Tersandung Kasus Korupsi, Eks Bos BPJT Sebut Lelang Proyek Tol MBZ Sesuai Aturan
Mantan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna mengatakan, proyek Jalan Tol Layang Jakarta Cikampek II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat atau dikenal dengan jalan tol Sheikh Mohammed bin Zayed (MBZ) telah sesuai aturan dan tidak menyalahi metode lelang yang ada.
Perubahan konstruksi dari beton ke baja juga telah mendapat persetujuan dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Herry menjelaskan, pergantian konstruksi Tol MBZ dari beton menjadi baja merupakan kebijakan yang diambil dalam Rapat Terbatas (Ratas) Kabinet. Usulan perubahan juga telah disetujui oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono untuk menggenjot Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di industri baja nasional.
"Kebijakan saat itu dalam Ratas di Kabinet, meminta untuk menggunakan TKDN termasuk pemanfaatan baja. Di mana Krakatau Steel mengalami kesulitan sehingga TKDN tadi di manfaatkan," Kata Hery saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan tindak pidana korupsi pembangunan proyek Tol MBZ di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2024).
Baca Juga: KPK Resmi Tahan 3 Tersangka Kasus Korupsi Truk Angkut Basarnas, Ini Nama-namanya!
Saat menjabat sebagai Kepala BPJT di tahun 2015 hingga 2019, Herry mengaku memang tak terlibat langsung dalam Ratas Kabinet yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo. Namun, dia mengetahui keputusan Ratas tersebut berdasarkan notulen surat edaran dari Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR di 2015 sebelum lelang untuk menggunakan baja.
Sebagai Kepala BPJT, Herry mengaku turut menyetujui perubahan struktur dari beton ke baja dalam proyek pembangunan Tol MBZ. Hal ini sesuai dengan review dan disposisi berdasarkan jabatannya untuk menindaklanjuti keputusan tersebut.
"Ini didorong oleh adanya kebijakan pemerintah untuk menghidupkan industri baja, mendorong TKDN dan pilihan konstruksi juga lebih cepat," tegas Herry.
Lebih jauh, Herry menjelaskan, perubahan struktur beton ke baja tersebut telah disampaikan oleh konsorsium badan usaha ke pemerintah. Pada tahap prakualifikasi, desain konstruksi masih menggunakan beton. Namun, ada usulan perubahan kualifikasi menjadi baja. Saat pelelangan, desain konstruksi sudah menggunakan baja.
"Badan usaha mengirim perubahan dokumen terkait perubahan konstruksi dari beton ke baja. Termasuk anggaran biaya berubah waktu itu. Surat sampai ke Menteri PUPR dan diterima BPJT. Lalu dimasukkan ke dokumen lelang. Dokumen lelang ini yang oleh panitia lelang digunakan sebagai dasar pelelangan," kata Herry.
Perubahan struktur ini, Herry mengatakan, turut mempengaruhi perubahan nilai desain awal senilai Rp9 menjadi Rp11 triliun. Karena strukturnya berbeda, otomatis nilai desain juga berubah karena dari sisi statistik, baja lebih mahal dari beton namun memiliki material yang lebih ringan.
Mantan Direktur Teknik PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) Biswanto menambahkan, perubahan struktur dari beton menjadi baja bisa menjadi hal yang meringankan pekerjaan. Sebab, jika dipaksakan menggunakan beton, maka pembangunan bentang di konstruksi akan lebih berbahaya dan rumit dari segi waktu hingga berat saat mengangkutnya.
"Kalau beton dengan bentang begitu di proyek ini akan bahaya dan rumit. Hal ini mempengaruhi waktu mengangkut dan membangun" jelasnya.
Dalam sidang sebelumnya, terungkap bahwa eks Direktur Utama JJC Djoko Dwijono pernah menolak klaim senilai Rp1,4 triliun dari KSO Waskita-Acset selaku kontraktor proyek tol Japek II.
“Klaim itu tidak disetujui oleh PT JJC karena tidak dijumpai adanya instruksi dari pemilik proyek (PT JJC) atau persetujuan proposal oleh PT JJC terkait klaim pekerjaan tersebut,” ungkap Sugiharto yang menjabat sebagai Vice President Infrastruktur II PT Waskita Karya Periode Maret 2019 sampai dengan Maret 2021 dan Vice President Infrastruktur II PT Waskita Karya Periode Maret 2021 sampai dengan 17 Desember 2021, pada sidang Selasa (14/5/2024).
Tag: #tersandung #kasus #korupsi #bpjt #sebut #lelang #proyek #sesuai #aturan