Menurut Ahli Psikologi, Orang yang Cerdas Secara Emosional  Mampu Mengubah 8 Nilai Ini dalam Kehidupannya Seiring Bertambahnya Usia
Ilustrasi orang yang cerdas secara emosional. (Freepik)
10:10
14 Februari 2025

Menurut Ahli Psikologi, Orang yang Cerdas Secara Emosional Mampu Mengubah 8 Nilai Ini dalam Kehidupannya Seiring Bertambahnya Usia

- Seorang ahli psikologi dan penulis asal Amerika yang terkenal dengan karyanya mengenai kecerdasan emosional, yakni Daniel Goleman meliput topik berkaitan dengan ilmu perilaku dan otak.

Dikutip dari laman Belbuk, Daniel Goleman telah memperbanyak karya tulisnya mengenai hal tersebut, seperti "Bekerja dengan Kecerdasan Emosional" (1998), "Kepemimpinan Primal" (bersama Richard Boyatzis dan Annie McKee, 2002), dan "Fokus: Pengemudi Tersembunyi Keunggulan" (2013).

Faktanya, kecerdasan emosional ini sering dikesampingkan oleh masyarakat karena lebih mengunggulkan kecerdasan intelektual, seperti seberapa tinggi nilai matematika atau fisika.

Dilansir dari laman Blog Herald, menurut Daniel Goleman, orang yang cerdas secara emosional, mampu mengubah 8 nilai ini dalam kehidupannya seiring bertambahnya usia:

1. Mengubah validasi eksternal jadi lebih autentik

Di masa muda kita, mudah untuk terbungkus dalam apa yang dipikirkan orang lain untuk mengejar status, terobsesi dengan jumlah suka media sosial, atau mendambakan persetujuan terus-menerus dari keluarga.

Namun, dengan kecerdasan emosional, orang-orang menyadari bahwa kepercayaan diri sejati tidak membutuhkan seberapa banyak validasi eksternal.

Perspektif Goleman tentang kesadaran diri emosional mendukung hal ini. Dia telah mengatakan bahwa memahami emosi sendiri dapat membantu kamu melepaskan diri dari lingkaran tanpa akhir mencari pujian dari luar.

2. Dari perfeksionis menjadi fleksibel

Di awal karir atau bahkan dalam perkembangan pribadi kita, perfeksionisme dapat terasa seperti lencana kehormatan. Misalnya dengan menghabiskan waktu berjam-jam untuk menyempurnakan setiap detail, serta percaya bahwa kesempurnaan mendapatkan rasa hormat.

Namun seiring berjalannya waktu, banyak individu yang cerdas secara emosional menyadari bahwa mengejar kesempurnaan hanya menguras energi.

Ketika kita mengubah hidup yang perfeksionis ini menjadi fleksibel, maka kamu dapat menggunakan energi dengan bijak daripada membiarkan perfeksionisme menguasai hidup.

3. Dari daya saing sosial hingga kolaborasi sejati

Ketika masih muda, kita sering merasakan persaingan yang kurang baik untuk bisa mendapatkan nilai tertinggi, mendapatkan pekerjaan terbaik, atau mengumpulkan prestasi yang paling mengesankan.

Tetapi ketika orang-orang yang cerdas secara emosional menjadi dewasa, fokus bergeser dari mengungguli orang lain menjadi bekerja bersama mereka. Bukannya kehilangan ambisi, tapi sangat mengenali kekuatan sinergi.

4. Dari sensasi jangka pendek hingga tujuan yang langgeng

Ketika masih muda, hidup dapat terasa seperti serangkaian kepuasan langsung seperti pesta, perjalanan spontan, pembelian barang trendi. Tetapi kerangka kerja Goleman menunjukkan bahwa individu yang cerdas secara emosional pada akhirnya mendambakan tujuan daripada sensasi cepat.

Itu tidak berarti mereka berhenti bersenang-senang, tetapi mulai membidik pengalaman dan tujuan yang berkontribusi pada rasa kepuasan yang lebih luas.

5. Dari mengendalikan setiap hasil hingga merangkul ketidakpastian

Salah satu mitos terbesar adalah bahwa kita dapat mengelola kehidupan dan mendapatkan hal yang diinginkan. Versi lebih muda dari diri sendiri mungkin mencoba merencanakan setiap langkah, menolak untuk menerima kegagalan atau ketidakpastian.

Tetapi seperti yang ditunjukkan Goleman, kecerdasan emosional sejati mencakup ketahanan emosional, kemampuan untuk bangkit kembali ketika hidup sedang tidak baik-baik saja.

Seiring waktu, orang yang cerdas secara emosional belajar bahwa tidak semuanya dapat direncanakan atau dikendalikan. Kesadaran ini tidak mengarah pada apatis, tapi itu mengarah pada penerimaan realitas yang lebih tenang.

6. Dari kesopanan yang dangkal hingga empati yang jujur

Di awal kehidupan, kita sering diajarkan untuk bersikap sopan, menjaga kedamaian, atau menghindari kebenaran yang tidak nyaman. Hal ini dapat menyebabkan banyak interaksi tingkat permukaan.

Namun, pendekatan Goleman terhadap keterampilan sosial melibatkan belajar mendengarkan secara mendalam, menawarkan kebaikan yang tulus, dan menangani konflik dengan jujur.

Ketika dewasa secara emosional, kita menyadari bahwa orang-orang dapat merasakan ketika kita hanya menjadi "baik." Mereka mendambakan keaslian lebih dari kesopanan yang dipaksakan.

7. Dari kritik diri ke welas asih terhadap diri sendiri

Kita bisa menjadi kritikus terburuk pada diri sendiri, terutama ketika hidup tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat. Ini hanyalah beberapa pemikiran yang dapat mengganggu awal masa dewasa.

Namun, ketika kita tumbuh dalam kecerdasan emosional, welas asih diri muncul. Goleman akan mengatakan bahwa memahami pola emosional membantu kamu menulis ulang pembicaraan diri yang negatif menjadi sesuatu yang lebih membangun.

8. Dari "saya pertama" menjadi "menang-menang"

Akhirnya, ada pergeseran yang nyata dari keuntungan pribadi ke kesejahteraan kolektif. Orang dewasa muda mungkin terpaku untuk menaiki tangga perusahaan atau mengamankan peluang terbaik untuk diri sendiri.

Tetapi ketika kecerdasan emosional berkembang, orang-orang mulai mencari solusi atau jalur yang menguntungkan semua orang yang terlibat. Ini tidak berarti kamu mengabaikan kebutuhan sendiri, tapi berarti menyadari bahwa kesuksesan sejati tidak harus diukur dengan kepuasan pribadi.

Editor: Edy Pramana

Tag:  #menurut #ahli #psikologi #orang #yang #cerdas #secara #emosional #mampu #mengubah #nilai #dalam #kehidupannya #seiring #bertambahnya #usia

KOMENTAR