



Kemenkes Targetkan Eliminasi Penyakit Tropis Terabaikan pada 2030
Indonesia terus mempercepat upaya eliminasi Penyakit Tropis Terabaikan (Neglected Tropical Diseases/NTDs) pada 2030, dengan fokus utama pada kusta dan filariasis.
Langkah-langkah strategis, seperti deteksi dini, pengobatan massal, dan kolaborasi lintas sektor, dijalankan untuk mencapai target ini.
Direktur Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Ina Agustina Isturini, mengungkapkan bahwa meskipun Indonesia telah menunjukkan kemajuan dalam pengendalian kusta dan filariasis, tantangan besar masih harus dihadapi.
Beberapa tantangan utama, menurut Ina, antara lain stigma sosial, keterlambatan diagnosis, serta rendahnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam menjalani pengobatan.
“Indonesia masih menempati peringkat tiga dunia dalam jumlah kasus baru kusta, dengan total 12.798 kasus baru,” kata Ina, seperti ditulis oleh Antara, Jumat (30/1/2025).
Beberapa provinsi di Indonesia yang mencatatkan jumlah kasus kusta tertinggi antara lain Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, dan Papua.
Meskipun prevalensi kusta telah menurun sejak 1981, eliminasi total tetap menjadi target utama, dengan visi “Zero New Cases, Zero Disabilities, dan Zero Stigma”.
Dalam kesempatan yang sama, dokter dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia, Sri Linuwih Susetyo Wardhani Menaldi, menyebut stigma terhadap penderita kusta sebagai hambatan utama dalam upaya eliminasi penyakit ini.
Dia menjelaskan lima strategi utama yang dilakukan untuk mencapai target eliminasi kusta pada 2030.
Pertama, deteksi dini dan pengobatan cepat dengan terapi Multi-Drug Therapy (MDT) selama 6 hingga 12 bulan.
Kedua, pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) di daerah dengan kasus tinggi. Ketiga, surveilans aktif untuk menemukan kasus secara cepat.
Selain itu, dia menambahkan pentingnya edukasi dan promosi kesehatan untuk mengurangi stigma serta meningkatkan kesadaran masyarakat.
Kelima, kolaborasi lintas sektor dianggap sangat penting dalam mempercepat eliminasi kusta.
Sementara itu, Prof. Dr. Taniawati Supali, Dosen FKUI Departemen Parasitologi, menjelaskan bahwa filariasis atau kaki gajah adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk.
Filariasis, kata Taniawati, menjadi penyebab kecacatan terbesar kedua di dunia setelah gangguan jiwa, dan memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi penderitanya.
“Filariasis memperburuk kemiskinan karena penderitanya kehilangan kemampuan bekerja dan akhirnya dikucilkan oleh masyarakat,” ungkapnya.
Indonesia menghadapi tantangan unik dalam eliminasi filariasis karena menjadi satu-satunya negara di dunia yang memiliki tiga spesies cacing filaria, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Spesies terakhir hanya ditemukan di Indonesia dan Timor Leste.
Tantangan utama dalam eliminasi filariasis adalah banyaknya individu yang sudah terinfeksi namun belum menunjukkan gejala.
Infeksi cacing filaria membutuhkan waktu 5 hingga 8 tahun untuk berkembang menjadi kondisi yang terlihat, sehingga banyak orang sehat yang sebenarnya sudah memiliki cacing dalam darahnya tanpa merasa sakit.
Untuk mencapai target eliminasi filariasis pada 2030, Indonesia menerapkan lima strategi utama.
Pertama, pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) setiap tahun selama lima tahun di daerah endemis. Kedua, penerapan pengobatan dengan tiga obat (IDA therapy) yang dapat mempercepat eliminasi dalam dua tahun. Ketiga, surveilans ketat untuk memastikan tidak ada transmisi baru.
Keempat, edukasi masyarakat tentang bahaya dan pencegahan filariasis sangat diperlukan. Kelima, kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan peternakan dan lingkungan, mengingat filariasis juga ditemukan pada hewan seperti kera, kucing, dan anjing.
Dengan langkah-langkah terkoordinasi ini, Indonesia berkomitmen untuk mencapai eliminasi total terhadap kusta dan filariasis pada 2030.
Tag: #kemenkes #targetkan #eliminasi #penyakit #tropis #terabaikan #pada #2030