Alasan Kementerian HAM Minta Suhakam Dilibatkan Usut Penembakan WNI di Malaysia
- Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) mendorong keterlibatan Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia (Suhakam) dalam investigasi kasus penembakan pekerja migran Indonesia di Malaysia.
Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM KemenHAM, Munafrizal Manan menjelaskan bahwa Suhakam sebagai pihak ketiga yang netral dan independen dapat membantu memastikan investigasi yang objektif.
“Untuk efektivitas dalam hal menginvestigasi apa yang terjadi maka kami juga menyampaikan perlu ada keterlibatan Komisi Nasional HAM Malaysia Suhakam," ujar Munafrizal dalam pernyataannya, Jumat (31/1/2025).
"Suhakam sebagai pihak ketiga yang netral, yang independen yang dalam bekerja terikat pada prinsip-prinsip standar HAM Internasional,” katanya lagi.
Menurut Munafrizal, keterangan sepihak dari aparat Malaysia sangat mungkin tidak dapat dipercaya sepenuhnya. Oleh karena itu, diperlukan pandangan alternatif yang objektif dan tidak berpihak.
“Karena kita tahu kalau hanya keterangan sepihak dari aparat Malaysia itu sangat mungkin tidak bisa dipercaya begitu saja," ujarnya.
"Kemudian, ternyata dalam perkembangannya kan ada perbedaan keterangan karena itu perlu ada pihak ketiga,” kata Munafrizal lagi.
Munafrizal menambahkan bahwa Komnas HAM memiliki nota kesepahaman dengan Suhakam, sehingga koordinasi antara kedua lembaga perlu diintensifkan untuk memantau dan menginvestigasi kasus penembakan lima Warga Negara Indonesia (WNI) tersebut.
“Karena Komnas HAM itu sudah mempunyai Nota Kesepahaman dengan Suhakam maka perlu sekali untuk proaktif berkomunikasi dan berkoordinasi mendorong suhakam Komisi HAM Nasional Malaysia melakukan pemantauan investigasi, karena kita perlu ada keterangan yang bersifat alternatif, tidak hanya sepihak dari pihak Malaysia,” ujarnya.
Atas insiden penembakan yang terjadi, KemenHAM mengecam keras tindakan aparat Malaysia yang menyebabkan kematian pekerja migran Indonesia.
Munafrizal menegaskan bahwa tindakan aparat penegak hukum tidak seharusnya berujung pada hilangnya nyawa.
“Kalaupun ada tindakan hukum, seharusnya tidak dalam bentuk mengambil nyawa. Ini sudah berlebihan dan tidak dapat dibenarkan,” katanya.
Dia juga menekankan pentingnya pertanggungjawaban atas insiden tersebut. Sebab, hal ini dapat menjadi preseden buruk yang seolah-olah membenarkan tindakan kekerasan oleh aparat terhadap warga negara Indonesia.
"Kami juga sudah menegaskan bahwa perlu ada pertanggung jawaban atas kejadian warga Indonesia yang meninggal itu karena kalau tidak ada pertanggung jawaban kemudian dianggap itu sesuatu yang sudah sesuai prosedur," ujarnya.
"Dan, kejadian seperti itu seolah-olah membenarkan, membiarkan bahwa orang bisa di perlakukan oleh petugas dalam bentuk harus dicabut nyawanya," kata Munafrizal lagi.
Sebelumnya, lima orang WNI yang merupakan pekerja migran ditembak oleh Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM) di perairan Tanjung Rhu, Malaysia. Insiden tersebut mengakibatkan satu orang tewas dan empat lainnya luka-luka.
Kronologi yang disampaikan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), peristiwa ini terjadi pada Jumat (24/1/2025) pukul 03.00 waktu setempat.
"Saat itu, patroli APMM mendapati sebuah kapal yang mengangkut lima pekerja migran Indonesia sedang melintas di perairan tersebut," kata Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Christina Aryani, di Jakarta pada 26 Januari 2025.
Akibat kejadian ini, satu pekerja migran Indonesia dinyatakan meninggal dunia, sementara tiga lainnya berada dalam kondisi kritis dan dirawat di Rumah Sakit di Malaysia.
Tag: #alasan #kementerian #minta #suhakam #dilibatkan #usut #penembakan #malaysia