![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/view.png)
![Turut Kritisi Revisi KUHAP, IPW: Penerapan Dominus Litis Berpotensi Bikin Kejaksaan Super Body dalam Penegakan Hukum Pidana](https://jakarta365.net/uploads/2025/02/08/jawapos/turut-kritisi-revisi-kuhap-ipw-penerapan-dominus-litis-berpotensi-bikin-kejaksaan-super-body-dalam-penegakan-hukum-pidana-1164329.jpg)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/clock-d.png)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/calendar-d.png)
Turut Kritisi Revisi KUHAP, IPW: Penerapan Dominus Litis Berpotensi Bikin Kejaksaan Super Body dalam Penegakan Hukum Pidana
- Wacana Revisi Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP) terus menuai sorotan. Kali ini kritik muncul dari Indonesia Police Watch (IPW). Salah satu yang menjadi atensi IPW adalah penerapan dominus litis dalam Revisi KUHP. Mereka menilai hal itu berpotensi menjadikan kejaksaan super body dalam penegakan hukum.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menyampaikan, dominus litis merupakan asas hukum yang melekat kepada seorang jaksa. Asas tersebut akan menempatkan saksa sebagai pengendali perkara dalam proses persidangan. Namun, dalam Revisi KUHAP, asas tersebut dikembangkan menjadi lebih luas. Bahkan sampai masuk pada kewenangan institusi lain seperti Polri.
Sugeng menyebut, dalam ketentuan pasal 28 Revisi KUHAP dikatakan bahwa jaksa bisa meminta penyidikan. Selain itu, jaksa juga bisa meminta dilakukan penangkapan dan penahanan. Kemudian pada pasal 30 disampaikan bahwa jaksa bisa meminta penghentian penyidikan, bahkan penghentian penyidikan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan tertulis dari jaksa.
”Itu ketentuan KUHAP memperluas prinsip dominus litis, menempatkan Jaksa Penuntut Umum menjadi satu super body dalam suatu proses penegakan hukum pidana. Posisi super body itu bisa menggusur kewenangan polisi sebagai penyelidik dan penyidik,” terang Sugeng kepada awak media di Jakarta pada Sabtu (8/2).
Menurut Sugeng, jika pengembangan asas dominus litis itu terjadi dan diterapkan dalam KUHAP, maka kejaksaan akan memiliki kewenangan absolut dalam penegakan hukum pidana. Dia menyatakan bahwa kewenangan absolut selalu memiliki celah dan berpotensi menyebabkan terjadinya penyalahgunaan dan penyelewengan kekuasaan.
”Oleh karena itu, IPW berpendapat harus hati-hati. Jangan diberikan absolutisme yang besar kepada katakanlah kepada kejaksaan, untuk menentukan suatu proses perkara pidana. Harus hati-hati di dalam politik hukum kita, di dalam mengubah KUHAP,” ujarnya.
Sugeng menambahkan, penerapan asas dominus litis yang diperluas dalam pasal 28 dan 30 Revisi KUHAP tidak sama dengan yang disebut check and balances. Dia melihat hal itu justru mengarah pada absolutisme atau pemusatan kewenangan kepada satu lembaga.
”Memang proses check and balances kerja penyidikan oleh Polisi itu penting. Tetapi, menurut saya tidak diserahkan kepada kejaksaan, tapi diserahkan kepada lembaga yudikatif,” ujarnya.
Dia pun mencontohkan, penangkapan dan penahanan. Dia menyebut, harusnya bukan jaksa yang memberikan persetujuan tertulis atau permintaan, melainkan hakim komisaris. Menurut dia, itu merupakan salah satu model yang bisa digunakan oleh lembaga yudikatif. Hakim komisaris bisa diambil dari para advokat senior yang memiliki integritas
”Jadi, kalau penyidik polisi ingin menangkap dan menahan, maka mereka wajib meminta persetujuan dari hakim komisaris. Juga terkait dengan penyitaan, penyitaan apapun, wajib meminta persetujuan. Tidak dapat lagi misalnya sekarang main sita kemudian baru minta persetujuan, tapi harus dengan izin,” terang dia.
Tag: #turut #kritisi #revisi #kuhap #penerapan #dominus #litis #berpotensi #bikin #kejaksaan #super #body #dalam #penegakan #hukum #pidana