



Waspada Sub-Varian Baru Covid-19: Ini Solusi dan Panduan Perawatannya
SARS-CoV-2 terus bermutasi. Meski sudah berada di fase endemi, sejumlah negara di Asia mencatat lonjakan kasus akibat sub-varian baru virus tersbut. Indonesia, sejauh ini, masih relatif aman. Namun, kewaspadaan tetap diperlukan.
Pandemi Covid-19 memang telah lewat masa-masa tergelapnya. Namun, virus penyebabnya, SARS-CoV-2, belum benar-benar lenyap. Sejak kemunculan varian Alpha hingga Delta, dan kini Omicron, virus itu terus berevolusi menghasilkan gelombang baru penyebaran. Kini, di tengah situasi yang lebih stabil, sejumlah sub-varian diam-diam menyebar dan memicu perhatian para ahli.
Omicron, yang menjadi varian dominan secara global, kini memiliki banyak “anak keturunan” atau sub-varian. Negara-negara seperti Thailand, Singapura, Hongkong, dan Malaysia mencatat kenaikan kasus yang berkaitan dengan sub-varian XEC, JN.1, LF.7, hingga NB.1.8.
"Sejauh ini, belum ada bukti ilmiah bahwa sub-varian tersebut lebih berbahaya, namun laju penyebarannya cukup signifikan," ucap Epidemiologi Unair Laura Navika Yamani SSi MSi PhD.
Di Indonesia, data Kementerian Kesehatan menunjukkan tren kasus yang relatif rendah. Memasuki minggu ke-20 di 2025, hanya tercatat tiga kasus Covid-19. Menurun tajam jika dibandingkan minggu sebelumnya yang mencatat 28 kasus. Meski demikian, pemantauan tetap dilakukan terhadap sub-varian yang beredar.
"Sub-varian yang saat ini dominan di Indonesia adalah MB.1.1, turunan dari JN.1. Ini masih satu keluarga dengan Omicron. Menurut Nextstrain, MB.1.1 belum masuk dalam kategori Variants of Interest maupun Variants Under Monitoring oleh WHO, artinya belum ada indikasi bahaya yang signifikan," ungkap dosen FKM sekaligus Ketua RC-GERID Lembaga Penyakit Tropis Unair itu.
MB.1.1 diketahui menyebabkan gejala ringan yang menyerupai flu biasa, seperti batuk, pilek, demam, dan sakit kepala. Gejala khas Covid-19 di awal pandemi seperti anosmia atau kehilangan penciuman kini sangat jarang ditemukan. Meski begitu, masyarakat tetap disarankan waspada dan memeriksakan diri jika mengalami keluhan.
“Kalau gejalanya ringan, tetap penting untuk diperiksa karena bisa saja itu influenza biasa atau memang Covid-19. Keduanya sangat mirip secara klinis, jadi sebaiknya tetap dikonfirmasi melalui pemeriksaan," ujar Laura.
Kelompok rentan seperti lansia dan penderita penyakit penyerta (komorbid) perlu ekstra hati-hati. Pada kelompok ini, infeksi bisa berlangsung lebih lama atau menimbulkan komplikasi. “Virus ini memang cenderung ringan, tapi pada orang dengan sistem imun yang lemah, dampaknya bisa lebih berat,” tegasnya.
Untuk saat ini, belum ditemukan bukti bahwa MB.1.1 menurunkan efektivitas vaksin yang telah beredar. Karena itu, pemerintah belum menganjurkan booster tambahan. Menurut Laura, pendekatan yang lebih penting adalah penguatan imunitas secara alami.
“Pola hidup sehat adalah cara terbaik. Makan bergizi, cukup tidur, olahraga teratur, dan minum air putih yang cukup sangat membantu menjaga daya tahan tubuh,” paparnya. Ia juga menyarankan untuk memperbanyak aktivitas luar ruangan agar mendapat paparan sinar matahari dan udara segar.
Laura menyarankan tetap menggunakan masker, terutama di ruang publik dengan ventilasi buruk atau saat seseorang merasa tidak enak badan. “Masker bukan hanya mencegah Covid-19, tapi juga melindungi dari penyakit menular lain seperti TBC, yang kasusnya masih tinggi di Indonesia,” imbuhnya.
Protokol kesehatan 5M juga masih relevan, meski tidak lagi menjadi kewajiban seperti masa pandemi. “Menjaga jarak, mencuci tangan, memakai masker, itu semua sekarang adalah bentuk kesadaran, bukan keterpaksaan,” katanya.
Laura menegaskan, meskipun sub-varian baru seperti MB.1.1 belum tergolong mengkhawatirkan, masyarakat harus tetap bijak dan waspada. Pemerintah pun perlu memperkuat sistem pengawasan, terutama pada Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN).
"Kita sekarang hidup berdampingan dengan virus ini, bukan dalam ketakutan, tapi dengan kesiapan," tuturnya. (*)
Tag: #waspada #varian #baru #covid #solusi #panduan #perawatannya