



Inovasi Bedah Mikro untuk Cedera Tangan
Kecelakaan kerja yang melibatkan tangan dan pergelangan tangan merupakan salah satu insiden paling umum di berbagai sektor industri, mulai dari manufaktur, konstruksi, hingga sektor pertanian dan layanan.
Cedera tangan tidak hanya menyebabkan gangguan fungsi motorik halus dan kasar, tetapi juga berdampak besar terhadap produktivitas pekerja serta kualitas hidup mereka.
Luka robek, patah tulang, kerusakan tendon, hingga amputasi jari atau tangan sering kali menjadi konsekuensi serius dari kecelakaan yang terjadi akibat alat berat, mesin berputar, atau kelalaian prosedur keselamatan.
Dengan tingginya angka cedera tangan di lingkungan kerja, kemajuan di bidang bedah rekonstruksi tangan menjadi semakin penting. Bedah rekonstruksi tidak hanya berfokus pada pemulihan bentuk anatomis, tetapi juga pada pemulihan fungsi tangan secara optimal.
"Bedah mikro dan rekonstruksi tangan merupakan sub-spesialisasi dalam bidang bedah yang bertujuan untuk memulihkan fungsi, kekuatan, dan aspek estetika tangan manusia melalui metode konservatif maupun tindakan bedah," jelas Assistant Profesor Rebecca Lim Qian Ru dalam wawancara tertulis dengan Kompas.com.
Ia mengatakan, tangan merupakan struktur yang kompleks, terdiri dari enam jenis jaringan yang berbeda, yakni tulang, tendon, ligamen, saraf, pembuluh darah, dan kulit.
"Masing-masing jaringan ini memiliki karakteristik biologis yang unik dan memerlukan pendekatan penanganan yang spesifik," kata dokter konsultan Hand & Reconstructive Microsurgery Department di Singapore General Hospital (SGH) ini.
Rebecca mengatakan, di rumah sakit tempatnya bekerja berbagai kasus cedera tangan pernah ditanganinya, mulai dari patah tulang akut pada tangan dan pergelangan tangan, kondisi inflamasi, kompresi saraf, hingga kasus-kasus cedera industri.
Khusus untuk prosedur penanaman kembali bagian tangan, waktu menjadi faktor yang sangat krusial. Semakin dekat ke pusat tubuh atau titik perlekatan lokasi amputasi, semakin singkat pula jangka waktu yang tersedia untuk melakukan penanaman kembali secara aman dan efektif, karena meningkatnya risiko nekrosis otot.
"Sebagai pusat rujukan regional untuk trauma tangan, kami menangani banyak pasien dengan berbagai jenis kecelakaan industri. SGH dilengkapi dengan helipad yang memungkinkan penerimaan pasien dari seluruh Asia Tenggara untuk perawatan trauma tangan yang bersifat darurat dan sensitif terhadap waktu," ujarnya.
Mengembalikan fungsi tangan
Rebecca menjelaskan, salah satu tantangan terbesar dalam rekonstruksi tangan adalah kasus yang melibatkan keenam jenis jaringan serta terpapar kontaminasi biologis.
"Dalam situasi seperti ini, sangat penting untuk melakukan pembuangan jaringan yang rusak dan pembersihan menyeluruh pada setiap struktur guna meminimalkan risiko infeksi—terutama di iklim tropis yang panas dan lembap seperti wilayah Asia Tenggara ini," katanya.
Proses penanganan diawali dengan menstabilkan tulang menggunakan implan dan cangkok tulang jika dibutuhkan.
"Selanjutnya, kami memperbaiki tendon, baik fleksor maupun ekstensor, dengan berbagai teknik yang tersedia. Setelah itu, saraf dan pembuluh darah yang cedera ditangani secara mikroskopis melalui prosedur coaptation dan pencangkokan bedah mikro dengan pembesaran tinggi," paparnya.
Untuk pelapisan ulang jaringan lunak, ia memilih metode terbaik berdasarkan prinsip tangga rekonstruksi, mulai dari penutupan primer hingga penggunaan flap komposit bebas, tergantung pada kebutuhan klinis masing-masing kasus.
"Kami juga memiliki tim terapi okupasi khusus yang akan merancang bidai dan protokol rehabilitasi sesuai dengan jenis cedera masing-masing pasien. Pendekatan ini bertujuan untuk memaksimalkan pemulihan fungsi tangan dan membantu pasien kembali ke aktivitas atau pekerjaan semula secepat mungkin," kata Rebecca.
Dengan inovasi dalam teknik mikrobedah, penggunaan implan canggih, serta proses rehabilitasi, telah memberikan harapan baru bagi para korban cedera tangan untuk kembali menjalani hidup yang produktif.