Bisnis Seret, Israel Curhat Ditinggal Para Turis Buntut Serangan Rudal Hizbullah
Pasca perang meluas banyak negara di dunia yang mulai melarang warganya berlibur ke wilayah Israel. Alasan ini sektor bisnis pariwisata Israel sangat terdampak lantaran hampir tidak adanya pariwisata asing. 
15:00
15 Oktober 2024

Bisnis Seret, Israel Curhat Ditinggal Para Turis Buntut Serangan Rudal Hizbullah

Eskalasi perang antara IDF dengan militan Hizbullah Lebanon yang kian memanas, membuat bisnis pariwisata di Israel seret akibat ditinggal kabur turis.

Hal ini diungkap langsung oleh Wali Kota Acre (Akka) Amihai Ben Shlush, Selasa (15/10/2024).

Dalam keterangan resminya, ia mengatakan Kota Acre yang terkenal dengan wisata rohani paling terpopuler di Israel itu kini ditinggal para turis buntut serangan rudal-rudal Hizbullah

“Acre adalah kota wisata, tetapi tidak memiliki turis. Situasinya menyedihkan," kata Amihai Ben Shlush kepada radio Reshet Bet saat Hizbullah terus menembakkan rudal ke Israel utara.

“Sirine berbunyi setiap hari di kota itu, dan banyak yang tidak dapat melarikan diri ke tempat perlindungan, alasan tersebut yang membuat kota itu tidak memiliki turis,” imbuhnya mengutip dari Middle East Monitor.

Parahnya, pasca perang meluas, banyak negara di dunia yang mulai melarang warganya berlibur ke wilayah Israel.

Alasan ini sektor bisnis pariwisata Israel sangat terdampak, lantaran hampir tidak adanya pariwisata asing yang berkunjung ke Israel.

Dari laporan yang dibuat oleh Asosiasi Hotel Israel (IHA), selama periode Januari hingga Juli kemarin lebih dari 10 persen hotel-hotel yang berada di Israel terancam bangkrut.

Sektor perhotelan mengaku kesulitan untuk meningkatkan keuangan mereka pasca para turis meninggalkan Israel demi alasan keselamatan.

Sejalan dengan pernytaan tersebut Biro Pusat Statistik Israel mencatat hanya ada 500 ribu turis yang datang ke Israel pada periode Januari-Juli 2024 atau anjlok 76 persen dari periode yang sama tahun lalu sebanyak dua juta turis

Imbas sepinya pengunjung, hotel-hotel di sepanjang perbatasan wilayah utara Israel sebagian besar telah ditutup selama sepuluh bulan sejak awal peperangan di Gaza dimulai.

40.000 Perusahaan Gulung Tikar 

Tak hanya sektor pariwisata, perang yang semakin memanas membuat lebih dari 40.000 perusahaan Israel bangkrut dan gulung tikar sejak pecahnya perang pada 7 Oktober 2023.

Menurut laporan surat kabar Israel, Maariv, perusahaan yang terdampak  77 persen berasal dari usaha kecil, di antaranya bisnis konstruksi dan industri seperti keramik, AC, aluminium, dan bahan bangunan.

Perang yang terus memanas juga membuat sektor perdagangan, termasuk fesyen, furniture dan peralatan rumah tangga, serta sektor jasa, termasuk kafe, hiburan dan jasa hiburan, serta transportasi juga ikut terkena dampaknya.

Selain banyaknya perusahaan yang tutup, aktivitas korporasi di berbagai sektor juga menurun drastis sejak dimulainya perang.

EO perusahaan informasi bisnis CofaceBDI, Yoel Amir mengonfirmasi bahwa dalam jajak pendapat terkini, sekitar 56 persen manajer perusahaan komersial di Israel mengatakan telah terjadi penurunan signifikan dalam upaya kegiatan mereka sejak dimulainya perang.

Ia menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan Israel saat ini tengah menghadapi tantangan yang sangat sulit.

Hal ini diperparah dengan adanya kekurangan tenaga kerja, penurunan penjualan, masalah transportasi dan logistik, kekurangan bahan baku, ditambah dengan munculnya masalah lonjakan suku bunga tinggi dan biaya pembiayaan tinggi.

Apabila permasalahan ini terus terjadi dan tak segera diatasi dengan bijak, para analis memprediksi bahwa pada akhir tahun 2024, sekitar 60.000 perusahaan di Israel akan tutup permanen.

Ekonomi Israel Diambang Kehancuran

Lebih lanjut konflik Israel vs Hizbullah juga membuat negara zionis ini perlahan mengalami kerugian finansial.

Di antaranya pengeluaran pemerintah dan defisit anggaran yang melonjak.

Tercatat selama beberapa bulan terakhir, anggaran militer Israel mengalami pembengkakan sebesar 582 miliar shekel atau sekitar 155 miliar dolar AS untuk digunakan membeli perlengkapan dan alat tempur serta membiayai perekrutan tentara cadangan yang akan dikirim ke Gaza.

Dampaknya perekonomian Israel kini berada di ambang kehancuran, sejak Oktober hingga Juli kemarin defisit atau pengeluaran negara membengkak mencapai 8,1 persen  jadi 8,5 miliar shekel atau naik 2,2 miliar dolar AS dari produk domestik bruto (PDB).

Angka tersebut melesat jauh dari target defisit Israel di tahun 2024 yang hanya dipatok 6,6 persen.

Imbas pembengkakan anggaran perang, banyak pihak menilai negara Zionis ini akan jatuh ke jurang inflasi lantaran pengeluaran pemerintah dan defisit anggaran melonjak, sementara sektor-sektor seperti pariwisata, pertanian, dan konstruksi merosot.

Kondisi tersebut yang mendorong S&P mempertahankan prospek Israel pada tingkat "negatif", mencerminkan ketidakpastian lebih lanjut terkait situasi keamanan di kawasan tersebut.

Sementara ahli ekonomi Moody’s memperkirakan pemangkasan kredit akan berlanjut seiring melambatnya pertumbuhan PDB riil Israel yang hanya tumbuh sebesar 0,5 persen tahun ini.

"Dalam jangka panjang, kami melihat bahwa ekonomi Israel akan melemah lebih lama daripada yang diperkirakan sebelumnya," kata Moody's,sebagaimana dilansir dari The Times Of Israel.
 
 (Tribunnews.com/ Namira Yunia)

Editor: Whiesa Daniswara

Tag:  #bisnis #seret #israel #curhat #ditinggal #para #turis #buntut #serangan #rudal #hizbullah

KOMENTAR