![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/view.png)
![Pakar Sebut Survei Opini Hasto Terlibat Korupsi Masiku, Tabrak Etika dan Asas Praduga Tak Bersalah](https://jakarta365.net/uploads/2025/02/10/tribunnews/pakar-sebut-survei-opini-hasto-terlibat-korupsi-masiku-tabrak-etika-dan-asas-praduga-tak-bersalah-1198659.jpg)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/clock-d.png)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/calendar-d.png)
Pakar Sebut Survei Opini Hasto Terlibat Korupsi Masiku, Tabrak Etika dan Asas Praduga Tak Bersalah
Emrus menegaskan, survei harus berbasis pada ilmu pengetahuan dan filosofi dari ilmu pengetahuan adalah untuk kebaikan umat manusia.
Dimana, ilmu pengetahuan bukan untuk ilmu pengetahuan itu sendiri, tapi untuk kebaikan umat manusia.
"Kalau ilmu hanya ilmu pengetahuan, manusia kloning manusia bisa. Tapi apakah itu manusiawi? Jelas tidak. Walaupun secara ilmu pengetahuan bisa tapi tidak boleh dilakukan demi kemanusiaan. Itu filosofi ilmu," kata Emrus saat dihubungi, Senin (10/2/2025).
Terkait hal itu, Emrus menegaskan bahwa survei yang menguji persepsi publik apakah Hasto korupsi atau tidak, jelas-jelas bertentangan dengan etika dan menabrak filosofi ilmu pengetahuan.
"Sekarang (LSI) dibuatnya survei seperti itu, kalaupun kita asumsikan memang secara survei scientific, tapi kan belum tentu benar pada kenyataannya (Hasto korupsi). Ini kan survei seolah-olah Hasto korupsi. Tidak bisa begitu dong,” tegasnya.
"Jadi persoalan Hasto korupsi atau tidak, itu bukan soal percaya atau tidak percaya. Ini kan prejudice jadinya," sambung dia.
Menurut Emrus, dibanding melakukan survei opini publik terhadap seseorang, mestinya energi lembaga survei dipakai buat mengungkap fakta dan kebenaran. Bukan membangun opini yang menyinggung kemanusiaan.
Oleh karena itu, dia meminta para lembaga survei dalam bicara masalah kebenaran bukan men-survei opini publik apakah percaya atau tidak percaya. Tapi harusnya investigasi yang mendalam untuk mengungkap fakta.
Hal itu dimaksudkan agar jangan mengarah pada tuduhan tidak baik pada seseorang.
"Kalau menurut saya, ini mengarah pada trial by the press. Asas praduga tak bersalah atau apalah bahasanya. Seperti itu," lanjut Emrus.
Yang tak kalah penting, Emrus meminta para lembaga survei kembali pada kaidah filosofis ilmu pengetahuan yang dibangun dalam tiga fondasi. Yakni ontoligi, epistemologi dan aksiologi.
Ontoligi adalah objek yang dikaji ilmu.
Sementara Epistimologi cara atau metodologi memperoleh ilmu, serta Aksoslogi adalah penerapan dari ilmu pengetahuan.
"Jadi dalam filosofi ilmu, ini (survei LSI soal opini Hasto) tak cukup hanya ontologi dan epistemologi saja. Harus pada aksiologi, apakah baik atau tidak bagi kemanusiaan. Apakah manusiawi atau tidak."
"Jadi yang saya persoalkan aksiologi survei ini. Apakah baik, apakah manusiawi, apakah baik bagi etika. Penerapan survei harus mengabdi pada kemanusiaan itu sendiri," kata Emrus.
"Artinya, saya berpendapat. Survei yang mengatakan orang percaya bahwa Hasto korupsi atau tidak, itu menabrak kaidah aksiologi ilmu pengetahuan," terangnya.
Lebih jauh Emrus juga menilai dalam hal Ontoligi dan Epistimologi, survei juga perlu dibongkar, apakah sudah benar atau tidak secara metode dan objeknya.
