Yoon Suk Yeol
Yoon Suk Yeol 
18:40
14 Desember 2024

Yoon Suk Yeol

Yoon Suk Yeol adalah Presiden Korea Selatan.

Pria bertinggi di 1,78 m ini juga dikenal sebagai pengacara. Ia juga pernah menjabat sebagai jaksa agung.

Yoon Suk Yeol lahir pada tanggal 18 Desember 1960 di Seoul, Korea. 

Presiden Yoon Suk Yeol lahir di lingkungan Bomun-dong, distrik Seongbuk, Seoul.

Yoon Suk Yeol merupakan anak dari pasangan profesor. 

Dilansir Britannica, ayah Yoon Suk Yeol bernama Yoon Ki-Jung yang merupakan ekonom terkemuka di Universitas Yonsei.

Ayah Yoon Suk Yeol mendirikan Korean Statistical Society dan menjadi anggota National Academy of Sciences. 

Sementara sang ibu adalah Choi Jeong-Ja.

Ibu Yoon Suk Yeol mengajar di Ewha Womans University sebelum meninggalkan jabatannya untuk menikah. 

Pasangan itu membesarkan Presiden Yoon Suk Yeol dan adik-adiknya di Yeonhui-dong, distrik Gangnam, tempat Yoon bersekolah di Sekolah Dasar Daegwang, Sekolah Menengah Pertama Jungnang, dan Sekolah Menengah Atas Chungam.

Yoon Suk Yeol diketahui telah menikah dengan Kim Keon-hee sejak tanggal 11 Maret 2012.

Pendidikan

Tahun 1988 : Magister Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Nasional Seoul

Tahun 1983 : Sarjana Hukum, Jurusan Hukum, Universitas Nasional Seoul

Karier

Dilansir dari laman eng.president.go.kr, Yoon Suk Yeol menempuh pendidikan di Universitas Nasional Seoul, tempat ia meraih gelar Sarjana dan Magister Hukum. 

Yoon Suk Yeol mengawali kariernya sebagai jaksa pada tahun 1994. 

Presiden Yoon Suk Yeol menjabat sebagai Kepala Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul dan diangkat sebagai Jaksa Agung pada tahun 2019.

Dengan keyakinannya, tidak setia kepada siapa pun kecuali kepada Konstitusi, ia adalah seorang jaksa yang hanya berpedoman pada hukum dan prinsip. 

Yoon Suk Yeol melakukan investigasi korupsi terhadap tokoh-tokoh penting pemerintahan.

Presiden Yoon terjun ke dunia politik dengan tujuan menjadikan Republik Korea sebagai negara yang menjunjung tinggi kebebasan dan kreativitas, negara yang menjunjung tinggi generasi masa depan dan masyarakat yang kurang mampu, serta negara yang memenuhi tanggung jawabnya dan berbagi nilai-nilai universal dengan masyarakat internasional.

Didorong oleh aspirasi rakyat untuk pemulihan keadilan dan supremasi hukum, ia terpilih sebagai Presiden pada bulan Maret 2022.

Berikut rincian lengkap karier Presiden Yoon Suk Yeol :

2010 - 2022

  • Mei 2022 Presiden Republik Korea ke-20
  • Maret 2022 Presiden terpilih ke-20 Republik Korea
  • Juli 2019 Jaksa Agung, Kejaksaan Agung
  • Mei 2017 Kepala Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul
  • April 2013 Kepala Jaksa, Cabang Yeoju, Kantor Kejaksaan Distrik Suwon
  • September 2011 Kepala Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Pusat Seoul & Kepala Divisi Investigasi Pusat 1, Kantor Kejaksaan Agung (merangkap jabatan)

2001 - 2009

  • Januari 2009 Kepala Jaksa, Departemen Investigasi Khusus, Kantor Kejaksaan Distrik Daegu
  • Januari 2008 Dikirim ke Kejaksaan Khusus untuk menyelidiki kejahatan yang diduga dilakukan oleh calon presiden dari Partai Nasional Besar
  • Maret 2007 Petugas Riset Penuntutan, Kejaksaan Agung
  • Januari 2002 Pengacara, Bae, Kim & Lee LLC

1990 - 1999

Maret 1999 Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Seoul

Maret 1994 Jaksa, Kantor Kejaksaan Distrik Daegu

Februari 1994 Lulus dari Angkatan ke-23 Lembaga Penelitian dan Pelatihan Peradilan

