Apa Hukum Makan Hewan Bertaring dalam Islam? Ini Penjelasannya
Ilustrasi halal dan haram. [Dok. Istimewa]
18:15
23 April 2025

Apa Hukum Makan Hewan Bertaring dalam Islam? Ini Penjelasannya

Dalam ajaran Islam, aturan mengenai makanan halal dan haram menjadi bagian penting dari ketaatan umat kepada Allah SWT. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah hewan bertaring haram dimakan seorang Muslim?

Mengutip ulasan di website Muhammadiyah, hewan bertaring jelas haram dikonsumsi dalam ajaran Islam. Hal ini dijelaskan dalam berbagai dalil sahih dari hadis dan Al-Quran.

Rasulullah SAW secara tegas melarang mengonsumsi hewan buas bertaring dan burung yang bercakar tajam.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda:

"Dilarang memakan semua binatang buas yang bertaring, dan burung yang bercakar." (HR. Muslim dan al-Bukhari)

Para ulama menjelaskan bahwa hewan bertaring yang dimaksud adalah hewan pemangsa atau hewan yang biasa menyerang manusia, seperti singa, macan, serigala, hingga kucing dan kera.

Bahkan, ada pendapat yang menyebutkan bahwa gajah pun termasuk karena memiliki taring dan termasuk hewan yang berbahaya.

Tak hanya hadis, Al-Quran juga memberikan isyarat keharaman hewan-hewan buas ini. Dalam Surah Al-Maidah ayat 3 disebutkan:

"Diharamkan bagimu (hewan) yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih"

Ini menandakan bahwa hewan yang diterkam binatang buas, yang biasanya juga hewan bertaring, termasuk yang tidak boleh dikonsumsi.

Larangan ini sejalan dengan prinsip Islam untuk menjaga kesucian dan kesehatan, sebagaimana dalam Surah Al-A’raf ayat 157:

"Allah menghalalkan bagi mereka yang baik dan mengharamkan yang buruk."

Hewan bertaring umumnya memiliki sifat ganas, memakan daging mentah, bahkan bangkai, sehingga digolongkan ke dalam khaba’its atau sesuatu yang buruk dan najis. Atas dasar itu, umat Islam dianjurkan menjauhinya demi menjaga spiritualitas, kebersihan jiwa, dan kesehatan tubuh.

Memahami Halal dan Haram dalam Islam

Memahami perbedaan antara halal dan haram adalah hal mendasar bagi umat Islam. Tak hanya menyangkut makanan dan minuman, konsep ini juga merambah ke berbagai aspek kehidupan seperti cara berpakaian, mencari nafkah, hingga perilaku sehari-hari. Dalam ajaran Islam, segala sesuatu memiliki batas yang jelas antara yang dibolehkan dan yang dilarang.

Dalam bahasa Arab, halal berarti "diperbolehkan" atau "diizinkan", sedangkan haram berarti "terlarang" atau "diharamkan". Dua istilah ini merupakan bagian penting dalam hukum Islam dan menjadi panduan bagi umat Muslim dalam menjalankan kehidupan sesuai syariat.

Istilah halal paling sering digunakan dalam konteks makanan dan minuman. Makanan yang halal adalah yang diproses dan disajikan sesuai dengan ketentuan syariat Islam.

Contohnya termasuk daging dari hewan yang disembelih dengan menyebut nama Allah, sayuran, buah-buahan, dan bahan-bahan alami yang tidak mengandung unsur haram.

Namun, halal tak hanya terbatas pada makanan. Aktivitas seperti berdagang dengan jujur, bekerja dengan cara yang benar, berpakaian sopan, dan menjalankan ibadah juga merupakan bagian dari kehidupan yang halal jika dilakukan sesuai aturan agama.

Oleh karena itu, mengetahui batasan ini sangat penting untuk memastikan setiap aspek kehidupan tidak menyimpang dari ketentuan Islam.

Di sisi lain, haram mencakup segala sesuatu yang dilarang dalam Islam. Melakukan perbuatan yang termasuk dalam kategori haram diyakini akan membawa dosa dan ancaman siksa di akhirat. Contoh haram paling umum adalah konsumsi daging babi, minuman keras (khamr), bangkai, darah, serta tindakan yang dilarang seperti mencuri, berjudi, atau korupsi.

Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), pelanggaran terhadap hal-hal yang sudah jelas keharamannya tidak bisa ditoleransi. Oleh sebab itu, edukasi mengenai halal dan haram perlu terus digencarkan agar umat Islam bisa menjaga kemurnian akidah dan amalnya.

Selain halal dan haram, ada pula istilah syubhat, yakni sesuatu yang belum jelas hukumnya. Hal-hal syubhat membutuhkan kajian lebih dalam dari para ulama dan ahli fiqih untuk memastikan apakah sesuatu itu termasuk halal atau haram. Contohnya adalah makanan kemasan yang belum memiliki sertifikasi halal atau bisnis yang dijalankan dengan sistem keuangan yang belum transparan.

Dalam hadis Nabi Muhammad SAW disebutkan bahwa meninggalkan yang syubhat merupakan tindakan hati-hati yang dianjurkan untuk menjaga kesucian ibadah dan akhlak. Masyarakat pun didorong untuk lebih berhati-hati dalam memilih makanan, produk, dan aktivitas sehari-hari yang belum memiliki kejelasan hukum.

Dengan memahami perbedaan halal dan haram, umat Islam bisa menjalani hidup yang lebih tenang, terarah, dan sesuai dengan ajaran agama. Konsep ini tidak hanya membatasi, tetapi juga menjadi pedoman moral yang melindungi umat dari perbuatan tercela.

Editor: Riki Chandra

Tag:  #hukum #makan #hewan #bertaring #dalam #islam #penjelasannya

KOMENTAR