"Metodologinya perlu dibongkar. Buka ke publik. Kemudian siapa pembiayanya. Bongkar. (Dana) dari kantong dia pindah atau tidak. Sumber dayanya dari mana. Harus dibongkar. Lalu bicara hasil. Aksiologinya kan tidak bagus secara kemanusiaan," tandas Emrus.
Survei LSI
Diberitakan sebelumnya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) meluncurkan hasil survei terbarunya yang menyatakan kalau dominan publik percaya kalau Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto terlibat dalam perkara korupsi Harun Masiku.
Hal itu dituang dalam survei terbaru LSI bertajuk Kinerja Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi, pada Minggu (9/2/2025).
Dalam temuannya, Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan, ada lebih dari 70 persen publik percaya kalau ada keterlibatan Hasto dalam perkara Harun Masiku.
"Jadi kalau di sini kita lihat ada 77 persen masyarakat percaya bahwa sekjen PDIP itu memang terlibat dalam kasus Harun Masiku ini, kasus yang sudah berlangsung cukup lama, sudah 6 tahunan," kata Djayadi saat menyampaikan paparan temuannya, secara daring dari YouTube LSI.
Hasil tersebut juga didapati kata Djayadi dari 36,2 persen responden yang mengaku mengetahui perkembangan perkara Hasto.
Djayadi lantas menilai, kepercayaan masyarakat terhadap keterlibatan Hasto juga dijadikan salah satu aspek masih positifnya penilaian pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Jadi ini mencerminkan ini salah satu cerminan dari atau penyebab dari mengapa masyarakat memberikan penilaian masih positif kepada kinerja pemberantasan korupsi," ujar Djayadi.
Perkara yang menyeret Sekjen PDIP itu juga kata Djayadi, menjadi salah satu aspek yang memberikan citra positif bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pasalnya, kinerja KPK dalam mengungkap tindakan-tindkaan korupsi masih dilakukan secara baik.
"Jadi kasus Hasto Kristiyanto ini cukup memberi citra positif kepada KPK sehingga kinerja pemberantasan korupsi dianggap baik dan juga kasus-kasus tindakan-tindakan yang dilaksanakan kejaksaan agung juga menyumbang juga terhadap masih positif nya penilaian terhadap pemberantasan korupsi pemerintahan," tandas dia.
Sebelumnya, LSI juga menampilkan hasil perihal penilai masyarakat terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dalam hasilnya, dominan masyarakat menilai positif terhadap upaya pemberantasan korupsi.
"Sama penilaian nya sekarang positif ada 44,9 persen yang menilai pemberantasan korupsi pada Januari 2025 ini katakanlah setelah 100 hari pemerintahan itu di angka 44 persen, positif dibandingkan dengan yang menilai buruk atau negatif itu 26,2 persen yang sedang 24,4 persen," kata Djayadi.
Meski dinilai positif, namun dirinya beranggapan kalau penilaian publik di awal pemerintahan ini bisa jadi tercampur antara evaluasi dengan harapan.
Kata Djayadi, apabila penilaian positif itu tinggi maka bukan tidak mungkin adanya juga harapan yang tinggi dari publik terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Tapi ini catatan juga seperti yang saya kira banyak kita sepakati bahwa penilaian masyarakat di awal-awal pemerintahan itu seringkali merupakan gabungan antara evaluasi kinerja sekaligus harapan juga sebenarnya," kata dia.
"Itu yang saya kira perlu menjadi catatan, jadi penilaian positif pada saat ini harus diterjemahkan juga sebagai harapan yang tinggi kepada pemerintahan yang baru termasuk kepada para penegakan hukum," tandas Djayadi.
Sebagai informasi, survei tersebut dilakukan dalam periode 20-28 Januari 2025. Populasi survei yakni seluruh warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih yakni mereka yang berusia 17 tahun atau lebih.
Dari populasi tersebut dipilih secara random (multistage random sampling) sebanyak 1.220 untuk menjadi responden.
Adapun responden terpilih diwawancarai melalui tatap muka. Margin of error dari survei ini sebesar kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Tag: #pakar #sebut #survei #opini #hasto #terlibat #korupsi #masiku #tabrak #etika #asas #praduga #bersalah