Oktober 1991 Lulus Ujian Advokat ke-33

Deklarasi Darurat Militer

Presiden Yoon Suk Yeol - Selebaran dari Kantor Kepresidenan Korea Selatan yang diambil pada tanggal 3 Desember 2024 ini menunjukkan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menyampaikan pidato untuk mengumumkan darurat militer di Seoul. - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada tanggal 3 Desember mengumumkan darurat militer, menuduh pihak oposisi sebagai Presiden Yoon Suk Yeol - Selebaran dari Kantor Kepresidenan Korea Selatan yang diambil pada tanggal 3 Desember 2024 ini menunjukkan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menyampaikan pidato untuk mengumumkan darurat militer di Seoul. - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada tanggal 3 Desember mengumumkan darurat militer, menuduh pihak oposisi sebagai "pasukan anti-negara" dan mengatakan bahwa ia bertindak untuk melindungi negara dari "ancaman" yang ditimbulkan oleh Korea Utara. (Photo by Handout / South Korean Presidential Office / AFP) (AFP/HANDOUT)

Pada Selasa (3/12/2024), Yoon mengumumkan darurat militer di Korea Selatan dalam rangkaian peristiwa yang dramatis dan tak terduga. 

Ia menuduh Majelis Nasional yang dipimpin oposisi, dan khususnya Partai Demokrat Korea sebagai “sarang penjahat” dan “monster yang meruntuhkan sistem demokrasi liberal .”

Ia mengklaim bahwa negara itu telah menjadi “surga narkoba” dan menuduh lawan-lawannya berpihak pada Korea Utara.

Yoon menyatakan, keputusannya untuk memberlakukan darurat militer ditujukan untuk memberantas “kekuatan anti-negara pro-Korea Utara yang tidak tahu malu ini.”

Segera setelah pengumuman Yoon, Kepala Staf Angkatan Darat Park An-Su diangkat menjadi komandan darurat militer.

Park menyatakan bahwa semua kegiatan politik, termasuk protes publik dan pertemuan Majelis Nasional, dilarang.

Ia mengumumkan "semua media berita dan publikasi" akan dikontrol oleh otoritas darurat militer dan memperingatkan bahwa siapa pun yang melanggar darurat militer dapat ditangkap tanpa surat perintah.

Meskipun demikian, para pengunjuk rasa mulai berkumpul di luar Majelis Nasional, di mana mereka bentrok dengan polisi.

Pernyataan Yoon segera dikecam oleh politisi oposisi dan partai penguasa Korea Selatan, Partai Kekuatan Rakyat (PPP).

Majelis Nasional bersidang dengan 190 dari 300 anggota parlemennya dan mengeluarkan resolusi dengan semua anggota yang hadir memberikan suara untuk membatalkan pernyataan darurat militer.

Ini menandai deklarasi darurat militer pertama di Korea Selatan sejak 1980.

Setelah pemungutan suara Majelis Nasional, Yoon membatalkan keputusannya dan mengumumkan akan mencabut darurat militer setelah menyusun kabinetnya, hanya beberapa jam setelah deklarasi awalnya.

Keesokan harinya, sejumlah anggota staf Yoon mengundurkan diri. Partai-partai oposisi liberal Korea Selatan mengajukan mosi untuk memberikan suara atas pemakzulan Yoon pada 7 Desember.

Yoon selamat dari pemungutan suara pemakzulan setelah partainya keluar dari Majelis Nasional, memboikot prosesnya.

Sebagai hasil dari boikot tersebut, hanya 195 anggota parlemen yang memilih untuk pemakzulan, kurang dari 200 suara yang dibutuhkan. 

Pimpinan PPP, Han Dong-hoon menyatakan, Yoon akan segera mengundurkan diri dan selama sisa masa jabatan, Yoon ia tidak akan menangani tugas kepresidenan apa pun.

Sebaliknya, Perdana Menteri Han Duck-Soo akan memikul tanggung jawab tersebut dengan arahan dari PPP.

Sementara itu, anggota parlemen oposisi mengajukan mosi untuk pemungutan suara pemakzulan lainnya pada 14 Desember.

Selain itu, Yoon dilarang meninggalkan negara itu oleh kementerian kehakiman, dan jaksa membuka kasus pidana terhadapnya karena pengkhianatan.

Pemakzulan

Pada 14 Desember 2024, para anggota parlemen Korea Selatan mengambil langkah bersejarah dengan memutuskan untuk memakzulkan Yoon Suk Yeol.

Dalam pemungutan suara yang melibatkan 300 anggota parlemen, 204 suara mendukung pemakzulan, 85 menolak, dan tiga abstain, sementara delapan suara dibatalkan.

Ketua Majelis Nasional (DPR) Woo Won-shik dalam pembukaan rapat Majelis Nasional menekankan, beban sejarah kini berada di tangan para anggota majelis.

Dia mendorong mereka untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tanggung jawab konstitusional mereka.

Sementara itu, Park Chandae, pemimpin Partai Demokratik Korea menyatakan, Yoon dianggap sebagai "dalang pemberontakan".

Ia menekankan bahwa pemakzulan adalah satu-satunya cara untuk melindungi konstitusi Korea Selatan.

(Tribunnews.com/Ika Wahyuningsih)

Editor: Sri Juliati

Tag:  #yoon #yeol

KOMENTAR