



Menghadapi Fenomena Manusia Tikus pada Gen Z, 5 Hal yang Bisa Dilakukan Orangtua
– Beberapa waktu belakangan, dunia maya dihebohkan dengan fenomena yang disebut sebagai “manusia tikus”, terutama di kalangan Gen Z di China.
Fenomena ini muncul sebagai bentuk perlawanan pasif terhadap burnout, yakni kelelahan fisik dan mental akibat tekanan pekerjaan atau tuntutan hidup yang terlalu berat.
Para Gen Z memilih hidup menyendiri, tidur larut malam, bersantai di kamar saja, bahkan menghabiskan waktu dengan rebahan.
Psikolog klinis dewasa Adelia Octavia Siswoyo, M.Psi menilai, orangtua perlu menyadari bahwa pola ini tidak selalu menandakan kemalasan.
Sebaliknya, bisa jadi itu adalah sinyal bahwa anak sedang kewalahan secara emosional. Maka dari itu, diperlukan pendekatan yang empatik dan tepat.
Berikut ini lima hal yang bisa dilakukan orangtua saat menghadapi anak yang mengalami burnout atau menjadi "manusia tikus".
5 Cara Orangtua menghadapi fenomena "manusia tikus" pada Gen Z
1. Pahami cara Gen Z memandang burnout
Langkah awal yang bisa dilakukan orangtua adalah mencoba mengerti cara Gen Z yang mengalami kelelahan mental.
Apabila mereka terlihat lelah, tidak ingin bersosialisasi, atau bahkan menarik diri, maka itu bisa jadi pertanda mereka mengalami burnout.
“Orangtua baiknya juga bisa memahami bagaimana cara Gen Z ini melihat burnout,” jelas Adelia kepada Kompas.com, Senin (9/6/2025).
Berbeda dengan generasi sebelumnya yang mungkin terbiasa menekan perasaan dan terus bekerja, Gen Z cenderung memprioritaskan kesehatan mental dan lebih berani mengambil jeda.
2. Menjadi pengingat, bukan penghakiman
Bila anak mulai terlalu lama menghindari tanggung jawab, orangtua perlu hadir sebagai pengingat.
Tapi penting untuk menyampaikan itu secara halus, tanpa tekanan.
“Ketika pemahaman terkait burnout ini tidak sepenuhnya tepat, orangtua bisa menjadi reminder untuk pentingnya menyelesaikan pekerjaan sebelum menarik diri dan beristirahat,”sarannya.
Ia menyarankan, orangtua untuk tidak menuntut secara keras, melainkan mengingatkan bahwa istirahat dan tanggung jawab tetap perlu berjalan seimbang.
3. Hindari sikap menggurui
Alih-alih memarahi atau menceramahi anak, Adelia mengimbau orangtua untuk membangun komunikasi yang terbuka.
“Namun tentunya tidak dengan cara yang menggurui, karena dasarnya Gen Z sendiri tidak suka cara yang menggurui,” tegas dia.
Anak-anak muda masa kini tumbuh dengan nilai kebebasan berpikir dan akses informasi luas, sehingga pendekatan otoriter justru bisa membuat mereka menjauh.
4. Berikan ruang untuk eksplorasi dan memahami sendiri
Salah satu karakter Gen Z adalah keinginan kuat untuk belajar dan mencari tahu dari sumber mereka sendiri.
“Mereka sejatinya sudah lebih suka untuk mencari tahu untuk pemahaman mereka sendiri,” lanjut Adelia.
Maka, biarkan mereka membangun kesadaran dari informasi yang mereka peroleh, sembari tetap diberikan arahan secara perlahan.
5. Jangan membandingkan antar generasi
Salah satu kesalahan umum yang kerap dilakukan orangtua adalah membandingkan masa muda mereka dengan anak-anaknya.
Tindakan ini justru bisa memperlebar jarak emosional, sehingga anak enggan untuk berbagi keluh kesah dengan orangtuanya.
“Sangat tidak disarankan membawa pengalaman antargenerasi. Seperti yang sudah-sudah, membandingkan generasi kita dengan generasi lain hanya memicu permusuhan dan ketidakkompakan,” imbau Adelia.
Setiap generasi punya tantangannya masing-masing. Maka penting bagi orangtua untuk melihat situasi hari ini dari sudut pandang anak, bukan hanya dari pengalaman pribadi di masa lalu.
Tag: #menghadapi #fenomena #manusia #tikus #pada #yang #bisa #dilakukan #orangtua