Sejarah Darurat Militer di Korea Selatan, dari Pemerintah Syngman Rhee sampai Yoon Suk Yeol
Namun, parlemen yang mayoritas oposisi, dengan cepat membatalkan keputusan tersebut.
Darurat militer, yang sering digunakan sebagai alat untuk mengelola keadaan darurat atau menegaskan kendali politik, bukanlah hal baru bagi Korea Selatan.
Sejak pembentukannya pada tahun 1948, rezim-rezim yang berkuasa telah memberlakukan darurat militer pada masa-masa kekacauan politik dan sosial.
Namun, sejak transisi Korea Selatan menuju demokrasi pada tahun 1987, darurat militer sebagian besar telah memudar, hingga keputusan kontroversial Presiden Yoon ini.
Mengutip Business Standard, berikut adalah sejarah penerapan darurat militer di Korea Selatan:
1. Periode Syngman Rhee (1948–1960)
Potret Resmi Syngman Rhee, Presiden Republik Korea ke-1 hingga ke-3Tak lama setelah Republik Korea berdiri pada tahun 1948, Presiden Syngman Rhee mengumumkan darurat militer untuk menekan pemberontakan yang dipimpin komunis di Pulau Jeju.
Langkah ini bertujuan untuk menstabilkan negara di tengah kerusuhan politik dan ancaman eksternal dari Korea Utara.
Pada tahun 1952, selama Perang Korea, darurat militer diberlakukan kembali untuk menangani kerusuhan sipil dan meningkatkan upaya militer melawan pasukan Korea Utara.
2. Kepemimpinan Park Chung-hee (1961–1979)
Pemimpin Korea Selatan yang paling berpengaruh pada abad ke-20, Park Chung-Hee, pada tahun 1970.Setelah kudeta militer yang berhasil pada tahun 1961, Park Chung-hee mengumumkan darurat militer untuk mengonsolidasikan kekuasaan, menekan perbedaan pendapat, dan membentuk pemerintahan yang dipimpin militer.
Selama masa jabatannya, Park berulang kali menerapkan darurat militer untuk membungkam protes dan membatasi oposisi politik.
Khususnya, pada tahun 1972, ia menggunakan darurat militer untuk memperpanjang masa jabatannya dan membatasi kebebasan politik.
3. Pemerintahan Chun Doo-hwan (1980–1988)
Chun Doo-hwanSetelah pembunuhan Presiden Korea Selatan Park Chung-hee pada tahun 1979, Chun Doo-hwan mengatur kudeta, yang mendorong Perdana Menteri Choi Kyu-hah untuk mengumumkan darurat militer pada tahun 1980.
Langkah ini bertujuan untuk menekan gerakan pro-demokrasi dan kerusuhan buruh, yang berpuncak pada penindasan brutal Pemberontakan Gwangju pada Mei 1980, yang mengakibatkan banyak korban sipil.
Chun memperpanjang darurat militer, melarang organisasi dan pertemuan politik, yang selanjutnya mengintensifkan perlawanan publik.
Darurat militer akhirnya dicabut pada tahun 1981 karena tuntutan reformasi demokrasi semakin keras.
4. Darurat militer di era demokrasi (1987–sekarang)
Transisi Korea Selatan menuju demokrasi pada tahun 1987 menandai berakhirnya darurat militer sebagai alat politik.
Namun, hal itu berubah pada 3 Desember 2024, ketika Presiden Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, dengan alasan ancaman dari "pasukan anti-negara pro-Korea Utara."
Meskipun keputusan tersebut dengan cepat dibatalkan oleh parlemen yang mayoritas beroposisi, langkah ini menghidupkan kembali diskusi tentang kerapuhan demokrasi di Korea Selatan dan bayang-bayang masa lalunya yang otoriter.
Kata Analis: Upaya Gagal Yoon Suk Yeol Menerapkan Darurat Militer Dapat Membahayakan Posisinya
Pernyataan mengejutkan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengenai darurat militer pada Selasa malam memicu pertikaian selama bertahun-tahun dengan lawan-lawannya di dalam negeri, media, dan bahkan partai konservatifnya sendiri, serta membuat masa depan politiknya diragukan, menurut analis Reuters.
Yoon mencabut darurat militer itu hanya beberapa jam kemudian setelah parlemen, termasuk beberapa anggota partainya sendiri, mendukung untuk memblokir langkah tersebut.
Yoon menang tipis dalam pemilihan presiden terketat dalam sejarah Korea Selatan pada tahun 2022, di tengah gelombang ketidakpuasan atas kebijakan ekonomi, skandal, dan perang gender.
Yoon diterima oleh para pemimpin Barat sebagai mitra dalam upaya menyatukan demokrasi melawan otoritarianisme yang berkembang di China, Rusia, dan tempat lain.
Presiden Korea Selatan, Yoon Seok-yeol, mengumumkan darurat militer, Selasa (3/12/2024) malam. Enam jam setelahnya, Rabu (4/12/2024) dini hari, ia mencabut pengumumannya itu karena mendapat penolakan dari Majelis Nasional. (KBS)Namun, meski ia berbicara tentang kebijakan luar negeri dengan nilai-nilai demokrasi, Yoon menghadapi tuduhan tentang kepemimpinan yang otoriter di dalam negeri.
Saat ini, Korea Selatan mencoba memperkuat posisinya sebelum pelantikan Presiden terpilih AS Donald Trump pada 20 Januari, yang berselisih dengan pendahulu Yoon terkait perdagangan dan pembayaran untuk pasukan AS yang ditempatkan di Korea Selatan.
"Bagi seorang presiden yang terlalu berfokus pada reputasi internasional Korea Selatan, hal ini membuat Korea Selatan tampak sangat tidak stabil," kata Mason Richey, seorang profesor di Universitas Studi Luar Negeri Hankuk di Seoul.
"Hal ini akan berdampak negatif pada pasar keuangan, mata uang, serta posisi diplomatik Korea Selatan di dunia."
Seorang diplomat Barat, yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas politik yang sensitif, mengatakan deklarasi darurat militer akan mempersulit pembicaraan tentang keinginan Korea Selatan untuk bergabung dengan lebih banyak upaya diplomatik multinasional.
Jenny Town dari lembaga pemikir Stimson Center yang berbasis di AS mengatakan langkah itu tampak "putus asa dan berbahaya" serta dapat menjadi awal dari berakhirnya masa jabatan Presiden Yoon.
"Dia memang sudah tidak populer, tetapi ini mungkin hanya menjadi jalan terakhir untuk memajukan proses pemakzulan," katanya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Tag: #sejarah #darurat #militer #korea #selatan #dari #pemerintah #syngman #rhee #sampai #yoon #yeol