ini tidak lebih baik dibandingkan pada masa lalu saat masih menjadi Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla).

Hal ini menurut Lodewijk, mencerminkan lemahnya bentuk koordinasi penegak hukum di Indonesia dalam menjaga keamanan laut.

"Lemahnya koordinasi antar aparat penegak hukum di laut. Ini lemahnya contoh dulu sudah ada bakorkamla, badan koordinasi. Tapi dibubarkan jadi Bakamla," kata Lodewijk.

Menurut dia, setelah dibentuknya Bakamla, justru kewenangan yang sebelumnya dimiliki Bakorkamla justru berkurang.

Kata Lodewijk, saat ini Bakamla tidak memiliki kewenangan lain selain daripada melakukan koordinasi.

"Setelah Bakamla keluar wewenang koordinasi itu ada tapi wewenang penegakan hukum tidak ada. Artinya ya itu Bakamla ini jadi banci lagi," ujar dia.

Tak cukup di situ, mantan Sekjen DPP Partai Golkar tersebut juga membeberkan perihal beberapa permasalahan terhadap sistem keamanan laut.

Jika diidentifikasi, permasalahan yang paling awal yakni masih lemahnya Koord antar penegakan hukum.

"Pertama masih lemahnya koordinasi dalam penegakan hukum dan pola kemanana laut yang terpadu," ujar dia.

Dengan lemahnya koordinasi tersebut menurut Lodewijk, menimbulkan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di laut Indonesia.

Contoh paling konkret kata dia yakni banyaknya kegiatan ilegal fishing atau penangkapan ikan secara ilegal.

"Selain itu terdapat berbagai pelanggaran yang sering terjadi di Indonesia. Pelanggaran masuk ke wilayah Indonesia. Kegiatan ilegal fishing yang terus terjadi. Termasuk kejahatan lintas negara," ujar dia.

Mantan Wakil Ketua DPR RI itu, menyatakan, keseluruhan persoalan itu timbul karena regulasi keamanan laut yang belum tersusun secara komperhensif, adaptif, responsif dan inklusif. 

"Belum optimalnya sistem keamanan dan keselamatan laut nasional disebabkan adanya fragmentasi aturan hukum di wilayah laut," tandas Lodewijk.

Editor: Malvyandie Haryadi

Tag:  #yusril #dorong #pembahasan #keamanan #laut #badan #yang #tidak #relevan #akan #lagi #terlibat

KOMENTAR